Liputan6.com, Jakarta - Sebuah video yang viral di media sosial viral mendapat kritikan keras dari warganet. Dalam video tersebut, terlihat seorang bayi yang dirias lengkap dengan momen sebelum dan sesudah diberi makeup.
Video yang diunggah oleh akun TikTok @fayrafahh_makeup itu memancing perdebatan. Pasalnya, kulit sensitif bayi seharusnya dijaga dari paparan produk kosmetik, apalagi yang digunakan adalah produk kosmetik untuk orang dewasa.
Baca Juga
Akun @fayrafahh_makeup diketahui merupakan akun bisnis rias asal Sampang, Madura. Akun tersebut sering membagikan berbagai video hasil riasannya, tapi unggahan mengenai bayi yang dirias banyak disebut mengundang kontroversi.
Advertisement
Tidak lama setelah video tersebut diunggah, komentar warganet mulai berdatangan, sebagian besar mengungkapkan kekhawatiran dan kritik terhadap tindakan merias balita yang dianggap tidak aman. Kulit bayi sangat rentan terhadap gangguan. Oleh karena itu, kebersihan dan keamanan produk yang digunakan pada kulit bayi harus sangat diperhatikan.
Warganet pun mengecam penggunaan makeup pada bayi, yang dikhawatirkan bisa menimbulkan iritasi atau bahkan masalah kesehatan kulit lainnya yang lebih serius. Akun @fayrafahh_makeup akhirnya merespons berbagai kritikan dan terihat sudah menghapus video tersebut .
Dalam pernyataannya, akun makeup artist (MUA) tersebut mengaku bersalah dan minta maaf karena tidak berpikir panjang sebelum menerima permintaan merias bayi. Ia juga memberikan klarifikasi mengenai situasi yang terjadi sebelum proses rias dilakukan.
Menurut penjelasannya, klien yang merupakan ibu dari bayi tersebut datang secara mendadak ke rumahnya dan meminta agar bayinya dirias. MUA tersebut sempat bingung dan mempertanyakan keputusan itu. "Sebenarnya saya sudah bilang seperti ini singkatnya 'Emang gapapa bayinya dimakeup? Gimana nanti hapusnya? Apa nggak bahaya dimakeup gini,’” tulisnya dalam unggahan klarifikasinya pada Sabtu, 28 September 2024.
MUA Minta Maaf
Namun, sang ibu bersikeras tetap ingin merias bayinya karena sedang menggelar sebuah acara keluarga. Permintaan itu akhirnya dituruti dengan memberi saran agar riasannya nanti dihapus menggunakan baby oil untuk menghindari iritasi yang mungkin terjadi pada kulit bayi.
Meski begitu, MUA tersebu tetap menyampaikan permintaan maaf secara penuh. "Mohon maaf atas kesalahan dan keteledoran saya tidak berpikir panjang sehingga menerima job bookingan ini," tulisnya lagi.
Unggahan itu mendapat banyak komentar dari warganet. Sebagian besar memuji permintaan maaf MUA tersebut dan berharap tidak ada lagi orangtua yang meminta anaknya yang masih kecil terutama balita untuk dirias.
"Mengakui kesalahan dan meminta maaf sudah lebih dari cukup 🙌 Yuk upgrade teruss semangat," komentar seorang warganet.
"Jangan jadikan trend lah bayi di make up in, biarin aja bayi muka nya begitu jgn di apa2in,” sahut warganet lain.
"Lah yg parah tuh emaknya kok bisa sampe kepikiran makeup ini anaknya padahal mua ny juga udah tanya lagi," kata warganet yang lain.
"Di tempatku sini pas akikah jg bayinya di make up. tp bkn full make up. cm digambarin alis,dikasi lipstik dkit,bedak tabur dan celak," tulis pengguna yang lain.
"Saya juga seorang mua dan saya juga seorang org tua. Kasus ini bikin saya mikir selain harus jadi mua yg bijak & tegas, kita juga harus jadi ortu yg pinter," ujar warganet lainnya.
Advertisement
Anak-anak Menggunakan Kosmetik yang Mengandung Racun
Di sisi lain, anak-anak di Amerika Serikat (AS) berpotensi menggunakan produk kosmetik mengandung bahan beracun, menurut sebuah studi baru. Produk makeup dan cat tubuh yang dipasarkan khusus untuk anak-anak pun tidak menjamin keamanannya, sebut para peneliti dari Mailman School of Public Health Universitas Columbia dan organisasi nirlaba Earthjustice.
Melansir New York Post, Minggu, 29 Januari 2023, bahan kimia beracun, seperti logam berat, telah dikaitkan dengan efek buruk kesehatan yang serius. Tim gabungan menganalisis hasil lebih dari 200 survei, menemukan 79 persen orangtua mengklaim anak-anak mereka yang berusia 12 tahun atau lebih muda menggunakan kosmetik mainan, termasuk lip gloss, cat wajah, dan glitter.
Studi yang diterbitkan di International Journal of Environmental Research and Public Health ini menunjukkan bahwa sekitar 54 persen anak-anak menggunakan produk tersebut setidaknya sekali per bulan, sementara 12 persen di antaranya menggunakannya setiap hari. Selain itu, 20 persen anak-anak yang disurvei juga memakai produk tersebut selama delapan jam atau lebih, sementara sepertiganya mengaku tidak sengaja mengaplikasikannya.
"Ada semakin banyak bukti bahan berbahaya dalam kosmetik dewasa dan CMBP dimasukkan (ke dalam kosmetik mainan), dan anak-anak lebih rentan secara biologis terhadap efek racun," kata rekan penulis Eleanor Medley.
"Dalam konteks ini, penting untuk mengungkap bagaimana riasan dan produk tubuh digunakan anak-anak guna mengkarakterisasi risiko dan meningkatkan keamanan," tambah Kendall E. Kruchten, rekan penulis studi.
Bahaya Produk Kecantikan Mengandung Merkuri
Studi ini dilakukan saat Negara Bagian New York memperketat undang-undang seputar bahan kosmetik. Mulai 1 Juni 2023, negara bagian AS itu akan melarang penjualan produk kecantikan mengandung merkuri, yang dikenal sebagai neurotoxin, yang sering ditemukan dalam bahan pencerah kulit.
Merkuri, khususnya, telah dikaitkan dengan sejumlah penyakit serius, termasuk kanker tertentu, masalah pernapasan dan ginjal, kehilangan indra tertentu, bahkan kematian. "Anak-anak sangat rentan terhadap risiko kesehatan yang merugikan terkait bahan kimia yang sering ditemukan dalam produk riasan dan tubuh," Dr. Julie Herbstman, penulis studi senior dan profesor Columbia, mengatakan.
Herbstman, yang juga menjabat sebagai direktur Columbia Center for Children’s Environmental Health, menambahkan, "Selain paparan kulit melalui kulit, pola perilaku seperti aktivitas tangan-ke-mulut juga dapat meningkatkan paparan produk melalui konsumsi tidak disengaja."
Ia menjelaskan bahwa perawakan anak-anak yang kecil, laju pertumbuhan yang cepat, perkembangan jaringan dan organ, serta sistem kekebalan yang belum matang menempatkan mereka pada risiko lebih tinggi terhadap papahan bahan kimia berbahaya.
Advertisement