Sukses

Bareskrim: Saksi Meringankan Tak Bisa Hentikan Kasus Ketua KY

Keterangan saksi ahli, nantinya akan diuji di pengadilan. Namun bukan untuk menghentikan suatu perkara atau penyidikan.

Liputan6.com, Jakarta - Kasubdit III Tipidum Bareskrim Polri Kombes Umar Surya Fana mengatakan, penyidik tetap melanjutkan kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan hakim Sarpin Rizaldi yang melibatkan Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki dan Komisioner KY Taufiqurahman Syahuri sebagai tersangka.

Menurutnya, pihak KY tidak perlu merasa khawatir. Sebab sudah menjadi kewajiban penyidik untuk mengambil keterangan dari saksi ahli atau saksi yang menguntungkan tersangka, dalam hal ini Dewan Pers. Keterangan saksi ahli, lanjut Umar, nantinya akan diuji di pengadilan. Namun bukan untuk menghentikan suatu perkara atau penyidikan.

"Penyidik tetap jalan, statemen itu nanti (keterangan ahli yang menguntungkan) diujinya di pengadilan, bukannya di ranah penyidikan," kata Umar melalui pesan tertulis, Jakarta, Selasa (29/9/2015).

"Kewajiban penyidik memang memeriksa saksi atau ahli yang bisa meringankan tersangka, tapi tidak harus diikuti dengan penghentian suatu perkara oleh karena keterangan saksi ahli menguntungkan itu," bebernya lagi.

Ia mengaku, merujuk pasal 183 dan 184 KUHAP, di mana intinya berbunyi jika penyidik memiliki 2 alat bukti, maka penyidikan dapat diteruskan. Dan untuk keterangan saksi ahli menguntungkan, sambung Umar, bisa dilihat di dalam pasal 65 dan 116 KUHAP.

"(Di pasal 65 dan 165 KUHAP) itu hanya menegaskan penyidik mengakomodir permintaan tersangka untuk memeriksa saksi atau ahli yang meringankan tersangka," ujar Umar Surya.

Kuasa hukum komisioner Komisi Yudisial (KY) Taufiqurahman Syahuri, Andi Asrun mempertanyakan penyelesaian kasus kliennya yang harusnya sudah selesai di tingkat Dewan Pers. Sebab menurutnya, Hakim Sarpin Rizaldi sebagai pelapor sudah menggunakan hak jawabnya di beberapa media terkait pernyataan kliennya.

Ia melanjutkan, pada intinya pandangan Dewan Pers yang dipermasalahkan oleh pelapor itu ialah sengketa pemberitaan pers. Karena itu semestinya dengan lewat mekanisme hak jawab atau hak koreksi pemberitaan sebagaimana pasal 5 UU Pers kasus kliennya selesai.

"Pak Sarpin juga telah menggunakan hak jawab. Bahkan Pak Sarpin mengatakan dia muak melihat 2 komisioner KY itu. Saya kira sudah lebih dari hak jawab itu, ya kan," kata Andi di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Senin 28 September.

Ia menuturkan, jika semua perkara yang telah dinilai bisa diselesaikan dengan hak jawab namun tetap dilanjutkan itu justru berpotensi menimbulkan masalah baru. Jika seandainya komisioner KY juga tidak terima pernyataan Hakim Sarpin, lantas apakah laporan kliennya juga bisa cepat ditindaklanjuti.

Untuk itu dirinya mempertanyakan mengapa penyidik tidak menggunakan UU Pers dalam menyelesaikan persoalan sengketa pemberitaan tersebut.

"Selesai harusnya, kalau seandainya Pak Sarpin menurut kami juga mengeluarkan pernyataan tak menyenangkan kita juga bisa lapor juga," tutur dia.

Ia kembali menegaskan, kasus kliennya ini posisinya sudah clear atau selesai. Tapi, sambung Andi, tinggal bagaimana penyidik bisa berdiskusi menyelesaikan permasalahan tersebut. Sebab menurutnya kepolisian banyak pekerjaan yang jauh lebih penting dari kasus kliennya. (Ron/Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini