Sukses

Ini Keterangan Ahli Pidana dan ITE yang Meringankan Terdakwa Agus Nurpatria

Dian Adriawan menerangkan apabila seorang bawahan menjalankan perintah dari atasan yang berbohong maka anak buah tersebut tidak bisa dipidana.

Liputan6.com, Jakarta - Sidang kasus obstruction of jusfice atau perintangan penyidikan dengan terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria digelar di PN Jakarta Selatan, Jumat (13/1/2023). Dalam sidang tersebut dihadirkan ahli pidana Dr Eva Achjani Zulfa S.H., M.H, Dr Dian Adriawan Daeng Tawang S.H., M.H serta ahli ITE Andy Widiatno S.Kom., S.H., M.H.

Atas pertanyaan Sahala Panjaitan pengacara terdakwa Agus Nurpatria, ahli pidana Dr. Dian Adriawan menerangkan apabila seorang bawahan menjalankan perintah dari atasan yang berbohong maka anak buah tersebut tidak bisa dipidana.

"Tentunya, atas dasar kebohongan itu, bawahan ini berarti dia tidak tahu karena dia dibohongi. Karena dia tidak tahu, itu tidak bisa dikatakan suatu tindak pidana. Apalagi, delik yang dimaksut tadi harus delik sengaja. Kesengajaan itu, harus dilatarbelakangi bahwa seseorang tersebut mengetahui atau menghendaki. Jadi kalau dia dibohongi ya, tentunya dia tidak menghendaki dan mengetahui," urai ahli Hukum Pidana dari Universitas Trisakti itu.

Sedangkan ahli ITE Andi Widiatno menjawab pertanyaan penasihat hukum Sahala Panjaitan yakni mengenai sistem elektronik.

"Contoh sistem elektronik yang paling realistis adalah ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement) mengapa? Karena ETLE ada CCTV-nya, ada penyelenggaranya, ada penggunanya, sehingga data diolah menjadi informasi dan informasi dikirim kepada pelanggar," ujar Andi.

"Lalu untuk sistem elektronik yang salah, andai ada sebuah mobil dipasangkan kamera di dalam dashboard-nya lalu dicuri, apakah bisa dikenakan Pasal 33 UU ITE? Tentu tidak tepat," imbuh dia.

"Karena fungsi dari kamera di dalam mobil tersebut tidak berfungsi sebagai sistem elektronik, seperti  CCTV di dalam rumah hanya mengontrol kegiatan di dalam rumah. Maka hal tersebut tidak tepat dikenakan Pasal 33 karena CCTV didalam rumah bukanlah sistem elektronik," sambung Andi.

Andi juga menjelaskan mengenai jika tidak ada jaringan komputer, maka perbuatan tersebut tidak dapat dijerat UU ITE.

"Jadi, tanggapan saya untuk berkenaan dikenakan, dijerat dengan menggunakan UU ITE No.19 Tahun 2016, UU 11 Tahun 2008 perbuatan hukum harus dilakukan dengan jaringan komputer atau jaringan sistem elektronik. Bila tidak ada jaringan komputer, maka perbuatan tersebut tidak dapat dikenakan, dijerat pidana dengan menggunakan UU ITE," tegas Andi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bergantung pada Perbuatan Hukum

Ahli ITE dari Universitas Trisakti ini juga menjelaskan bahwa UU ITE bukan melihat kepada perbuatan hukumnya, UU ITE yang dilihat kepada actus reusnya.

"Jadi penekanan UU ITE bukan melihat kepada perbuatan hukumnya, UU ITE actus reus-nya (akibatnya). Mengenai Pasal 33 UU ITE demikian jelas Unsur dalam Pasal 33 UU ITE bukan melihat pada perbuatannya, karena tidak menyebutkan perbuatan untuk membuat sistem elektronik menjadi tidak bekerja.

Tetapi menyebutkan mengakibatkan (titik beratkan adalah hasil perbuatannya). Jadi akibatnya yang dilihat, apakah akibatnya mengakibatkan terganggunya sistem elektronik atau tidak bekerja sebagai mana mestinya. Jadi Pasal 33 menitikberatkan apakah DVR tersebut masih menjalankan fungsinya merekam atau tidak," tandas Andi.

Komisaris Besar atau Kombes Agus Nurpatria merupakan satu di antara angota Polri yang menjadi terdakwa atas dakwaan menghalangi proses penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J. Ia dinyatakan ikut melakukan perusakan CCTV di pos satuan pengamanan di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.