Sukses

Journal: Menguak Perjalanan Kasus Penimbunan Beras Bansos di Depok yang Ditutup Polisi

Sempat terjadi penimbunan beras bantuan sosial (Bansos) sebanyak 3,4 ton di sebuah lahan daerah Depok, Jawa Barat.

Liputan6.com, Jakarta - Akhir Juli lalu masyarakat sempat dihebohkan dengan penemuan bantuan sosial (bansos) presiden berupa beras untuk warga terdampak Covid-19 di Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat. Timbunan beras ditemukan di sebuah lahan kosong yang disewa salah satu perusahaan ekspedisi yaitu PT JNE.

Awalnya, informasi mengenai adanya timbunan beras diterima oleh pemilik lahan yakni Rudi Samin dari seorang pegawai perusahaan ekspedisi tersebut. Lalu, Rudi membentuk tim kecil yang terdiri dari beberapa warga sekitar untuk melakukan pengecekan di lokasi.

Berdasarkan penuturan salah satu anggota tim tersebut, Nazim, awalnya pada 25 Juli 2022 dilakukan penggalian secara manual di sejumlah titik dan tidak ditemukan. Akhirnya pemilik lahan menyewa ekskavator untuk melakukan penggalian dan ditemukan di sekitar kedalaman 3 meter.

Beras yang ditemukan masih terbungkus plastik ukuran 20 kilogram dengan tulisan Beraskita dengan logo BUMN. "Jadi kalau diurut penemuan itu, 5 hari sebelum (ditemukan) nya itu itu dibuat timnya sama Pak Rudi (kerjasama) dengan warga. Ya isinya sekitar 5-7 orang," kata Nazim kepada Liputan6.com.

Penemuan sejumlah beras yang ditimbun tersebut langsung dilaporkan kepada pihak Kepolisian. Saat Liputan6.com mendatangi lokasi penimbunan tersebut, sebuah ekskavator masih melakukan perataan tanah. Sebab sebelumnya lahan kosong tersebut tertutup dengan sejumlah pohon dan tanahnya tidak rata.

Sejumlah beras temuan tersebut telah tertutup terpal biru dan diberikan garis polisi. Bahkan aroma tidak sedap juga tercium disekitar beras yang ditemukan tersebut. Nazim mengaku sebelum adanya penemuan timbunan beras banyak warga sekitar lokasi tidak menerima bansos dampak Covid-19.

"Kita bisa hitung satu RT itu warganya 100, tapi yang dapet bansos itu paling juga 30, sisanya enggak dapat. Mau itu berbentuk beras, itupun udah dibagi provinsi terus kota, kabupaten, pusat. Harusnya kalau distribusinya benar semua warga ini dapat," ucap Nazim.

Kasus tersebut sempat ditangani oleh Polres Metro Depok dan kemudian dilimpahkan ke Ditreskrimsus Polda Metro yang dipimpin oleh Kombes Pol Auliansyah Lubis. Penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya mengajak Kemensos, dan Bulog mengecek langsung lokasi penimbunan.

 

Temuan Kemensos

Saat di lokasi, Inspektur Jenderal (Irjen) Kemensos Dadang Iskandar menyatakan pihaknya melakukan pengecekan untuk memastikan penemuan Banpres tersebut. Dia menduga, beras yang ditimbun tersebut bukan milik Kemensos. Hal tersebut berdasarkan kemasan plastik pembungkusnya.

"Ada ciri yang berbeda, itu seinget saya zaman Pak Menteri Juliari, karena kita minta sama Bulog untuk disalurkan ke masyarakat dengan memiliki ciri," kata Dadang kepada Liputan6.com, Selasa (2/8/2022).

Dadang mengungkapkan, pengadaan beras di Bulog yang menggunakan dana dari kementeriannya diberi label Bantuan Presiden melalui Kemensos. Label tersebut sengaja dibuat berbeda untuk mengantisipasi apabila terjadi suatu hal terhadap bantuan yang bersumber dari Kemensos.

"Kalau di lokasi penemuan ini ada bedanya, di sini tidak ada tulisan bantuan dari Presiden melalui Kemensos, kalau ini polos saja," ucapnya.

Menurut dia, saat pemberian bantuan dampak Covid-19 tak hanya Kemensos yang turut memberikan bantuan berupa beras. Namun adapula dari kementerian lain ataupun melalui Pemda setempat.

Dadang memastikan, setiap bantuan yang diberikan Kemensos memiliki label sendiri, salah satunya bantuan Presiden melalui Kemensos. Selain itu, Kemensos pada penyaluran Banpres tidak bekerja sama dengan JNE. "Penyaluran bantuan melalui Bulog pada pengadaan beras lalu bekerja sama dengan SSI," dia menjelaskan.

Tim Inspektur Jenderal (Itjen) Kemensos membeberkan sejumlah temuannya. Yakni sembako tersebut merupakan bansos yang diberikan di 2020. Namun saat pengiriman terjadi hujan deras, membuat kerusakan bahan makanan sehingga tidak layak konsumsi.

Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini menyatakan kerusakan telah diganti oleh penyedia jasa transporter atau pihak PT JNE. "JNE telah membeli beras yang sama kepada Perum Bulog lalu menyalurkan kembali kepada KPM sesuai daftar penerima," kata Risma dikutip dalam keterangan tertulis, Rabu (3/8/2022).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Prosedur Pengambilan Beras di BULOG

Pihak ekspedisi JNE Express sendiri turut mendatangi tempat penimbunan beras yang berlokasi di depan kantor mereka. JNE memastikan bahwa beras yang dikubur tersebut bukan paket bansos presiden.

"Hari ini ditahan saja, teknis besok kita jelaskan beras yang hari ini, saudara lihat di kubur itu bukan beras bansos, itu adalah beras milik JNE,” ujar Kuasa Hukum JNE Express, Anthony Djono saat ditemui Liputan6.com di lokasi, Rabu (3/8/2022).

Anthony menjelaskan, beras tersebut diterima JNE dari gudang Bulog untuk nantinya didistribusikan kepada masyarakat penerima bansos presiden. Namun dalam perjalanan, beras tersebut rusak terkena hujan.

Beras yang rusak tersebut kemudian dikubur karena dinilai tidak layak untuk diberikan kepada masyarakat. Beras yang terkena hujan itu basah dan berjamur, sehingga tidak layak dikonsumsi.

Sebagai transporter, JNE bertanggung jawab melakukan penggantian beras yang rusak. JNE telah mengganti seluruh beras yang rusak untuk didistribusikan kepada masyarakat penerima bansos. Anthony mengklaim, hingga saat ini tidak komplain terkait beras yang disalurkan.

"Sudah kita ganti semua, jadi tidak ada kerugian sedikit pun dari penerima manfaat," ucapnya.

JNE memastikan beras yang didapat dari gudang Bulog memiliki stiker khusus untuk dibagikan sebagai bansos. Dikarenakan beras awal rusak, pihak JNE kemudian membawa beras pengganti ke gudang untuk diberikan kemasan dan stiker baru.

"Ini barang yang sama tapi bukan beras bansos, jadi intinya hak masyarakat tidak berkurang sama sekali," Anthony menegaskan.

Bantuan Beras dalam Keadaan Baik

Di sisi lain, sebagai pihak penyedia beras, Sekretaris Perusahaan Perum Bulog, Awaludin Iqbal menyatakan, bantuan beras untuk masyarakat yang terdampak Covid-19 dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam kondisi yang baik. Untuk mempercepat penerimaan beras bantuan presiden tersebut, Bulog bekerjasama dengan pihak lain sebagai transporter yang mengantarkan beras tersebut kepada penerima bantuan.

"Dalam program tersebut tidak ada warga yang dirugikan, mengingat hasil evaluasi dan monitor yang dilakukan Bulog, termasuk peran pengantarnya pada saat itu berjalan baik sebagaimana mestinya," ucap Iqbal dalam keterangan resminya, Selasa (2/8/2022).

Iqbal menegaskan pihaknya memiliki standar tersendiri saat proses pengeluaran beras dari gudang. Hal tersebut yaitu untuk memastikan proses quality control betul-betul berjalan dengan baik.

Lanjut dia, pelaksanaan tugas antara Perum Bulog sebagai penyedia beras dan pihak ketiga sebagai transporter atau pengantar juga sudah jelas beban dan tanggung jawabnya. Bahkan setiap proses tersebut dilakukan dengan sejumlah pencatatan.

"Setiap pengeluaran beras dari gudang ada dokumen serah terima barang yang menyebutkan beras diterima dalam kondisi baik, dan selanjutnya penyaluran beras tersebut menjadi tanggung jawab pihak transporter. Memang dalam proses pengangkutan terbuka kemungkinan terjadi gangguan-gangguan cuaca seperti hujan, kemasan pecah dan lainnya," paparnya.

Iqbal menegaskan pihaknya memiliki alasan tersendiri dalam melakukan kerjasama dengan pihak ketiga atau PT SSI dalam penyaluran beras bantuan presiden. "Kerja sama ini bertujuan agar warga terkena dampak pandemi Covid-19 tetap tenang dan bisa melanjutkan aktivitas di rumah walau secara terbatas," ucap Iqbal.

Kendati begitu dia memastikan jika program bantuan beras dan bahan pokok presiden periode Mei-Juni 2020 telah diterima warga dalam kondisi baik. Bantuan tersebut ditujukan bagi warga yang yang terkena dampak dari pandemi Covid -19.

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 5 halaman

Penghentian Penyelidikan Kasus Penimbunan Beras

Beberapa hari setelah kunjungan ke lokasi penimbunan, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya memutuskan menghentikan penyelidikan kasus dugaan penguburan bantuan sosial (bansos) presiden atau Banpres di Jalan Raya Tugu, Tirtajaya, Sukmajaya, Kota Depok.

Penghentian dilakukan lantaran tidak ditemukan adanya unsur pidana dalam kasus penemuan beras diduga bansos presiden ditimbun tanah di lahan kosong Depok.

"Proses penyelidikan kita hentikan," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Auliansyah Lubis saat konferensi pers, Kamis (4/8/2022).

Auliansyah mengatakan, beras yang dipendam di lahan bekas parkir mobil perusahaan jasa ekspedisi JNE itu dipastikan dalam kondisi rusak. "Kenapa ditanam di situ, karena dia merasa berhak menanam di situ, dia menyewa lahan di situ," terang dia.

Auliansyah membenarkan bahwa PT JNE mendapatkan instruksi untuk menyalurkan bantuan sosial (bansos) berupa beras. Barang itu diambil dari Jakarta Timur untuk dibawa menuju ke Kota Depok.

Pada saat itu, kata Auliansyah, kendaraan yang digunakan untuk mengangkut bantuan beras tidak tertutup. Sehingga, ketika diguyur hujan, sebagian beras terkena air hingga rusak.

Berdasarkan ilustrasi melalui Google Maps perjalanan dari kawasan Pulogadung, Jakarta Timur menuju Depok, Jawa Barat memakan waktu sekitar dua jam.

Dorongan Pengapusan Bantuan Nontunai

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah meminta agar pemerintah pusat dapat meningkatkan pengawasan yang tepat dalam penyaluran bantuan non tunai kepada masyarakat. Sebab saat ini krisis pangan sudah mulai menghantui sejumlah negara termasuk Indonesia.

Menurut dia, saat ini pengawasan tersebut belum berjalan secara optimal. "Sebenarnya kan kalau satgasnya sudah ada, satgas pangan juga sudah ada, lembaganya juga lengkap, dari Kepolisian juga ada kok, dari Bareskrim ada satgas pangan. Tapi, masalahnya kemudian masyarakat sendiri enggak ada tempat pengaduannya, sulitnya itu," kata Trubus kepada Liputan6.com.

Trubus menilai masyarakat tidak memiliki ruang gerak untuk melakukan pengaduan mengenai penyimpangan pemberian bantuan nontunai. Selain itu, dia meminta agar pemerintah dapat menghapuskan pemberian bantuan nontunai.

"Dihapus saja, semuanya jadi tunai gitu. Tunai itu artinya hanya berupa uang, penyalurannya sudah jelas melalui bank negara atau melalui PT POS," ucapnya.

4 dari 5 halaman

Kategori Beras Rusak Tak Layak Konsumsi

Dekan Fakultas Teknik Pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Slamet Budijanto menyatakan terdapat sejumlah ciri atau kategori beras rusak di masyarakat. Dia menyebut beras merupakan jenis yang memiliki kadar air yang rendah.

Menurut Slamet, salah satu yang mudah dikenali yaitu perubahan warna pada beras tersebut. Yakni sudah tidak putih lagi atau berubah menjadi hitam atau kuning.

"Jadi hal tersebut gampang kan dilihat. Kedua, katakanlah beras tersebut bisa menyatu kalau kena hujan seperti yg disampaikan tadi, jadi beras tidak individu lagi, tidak pisah-pisah tapi malah menyatu karena kadar airnya meningkat. Nah, satu lagi yang tidak perlu pakai alat, yaitu baunya menyimpak. Jadi, apek lah, tengik, biasanya apek lah, apek itu awal dari tengik," kata Slamet kepada Liputan6.com.

Untuk beras, kata dia hal yang ditakutkan yaitu bertumbuhnya jamur yang menghasilkan toksin atau racun yang disebut aflatoksin. Slamet mengatakan sebenarnya beras berjamur juga tidak langsung memberikan dampak secara langsung pada tubuh.

"Kalau itu kemakan enggak langsung meninggal sih sebenarnya, sifatnya dari aflatoksin ini adalah karsinogenik. Jadi, kalau karsinogenik dikonsumsi dalam jumlah relatif di atas dari yang diizinkan dan terus menerus itu bisa menyebabkan kanker dan itu sebenarnya tidak hanya dari beras, dari kacang-kacangan yang sering kita jumpai racun aflatoksin tersebut bisa muncul," papar dia.

Slamet menyatakan beras dapat dinyatakan tidak layak tergantung dari cara penyimpanannya. Lokasi yang lembab akan mudah menjadikan beras rusak. Sebab lembab dapat berdampak pada meningkatnya air, kemunculan jamur dan lain sebagainya.

"Jadi, kalau kita menyimpan suatu barang atau katakanlah beras di suatu gudang, jika gudangnya lembab, air yang ada di udara itu akan diserap oleh beras, itu beras kan kadar airnya akan meningkat. Kalau beras kadar airnya meningkat, maka jamur macam-macam akan muncul," ujar Slamet.

 

5 dari 5 halaman

Cara Penyimpanan Beras yang Benar

 

Bagaimana sebenarnya beras bisa sampai rusak? Bagaimana kita menyimpan beras agar bisa tetap aman dikonsumsi?

Slamet Budijanto menilai beras yang dibungkus plastik dinilai relatif lebih aman dibandingkan dengan karung goni. Tapi kata dia hal tersebut tidak menjadi jaminan beras tetap awet.

"Cara menjaganya itu ya menggunakan kemasan yang kedap udara, kalau kemasannya hanya plastik, orang awam melihatnya kemasan plastik ini kan dianggapnya sudah tidak berhubungan dengan dunia luar, padahal itu masih ada pori-porinya. Jadi, udara pasti bisa masuk. Tentunya (udara) yang masuk juga sedikit. Intinya, udara masih bisa masuk," kata Slamet kepada Liputan6.com.

Lalu kondisi penyimpanan yang kering juga menjadi hal yang perlu diperhatikan. Sebab Indonesia memiliki kondisi yang lembab. Idealnya, kata dia, kadar air dalam beras adalah 14 persen.

Kondisi lembab lanjut Slamet dapat berdampak pada meningkatnya kadar air yang menyebabkan munculnya jamur hingga bau apek pada beras. Saat beras sudah berjamur dan kutuan tentunya kualitasnya sudah jelek dan nilai gizinya sudah berkurang.

"Kalaupun enggak kehujanan tapi gudangnya jelek atau dia bersinggungan dengan lantai, makanya gudang beras di manapun, gudang Bulog sekalipun kan ada palet-palet gitu, ada jarak dari dinding ada palet, nah itu untuk menghindari bersinggungan dengan itu yang menyebabkan lembab," papar dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.