Sukses

Jadi Saksi Sidang Haris Azhar, Luhut: Sebagai Perwira TNI, Saya Beri Kesaksian yang Benar

Luhut Binsar Pandjaitan dihadirkan sebagai saksi atas kasus dugaan pencemaran nama baik di media sosial yang menyeret Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan siap untuk diperiksa di persidangan.

Luhut dihadirkan sebagai saksi atas kasus dugaan pencemaran nama baik di media sosial yang menyeret Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Fatia Maulidiyanti.

Hakim Ketua Cokorda Gede Arthana pun menjelaskan kehadiran Luhut Binsar Pandjaitan di persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur

"Saudara pernah memberikan keterangan di penyidik," kata Cokorda Gede Arthana di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (8/7/2023).

"Iya saya pernah memberikan keterangan di penyidik," jawab Luhut.

"Bagaimana keterangan sudah benar," tanya Cokorda Gede Arthana.

"Sesuai apa yang sudah saya berikan," jawab Luhut.

"Ada yang mau disampaikan?," tanya Cokorda.

Luhut mengatakan, siap menjawab pertanyaan yang diajukan oleh majelis hakim atau jaksa penuntut umum maupun dari tim pengacara dari kedua terdakwa.

"Saya akan berikan kesaksian saya yang benar sebagai perwira TNI, perwira Kopassus. Saya tidak pernah mengingkari apa yang saya lakukan. Dan saya akan berikan kesaksian itu saya siap dikonfrontir dan saya siap dihukum kalau saya memang salah," jawab Luhut.

Hakim Ketua Cokorda Gede Arthana menjelaskan, Luhut memberikan keterangan sesuai dengan kapasitas sebagai saksi. Dalam kesempatan ini, Cokorda Gede Arthana memberikan kesempatan pertama untuk penuntut umum periksa Luhut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dakwaan Haris Azhar dan Fatia

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti melakukan pencemaran nama baik di media sosial. Dakwaan itu dibacakan Jaksa dalam sidang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (3/4/2023).

Jaksa menilai Haris Azhar dan Fatiah Maulidiyanti sengaja mengangkat isu yang membahas mengenai kajian cepat dari Koalisi Bersihkan Indonesia mengenai praktik bisnis tambang di blok wabu dan situasi kemanusiaan serta pelanggaran HAM termasuk adanya benturan kepentingan sejumlah pejabat publik dalam praktik bisnis di Blok Wabu yang berjudul: 'Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya'. Alasannya, karena Haris Azhar melihat ada nama Luhut Binsar Pandjaitan.

"Sehingga timbul niat Haris Azhar untuk mengangkat topik mengenai Luhut Binsar Pandjaitan menjadi isu utama dalam akun youtube @Haris Azhar yang memiliki pengikut 216 ribu subscribres," kata Jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (3/4).

Jaksa menerangkan, tujuan Haris Azhar menggelar diskusi mengenai Koalisi Bersihkan Indonesia untuk menarik perhatian dan mengelabui masyarakat dengan cara mencemarkan nama baik Luhut Binsar Pandjaitan. Jaksa menilai Haris Azhar bersama tim produksi kemudian mencari narasumber yang tepat yaitu Fatiah Maulidiyanty dan Owi.

"Fatiah Maulidiyanti dan Owi hadir secara online sebagai narasumber. Sedangkan Haris Azhar sebagai host," ujar Jaksa.

Menurut Jaksa, Fatiah Maulidiyanti sudah mengetahui maksud dan tujuan Haris Azhar ingin mencemarkan nama baik Luhut Binsar Pandjaitan.

"Kemudian menyatukan kehendak dengan Haris Azhar agar rekaman dialog atau percakapannya berisikan pernyataan dari hasil kajian cepat yang belum terbukti kebenarannya dapat diakses dan diketahui oleh publik melalui akun Youtube Haris Azhar," ujar dia.

Dalam kasus ini, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dinilai telah melanggar Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 14 ayat (2) dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan atau Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.