Sukses

Tantangan JK untuk Belanda Jika Gelar Pengadilan HAM Kasus 65

JK akan mengerahkan warga Indonesia untuk memberikan kesaksian betapa kejamnya perlakuan Belanda selama 350 tahun menjajah Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Nada bicara Wakil Presiden Jusuf Kalla meninggi ketika ditanya tentang kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia pada 1965-1966, akan dibawa ke International People's Tribunal atau Pengadilan Rakyat di Den Haag, Belanda. Sejumlah aktivis HAM dan akademisi membawa masalah tersebut ke pengadilan rakyat mulai 10 hingga 13 November 2015.

Saat memberikan komentar terkait hal ini, mata JK melotot. Ia menegaskan, bila Belanda ingin memperjuangkan kebenaran HAM, maka Pemerintah Indonesia juga akan menggelar pengadilan serupa. Sebab, selama dijajah oleh Negeri Kincir Angin itu, ribuan penduduk Indonesia yang tidak bersalah meregang nyawa di moncong senapan dan meriam tebtara Belanda.

"Kalau mau begitu kita adili Belanda juga. Berapa yang dibunuh Belanda di sini? Lebih banyak lagi," tegas JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (11/11/2015).

JK juga akan mengerahkan warga negara Indonesia untuk memberikan kesaksian betapa kejamnya perlakuan Belanda selama 350 tahun. "Ya silakan saja. Indonesia juga bisa sejuta orang bersaksi bagaimana Belanda di sini zaman dulu," kata JK.

‎Mantan Ketua Umum Golkar itu juga mengatakan, Pemerintah Indonesia tidak segan-segan mencari keadilan bagi semua yang menjadi korban pelanggaran HAM, bila ada negara Barat lainnya yang menggelar pengadilan serupa.

"Berapa yang dibunuh Amerika di Irak? Berapa yang dibunuh Eropa? Berapa itu di Vietnam? Berapa di bunuh negara Barat itu di Afghanistan. Boleh, kalau Barat mau begitu, kita juga adili di sini," tegas JK. "Berapa di bom di tempat lain," lanjut JK.

International People’s Tribunal on 1965 crimes against humanity in Indonesia (IPT 1965), diadakan untuk membuktikan terjadinya genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang selama ini tidak pernah diakui oleh negara.

Proses persiapan pembentukan IPT 1965 sudah dalam tahap pengumpulan bukti di 13 daerah, mewawancarai saksi-saksi, pengumpulan dokumen hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tentang 1965, termasuk hasil riset sejumlah peneliti dari sejumlah universitas di luar dan di dalam negeri. (Sun/Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.