Sukses

DPR: Jangan Cuma Kami yang Digebuk soal Uang Muka Mobil Pejabat

Wakil Ketua DPR berharap pihak pemerintah objektif dalam menyampaikan informasi ke masyarakat, sehingga DPR tidak menjadi sasaran kemarahan.

Liputan6.com, Jakarta - Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan diprotes lantaran dianggap tidak memikirkan nasib banyak rakyat. Tunjangan mobil ini disebut-sebut berasal dari usulan pimpinan DPR karena harga mobil meningkat akibat inflasi.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan berharap pihak legislatif tidak dijadikan kambing hitam. Sebab sebenarnya tunjangan itu tidak hanya diusulkan pimpinan DPR, tapi lembaga negara lain. Terlebih, pejabat yang menerima tunjangan itu tidak hanya anggota DPR, tapi juga anggota DPD, Hakim Agung (Kejagung), Hakim Konstitusi (MK), anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan anggota Komisi Yudisial (KY).

"Ada yang perlu diluruskan. Saya sudah komunikasi ke Ketua DPR, sangatlah tidak betul jika dititikberatkan hanya pada usulan pimpinan DPR. Gimana DPR bisa intervensi dan lembaga tinggi yang lain? Kalau sebatas usulan itu bisa jadi hak siapapun," ujar Taufik di Gedung DPR, Jakarta, Senin (6/4/2015).

"Ini bukan hanya DPR, tapi seluruh lembaga tinggi negara. Jangan semua dibebankan karena selembar kertas usulan seolah-olah DPR yang ingin. Sangat tidak masuk logika jika DPR dijadikan kambing hitam. Kasihan anggota DPR yang lain," imbuh dia.

Taufik berharap pihak pemerintah objektif dalam menyampaikan informasi ke masyarakat, sehingga DPR tidak menjadi sasaran kemarahan publik atas tunjangan mobil pejabat tersebut. "Kita harapkan pembantu presiden sampaikan secara objektif kepada masyarakat. Jangan sampai DPR saja yang digebuk," ucap politisi senior PAN tersebut.

Sudah Dibahas dalam APBN

Wakil Ketua DPR lain, Agus Hermanto, juga memprotes pandangan yang menyudutkan pihak DPR terkait tunjangan mobil pejabat. Dia mengatakan kenaikan tunjangan mobil pejabat tersebut sudah dibahas dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN). Jadi secara logika, hal ini tidak bermasalah.

"Bantuan tersebut, kan masuk dalam pembahasan APBN. Ini kan juga sudah disepakati terkait perubahan Rp 210 juta dalam APBNP. Itu kan logikanya," ujar Agus.

Politisi Partai Demokrat itu memastikan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 itu tidak akan memicu tindakan korupsi. Namun dia menyerahkan kebijakan sepenuhnya ke Presiden Jokowi, apakah bakal dicabut atau tetap dilanjutkan.

"Korupsi? Korupsi di mananya? Jika ini melukai masyarakat, itu betul. Saat ini banyak pekerjaan Pak Jokowi belum tuntas. Banyak gejolak, betul-betul tidak bisa care ini kalau bisa ditinjau ulang. Tapi kita serahkan kembali (ke pemerintah), karena ini kebijakan pemerintah mau ditarik atau tidak Peppres ini."

Sekretaris Kabinet (Seskab) Andi Widjajanto mengungkapkan, tunjangan uang muka pembelian kendaraan bermotor bagi pejabat negara ‎sebesar Rp 94,24 juta menjadi Rp 210,89 juta merupakan permintaan dari DPR atau bukan usulan pemerintah. Andi membantah penambahan ini merupakan upaya kompromi pemerintah terhadap DPR agar tidak menjegal berbagai program pembangunan yang diajukan pemerintah.

"Waktu itu ada surat dari Ketua DPR tentang permintaan penyesuaian uang muka itu diterima awal Januari 2015. Kami proses di Februari, kira-kira pertengahan Februari dapat persetujuan dari Menteri Keuangan. Semula di Perpres 2010, Rp 161 juta. Lalu, oleh ketua DPR, diusulkan uang muka untuk pejabat negara di lembaga tinggi seperti DPR, MA, MK, KY, DPD naik jadi Rp 250 juta," ujar Andi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis 2 April 2015.

Jokowi menjelaskan dirinya tak memeriksa secara rinci isi dari Perpres yang ia tandatangani tersebut. Hal ini lantaran ada banyak dokumen yang harus ia tandatangani dalam waktu yang singkat.

Presiden ke-7 RI itu pun menegaskan akan mengkaji ulang Perpres tersebut lantaran, menurut dia, kebijakan menaikkan uang muka mobil pejabat tidak tepat untuk saat ini, mengingat masih banyak rakyat yang mengalami kesulitan ekonomi. "Saat ini bukan saat yang baik, pertama karena kondisi ekonomi. Kedua, sisi keadilan. Ketiga, sisi (harga) BBM. Coba saya lihat lagi. saya cek dulu," ungkap Jokowi. (Riz/Yus)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.