Sukses

Ribuan Orang di Eropa Jadikan Hari Paskah Ajang Unjuk Rasa Dukung Palestina

Ribuan orang di Swedia dan beberapa negara Eropa lain berunjuk rasa bela Palestina bertepatan dengan Hari Paskah.

Liputan6.com, Jakarta - Ribuan orang di ibu kota Swedia, Stockholm, menggantikan perayaan paskah dengan unjuk rasa membela rakyat Gaza sebagai bentuk solidaritas mereka melawan penjajahan Israel terhadap Palestina. Sekitar 5 ribu demonstran berkumpul pada Sabtu, 30 Maret 2024, di Distrik Odenplan, Stockholm.

Dikutip dari trtworld, Senin (1/4/2024), demonstrasi yang diinisiasi oleh organisasi non-pemerintah tersebut menuntut Israel untuk menghentikan kejahatan perang di Gaza. Para demonstran membawa spanduk-spanduk bertuliskan "Anak-anak dibunuh di Gaza", "Hentikan Genosida,", dan "Palestina Selamanya."

Selain spanduk, demonstran turut membawa model peraga yang menampilkan anak-anak Gaza yang menjadi korban perang. Para demonstran ini juga terdengar menyerukan slogan-slogan pro-Palestina.

Samuel Girma, penulis dan aktivitis asal Swedia yang berpartisipasi dalam demonstrasi tersebut, mengatakan kepada AA.com.tr bahwa Israel tidak boleh berpartisipasi dalam Kontes Lagu Eurovision yang akan di adakan di Malmö, Swedia pada 11 Mei 2024. Dikutip dari middleeastmonitor, Samuel mengatakan, "Israel tidak pantas berpartisipasi dalam Eurovision. Negara yang melakukan pembunuhan dan genosida tidak dapat berpartisipasi dalam kontes musik. Israel adalah negara genosida."

Para pengunjuk rasa juga mengkritik Eropa dan AS atas dukungan mereka terhadap Israel. Demonstran juga menuduh mereka terlibat dalam kejahatan perang Israel terhadap warga Palestina. 

Selain di Swedia, ribuan orang juga turun ke jalan di Jerman pada hari yang sama sebagai bagian dari pawai perdamaian Paskah tradisional. Mereka menyerukan diakhirinya perang di Ukraina dan Gaza, menurut laporan media lokal.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Polisi Jerman Pukuli Perempuan Berhijab

Di Berlin, sekitar 3.500 demonstran menyerukan solusi diplomatis atas konflik tersebut melalui negosiasi dan penghentian pengiriman senjata ke Ukraina dan Israel. Para pengunjuk rasa juga mengkritik pemerintah Jerman atas dukungan "tanpa syarat" mereka terhadap Israel.

Demo ini berakhir dengan kericuhan antara pengunjuk rasa dengan polisi. Dilaporkan oleh middleastmonitor, polisi Jerman melakukan kekerasan terhadap salah satu peserta demo di dalam Stasiun Kereta Pusat Berlin. Mereka menyerang seorang perempuan muslim yang terekam dalam sebuah video.

Dalam video yang diunggah di X, sebelumnya Twitter, beberapa petugas polisi terlihat mengelilingi seorang perempuan berhijab, medorongnya hingga jatuh, dan menahannya. Perempuan tersebut mempertanyakan keputusan polisi untuk tiba-tiba menangkapnya.

Bentrokan juga terjadi setelah penangkapan perempuan yang tidak diketahui identitasnya tersebut. Beberapa peserta unjuk rasa memprovokasi polisi hingga terjadi benturan yang berakhir dengan menahan beberapa demonstran oleh Kepolisian Jerman.

Sejak pecahnya serangan Israel di Gaza pada 7 Oktober 2023, tentara Israel telah mengintensifkan operasi militernya di Tepi Barat, meningkatkan laju invasi dan penyerangan di kota-kota besar dan kamp-kamp pengungsi. Hingga Januari 2024, invasi militer Israel di Gaza menyebabkan 23.843 kematian, 60.317 luka-luka, kerusakan infrastruktur besar-besaran, dan bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, menurut pihak berwenang di wilayah Gaza dan PBB.

 

 

3 dari 4 halaman

Israel Peringatkan Negara Eropa yang Hendak Akui Kemerdekaan Palestina

Dikutip dari kanal Global Liputan6.com, Israel menyindir empat negara Eropa yang hendak mengupayakan pengakuan negara Palestina merupakan hadiah bagi terorisme yang akan mengurangi kemungkinan negosiasi penyelesaian konflik antara negara bertetangga.

Spanyol mengatakan pada Jumat, 22 Maret 2024, bahwa atas nama perdamaian Timur Tengah, pihaknya telah sepakat dengan Irlandia, Malta, dan Slovenia untuk mengambil langkah pertama menuju pengakuan kenegaraan yang dideklarasikan oleh Palestina di Tepi Barat yang diduduki Israel dan di Jalur Gaza. 

"Pengakuan atas negara Palestina setelah pembantaian 7 Oktober mengirimkan pesan kepada Hamas dan organisasi teroris Palestina lainnya bahwa serangan teror yang mematikan terhadap warga Israel akan dibalas dengan isyarat politik terhadap Palestina," ujar Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz via platform X alias Twitter.

"Resolusi konflik hanya akan mungkin terjadi melalui negosiasi langsung antar-pihak. Setiap keterlibatan dalam pengakuan Negara Palestina hanya akan menjauhkan pencapaian resolusi dan meningkatkan ketidakstabilan regional," tambah Kats, namun dia tidak merinci resolusi seperti apa yang dimaksudnya. Di sisi lain, diskusi soal gencatan senjata masih berlangsung hingga saat ini.

4 dari 4 halaman

Sejarah Palestina Mendapat Pengakuan Sebagai Negara Merdeka

Palestina memiliki sejarah yang panjang sebagai sebuah negara. Dikutip dari kanal Islami Liputan6.com, pada abad ke-20, masyarakat Arab yang tinggal di wilayah tepi barat Mediterania tersebut sudah dikenal sebagai orang Palestina. Masalahnya, tak sedikit tanah yang ada di wilayah itu menjadi sengketa dengan Israel yang hingga kini belum kelar.

Israel telah mengklaim banyak tanah dan dilakukan selama bertahun-tahun. Hal ini disebabkan karena tidak adanya kesepakatan secara internasional tentang perbatasan wilayah dari Palestina.

Hingga saat ini, Palestina telah mendapatkan pengakuan bilateral dari 139 negara. Meski begitu, Israel masih tetap pada pendiriannya dengan melancarkan serangan-serangan ke Palestina. 

Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) berkampanye demi mendapatkan pengakuan internasional atas negara Palestina di akhir tahun 1980-an. Hal ini membuat banyak negara meningkatkan keterwakilannya dalam PLO di negara mereka menjadi status kedutaan. Selain tindakan itu, pengakuan tersebut sifatnya hanyalah simbolis dan deklaratif.

Pada Oktober 2011, UNESCO setuju untuk menerima Palestina sebagai anggota. Kemudian pada November 2012, Majelis Umum PBB meningkatkan statusnya menjadi 'negara pengamat non-anggota'. Di saat itulah, tidak sedikit negara di Amerika Latin, seperti Brazil, Argentina, dan Cili mengakui negara Palestina di tahun 2010 dan 2011. Mereka juga membangun kedutaan besar di Ramallah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini