Sukses

Bantah KPK, Kuasa Hukum Sebut Lukas Enembe Tak Bisa Pakai Popok Sendiri

Kuasa Hukum Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona membantah pernyataan KPK yang menyebut kesehatan kliennya stabil di dalam rumah tahanan.

Liputan6.com, Jakarta - Kuasa Hukum Gubernur Papua Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona membantah pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebut kesehatan kliennya stabil di dalam rumah tahanan (rutan). Menurut Petrus, Lukas Enembe tak bisa pakai popok sendiri.

"Jadi, kalau dibilang Pak Lukas melakukan aktivitas sendiri itu tidak benar, karena kebutuhan pampers saja itu dipasangin orang," ujar Petrus di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (16/1/2023).

Petrus mengatakan, kondisi kesehatan kliennya tak seperti apa yang disampaikan Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri. Bahkan, menurut Petrus, saat hendak berjemur, kliennya harus dibantu oleh petugas rutan.

"Perlu saya sampaikan bahwa menurut petugas rutan, informasi yang kami dapat kondisi Pak Lukas itu, kalau KPK mengatakan bisa melakukan aktivitas, itu tidak benar. Tadi petugas mengatakan beliau dituntun untuk dijemur," kata dia.

Sebelumnya, KPK memastikan kondisi kesehatan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe stabil di dalam rumah tahanan KPK. KPK meminta pihak Lukas Enembe tak khawatir dengan kondisi Lukas.

"Informasi yang kami terima, tersangka LE (Lukas Enembe) dalam kondisi baik, stabil, bisa beraktifitas sendiri seperti makan, mandi dan lain-lain di dalam Rutan KPK," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Minggu 15 Januari 2023.

Ali memastikan tim dokter di rutan KPK rutin memantau kesehatan Lukas Enembe dan memberikan obat-obatan. Menurut Ali, perlakuan terhadap Lukas ini diberikan juga kepada tahanan lain dengan kondisi tertentu.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Lukas Enembe Ditahan

KPK menahan Gubernur Papua Lukas Enembe, tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemprov Papua. Meski begitu, kondisi kesehatan membuatnya langsung dibantarkan ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta.

"Mempertimbangkan keadaan dan kondisi Lukas Enembe melakukan tindakan hukum pembantaran untuk sementara, perawatan sementara di RSPAD, sejak hari ini sampai kondisi membaik," kata Ketua KPK Firli Bahuri kepada wartawan, Rabu (11/1/2023).

Dia mengatakan Lukas Enembe seharusnya menjalani penahanan di Rutan Guntur KPK selama 20 hari ke depan, terhitung tanggal 11 Januari 2023 sampai dengan 31 Januari 2023. Nantinya, KPK, IDI, dan dokter dari RSPAD akan melihat perkembangan kesehatan Lukas Enembe sebelum dilakukan pemeriksaan atas kasus yang menjeratnya.

Dalam kasus ini Lukas Enembe diduga menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp10 miliar. KPK juga telah memblokir rekening dengan nilai sekitar Rp76,2 miliar.

 

3 dari 3 halaman

Awal Mula Kasus yang Jerat Lukas Enembe

Kasus ini bermula saat Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mendapatkan proyek infrastruktur usai melobi Lukas Enembe dan beberapa pejabat Pemprov Papua. Padahal perusahaan Rijatono bergerak dibidang farmasi.

Kesepakatan yang disanggupi Rijatono dan diterima Lukas Enembe serta beberapa pejabat di Pemprov Papua di antaranya yaitu adanya pembagian persentase fee proyek hingga mencapai 14 % dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.

Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar. Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

Dari tiga proyek itu, Lukas diduga sudah menerima Rp1 miliar dari Rijatono.

Dalam kasus ini, Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.