Sukses

Hidayat Nur Wahid: Pelaku Bom Gereja Tidak Melaksanakan Ajaran Islam

Hidayat Nur Wahid menyayangkan teror terjadi jelang bulan Ramadan. Sebab, secara tidak langsung justru Islam lah yang dirugikan dengan adanya teror tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengundang sejumlah organisasi masyarakat Islam dan beberapa pejabat badan di MPR untuk berbuka puasa bersama di kediamannya, Jakarta Selatan.

Pada momen tersebut, Hidayat menyinggung dampak rentetan teror bom beberapa waktu lalu terhadap Islam.

Ketua Dewan Syuro PKS itu bahkan menyayangkan teror terjadi jelang bulan Ramadan. Sebab, imbuh Hidayat, secara tidak langsung justru Islam lah yang dirugikan dengan adanya teror tersebut.

"Karenanya justru dengan memahami tentang berpuasa dan mengikuti keaktifan selama Ramadan, harusnya memang tidak terjadi salah paham tentang Islam," ujar Hidayat, Sabtu (26/5/2018).

Meski seluruh pihak mendeklarasikan tidak ada kaitan apapun antara teror dengan Islam, Hidayat mengkritisi pemahaman keliru tentang Islam masih ada.

Oleh sebab itu di bulan Ramadan ini, Hidayat meminta seluruh pihak lebih memahami lagi agama samawi tersebut, sehingga tidak ada lagi identifikasi teror dengan Islam.

"Saya katakan bahwa yang melakukan teror dan mengebom gereja itu mereka justru sedang tidak melaksanakan ajaran agama Islam," tukasnya.

"Korbannya juga adalah agama Islam dan umat Islam ,karena akhirnya orang salah paham tentang Islam, dengan santri, jilbab, takbir, itu semuanya jadi korban," tandas Hidayat.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Aktor Intelektual Teror

Sebelumnya, Aman Abdurrahman alias Oman Rochman didakwa sebagai aktor intelektual di balik serangkaian teror di Indonesia, termasuk teror Bom Thamrin yang terjadi awal Januari 2016.

Ada lima teror yang dibeberkan jaksa di persidangan di mana Aman ada di balik aksi keji tersebut, seperti Bom Gereja Oikumene di Samarinda tahun 2016, Bom Thamrin (2016) dan Bom Kampung Melayu (2017) di Jakarta, serta dua penembakan polisi di Medan dan Bima (2017).

Atas serangkaian teror itu, Jaksa menuntut terdakwa Aman Abdurrachman dengan hukuman mati karena dinilai terbukti bersalah melanggar pasal 14 juncto Pasal 6 dan Pasal 14 juncto Pasal 7

Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Reporter: Yunita Amalia

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.