Sukses

Komisi III DPR Kritik PPATK Blokir 92 Rekening Terkait FPI

Komisi III DPR RI menyampaikan sejumlah kritik terhadap PPATK terkait pengumuman atas pemblokiran 92 rekening yang diduga terafiliasi dengan FPI.

Liputan6.com, Jakarta Komisi III DPR RI menyampaikan sejumlah kritik terhadap Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait pengumuman atas pemblokiran 92 rekening yang diduga terafiliasi dengan Front Pembela Islam (FPI).

Berawal saat anggota Komisi III DPR RI Fraksi PPP, Arsul Sani yang mencecar sikap PPATK yang sangat bersemangat mengumumkan pemblokiran 92 rekening FPI.

"Saya lihat pada kasus yang menyangkut transaksi lintas negara rekening milik FPI, Pak Ketua PPATK atau jajaran PPATK begitu bersemangat untuk sampaikan penjelasan kepada publik," tutur Arsul saat rapat dengar pendapat di DPR MPR, Jakarta Selatan, Rabu (24/3/2021).

Arsul melihat sikap PPATK atas kasus tersebut jauh berbeda dengan perkara lainnya. Dia pun mempertanyakan pengumuman pemblokiran 92 rekening FPI itu sebagai bentuk kewajiban hukum atau hanya sekedar ikut-ikutan.

"Saya tidak tahu persis apakah ini sebuah kewajiban hukum atau karena ini ikut ikutan saja? Karena FPI ini kelompok yang katakanlah secara positioning politiknya berseberangan dengan pemerintah, maka kemudian PPATK sebagai bagian dari atau lembaga yang ada dalam rumpun kekuasaan pemerintahan juga ikut merasa perlu ikut ikutan untuk men-disclose banyak hal terkait FPI," jelas dia.

Seperti kasus korupsi Jiwasraya dan Asabri, lanjut Arsul, PPATK tidak menyampaikan pengumuman layaknya pemblokiran rekening FPI.

"Ini jadi concern kami terus terang, saya tidak tahu apakah pada Jiwasraya dan Asabri banyak tersangkut juga dengan yang ada di pemerintahan atau yang pernah ada di pemerintahan atau bahkan yang ada di dunia politik," kata Arsul.

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Gerindra, Habiburokhman juga turut menambahkan kritik kepada PPATK. Menurutnya, tidak ada relevansinya pemblokiran rekening yang terafiliasi FPI dengan tindak pidana.

"Kalau mengacu pada UU Nomor 8 Tahun 2010 Pasal 2, 3, 4, 5, Pasal 44 ayat 1, objek TPPU itu adalah hasil tindak pidana atau yang diduga hasil tindak pidana. Saya mau tahu relevansinya apa? Karena informasi yang saya serap itu ada rekening pribadi-pribadi orang, keluarga yang sama sekali nggak ada hubungannya dengan organisasi itu, tidak ada di akta, dan sebagainya. Ada menantu, ada anak," beber Habiburokhman.

Dalam UU Ormas, sambung Habiburokhman, saat suatu organisasi masyarakat dibubarkan maka tidak berarti dana yang dimiliki merupakan hasil dari tindak kejahatan. Terlebih, berdasarkan laporan Bareskrim Polri sejauh ini tidak ditemukan adanya tindak pidana terkait dengan 92 rekening tersebut.

"Saya pikir bijak kalau memang tidak ada ini, sudah berapa bulan nggak ada masalah ya dibuka saja, karena itu rekening-rekening pribadi yang menyangkut kebutuhan orang tersebut, kasihan sekali sama seperti kita kalau misal dana kita hanya ada di rekening tersebut lalu dibekukan tentu kesulitan memenuhi kebutuhan," ujar Habiburokhman.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jawaban PPATK

Kepala PPATK Dian Ediana Rae menjawab, pengumuman pemblokiran 92 rekening FPI ke publik dilakukan untuk meluruskan berbagai kabar yang muncul di media sosial. Terhadap upaya pemblokiran rekening di kasus lain, tidak terjadi kesimpangsiuran di masyarakat.

Sementara dalam kasus FPI, ada beragam reaksi yang muncul khususnya di sosial media sehingga masyarakat perlu mendapatkan informasi secara langsung dari PPATK.

"Tidak pernah ada reaksi dari yang diblokir. Tetapi ini kemudian menjadi di blow up di medsos, kemudian di berbagai media timbul apa namanya confused, kekacauan, dan sebagainya. Kami akhirnya memutuskan untuk tujuan edukasi publik, untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi," beber Dian.

Menurut Dian, pihaknya telah berupaya mengurangi keterangan di depan umum terkait perkara FPI seperti yang dilakukan di berbagai penanganan kasus lainnya. Baik itu tindak pidana terorisme, korupsi, dan lainnya.

"Yang kami sebut hanya angka rekening, tapi kami tidak pernah men-disclose berapa jumlah uang, kepada siapa mentransfer, dan sebagainya. Itu tidak pernah kami sampaikan sama sekali," Dian menandaskan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.