Sukses

Memerangi Virus ISIS di Wilayah Bekas Konflik Ambon

Pemahaman radikal dan pemikiran ekstrim disulut oleh konflik sosial yang terjadi di masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta - Seorang anak di Ambon, Maluku, berupaya menikam bapaknya. ‎Hal itu terjadi ketika sang ayah berupaya memperingatkan anaknya mengenai bendera ISIS yang dipasang di kamarnya.

Ini menjadi bukti virus ISIS sudah merambah timur Indonesia, khsusnya di wilayah bekas konflik berdarah 1999-2004.

Cerita itu disampaikan Deputi Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irjen Arif Dharmawan, di Masjid Raya Al Fatah, Jalan Sultan Babullah, Ambon, Minggu 30 Oktober 2016.

Guna memerangi momok ISIS tersebut, BNPT dan beberapa elemen masyarakat mengandeng Ali Imron, bomber Bom Bali I, dan Jumu Tuani eks Panglima Pusat Komando Jihad Maluku.

"Para mantan napi teroris tersebut secara sadar mengajak masyarakat Ambon untuk memerangi propaganda ISIS yang mulai menggejala di Ambon," kata Arif dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Senin (31/10/2016).

Dalam diskusi tersebut, bomber Ali Imron tegas menentang tumbuh dan berkembangnya ISIS di Indonesia.‎

"Menentang ISIS berdasarkan Akidah, karena memplokamirkan Khilafah Islamiyah dengan mengkafirkan seluruh umat Islam yang tidak mau berbaiat kepada kelompok mereka," ujar Ale, sapaan akrab Ali Imron.

Ale sedikit mengisahkan perbuatannya dan trio bomber bali beberapa tahun lalu yang menewaskan ratusan orang di Kuta, Denpasar, Bali.

"Pengeboman d Bali adalah sebuah kesalahan dan jihad yang keliru dan tidak disarankan untuk melakukan jihad yang demikian," kata terpidana seumur hidup ini dalam diskusi tersebut.

"Mujahiddin membela umat Islam yang terzolimi, bukan menyerang aparat penegak hukum," dia menambahkan.

Sementara Jumu Tuani mengatakan, ISIS adalah salah satu bentuk kelompok sesat. Mereka, kata mantan Panglima Operasi Pusat Komando Jihad Maluku ini, mengkafirkan seluruh umat Islam yang tidak berbaiat kepada Al Bahgdadi.

"‎Jauhi pemahaman ISIS yang selalu mengatakan Daulah, Khilafah yan keliru dan menyesatkan," kata Jumu.

Sementara eks napi terorisme lainnya, Sofyan Tsauri mengatakan pemahaman radikal dan pemikiran ekstrim disulut oleh konflik sosial yang terjadi di masyarakat.

"ISIS menjadikan konflik sosial sebagai peluang atau sebagai alasan untuk melakukan aksinya," kata Tsauri.

Dia mengimbau para orantua untuk mengawasi anak-anak mereka dari hasutan paham ISIS yang saat ini sangat mudah diakses di dunia maya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.