Sukses

Berjibaku di Perairan Karimata demi Pencarian AirAsia

Upaya pencarian tidak kenal lelah tim Basarnas sejak hari pertama hilangnya pesawat AirAsia QZ8501 akhirnya membuahkan hasil.

Liputan6.com, Pangkalan Bun - Upaya pencarian tidak kenal lelah tim Basarnas sejak hari pertama hilangnya pesawat AirAsia QZ8501 rute Surabaya-Singapura akhirnya membuahkan hasil.

Tim SAR gabungan menemukan bagian ekor pesawat di titik kordinat 03.38 Lintang Selatan dan 109.43 Bujur Timur di perbatasan perairan utara Laut Jawa dan Karimata, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah dengan kedalaman sekitar 30 meter.

Bagian ekor pesawat itu dideteksi oleh kapal Geo Survey dengan teknologi pendeteksi sonar dan diperkuat menggunakan teknologi multibeam echosounder dan robot bawah air. Temuan itu dipastikan dengan diturunkannya para penyelam ke dasar laut.

Pencarian pesawat AirAsia QZ8501 melibatkan puluhan kapal perang Indonesia dan sejumlah negara sahabat seperti Malaysia, Singapura, Tiongkok, dan Amerika Serikat.

Salah satunya adalah KRI Banda Aceh yang menjadi markas besar atau pusat komando operasi pencarian pesawat yang mengangkut 162 penumpang dan awak pesawat itu.

Kapal yang mampu mengangkut pasukan serta kendaraan tempur termasuk helikopter itu dibuat oleh PT PAL Indonesia pada tahun 2011 dan dikomandani oleh Letkol Laut Arief Budiman.

Ratusan awak kapal, tim medis, dan tim penyelam yang ada di KRI Banda Aceh bahu-membahu tanpa kenal lelah mencari jenazah maupun puing pesawat.

Para penyelam dari Komandan Pasukan Katak (Kopaska) Detasemen Jala Mengkara (Denjaka) dan Intai Amphibi Marinir tanpa rasa takut menyelam di titik yang menjadi tempat puing ekor pesawat. Mereka tidak mempedulikan kondisi arus yang kencang dan jarak pandang yang rendah di bawah permukaan air.

KRI Bung Tomo yang dikomandani Kolonel Laut Yayan Sofyan juga diterjunkan di perairan Karimata seperti awak kapal lainnya berhari-hari. Tanpa kenal lelah, mereka bekerja keras melakukan evakuasi.

Kursi pesawat yang dievakuasi ke KRI Bung Tomo menjadi saksi bisu kerja keras Tim SAR yang bertugas di KRI Bung Tomo. Saat ditemukan di tengah laut, pada kursi itu masih terdapat 3 jenazah yang terikat sabuk pengaman.

Meski saat itu cuaca buruk sedang melanda perairan Karimata, rasa iba membuat tim evakuasi rela menerjang ombang dan angin demi mengangkat jenazah tersebut.

Puing-puing pesawat dan barang milik penumpang lainnya juga ditemukan, seperti pintu darurat, serpihan jendela pesawat, serta 3 ransel milik penumpang. Barang-barang di dalam ransel antara lain baju, sepatu, kamera, dan kacamata.

Di antara ribuan prajurit dan Tim SAR lainnya dalam pencarian AirAsia QZ8501 yang sebagian besar didominasi laki-laki, ada pula prajurit wanita yang terjun langsung di tengah laut. Ada 3 srikandi yang bertugas di KRI Banda Aceh. Mereka adalah Tri Kusumawardani, Rizka Aulia, dan Azmiatul Hasanah.

Seperti prajurit lainnya, mereka kerap berbulan-bulan berada di tengah laut. Tidak jarang mereka harus ikut mengerjakan tugas lain yang biasa dilakukan oleh laki-laki, contohnya membantu pekerjaan navigasi di anjungan.

Pencarian juga dilakukan melalui udara. Seperti prajurit Angkatan Laut, para penerbang dan kru pesawat serta helikopter juga seringkali harus berjibaku melawan cuaca buruk. Awak helikopter tanpa lelah hilir mudik membawa serpihan pesawat dari perairan ke Pangkalan Bun untuk selanjutnya dibawa ke Surabaya.

Ribuan orang terlibat dalam operasi kemanusiaan mencari korban pesawat AirAsia QZ8501 yang jatuh di Perairan Karimata. Dan tidak kalah pentingnya adalah kerja keras tim identifikasi jenazah, Disaster Victim Identification (DVI) untuk mengungkap identitas korban.

Menanti kepastian kabar ayah, suami, istri, atau sanak saudara terasa berat bagi keluarga penumpang dan awak pesawat AirAsia QZ8501. Perasaan cemas dan sedih menyelimuti mereka setiap hari sejak pesawat rute Surabaya - Singapura itu dinyatakan hilang (28/12/2014).

Setelah beberapa hari pencarian, sebagian jenazah para korban mulai ditemukan. Seluruh jenazah yang ditemukan kemudian diterbangkan ke Surabaya, Jawa Timur. Kini giliran tim identifikasi jenazah (Tim DVI) mulai bekerja untuk mengetahui identitas korban.

Identifikasi korban dimulai dengan mengumpulkan data antemortem, yaitu data korban sebelum meninggal dunia yang diperoleh dari keluarga atau rekan korban.

Tim DVI mengumpulkan data penampakan fisik meliputi foto pakaian atau perhiasan korban yang saat kejadian dipakai, kemudian data rambut, gigi, sidik jari, dan data fisik lain terakhir diambil sampel DNA dari keluarga korban.

Setelah jenazah ditemukan, maka dimulailah proses identivikasi postmortem. Pada tahapan ini, data-data yang diperoleh melalui prosedur antemortem dicocokan dengan data postmortem atau yang ada pada jenazah korban. Bila data antemortem dengan postmortem cocok, maka identitas jenazah bisa dikenali.

Ditemukannya penumpang dan kru pesawat bagi keluarga sangat dinantikan. Kalau pun bila ditemukan sudah meninggal, mereka masih bisa memberi penghormatan terakhir dan memakamkannya dengan layak.

Dan yang tidak kalah penting dari proses pemindahan jenazah penumpang ini adalah ditemukannya black box (kotak hitam) yang berisi percakapan terakhir pilot untuk mengetahui penyebab kecelakaan sehingga kecelakaan serupa bisa dihindari di masa yang akan datang.

Lebih baik tidak pernah berangkat daripada tidak pernah sampai, pernyataan tersebut menunjukkan betapa pentingnya persiapan sebelum sebuah pesawat diterbangkan. Seluruh prosedur harus dipatuhi untuk menghindari terjadinya musibah di udara.

Saksikan Barometer Pekan Ini selengkapnya pada tautan video yang ditayangkan Liputan 6 Petang SCTV, Sabtu (10/1/2015) di bawah ini. (Vra/Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.