Sukses

Kraosan, Ketika Usaha Menganyam Bambu Bantu Berantas Tingginya Pernikahan Dini di Magelang

Tribuana Desy Ariyanti menggagas program bernama Kraosan pada 2019, untuk mengurangi tingginya tingkat pernikahan dini di Magelang yang memiliki akar masalah pada kemiskinan.

Liputan6.com, Jakarta - Misi memberantas kemiskinan adalah mimpi seorang social entrepreneur dan content creator dari Magelang, Tribuana Desy Ariyanti. Untuk mewujudkannya, Desy menggagas program bernama Kraosan pada 2019, yang masih berlanjut hingga sekarang.

Program ini bertujuan mulia, yaitu mengurangi tingginya tingkat pernikahan dini di Magelang yang masalahnya berakar pada kemiskinan. Kraosan diimplementasikan melalui kolaborasi dengan para ibu di pedesaan sekitar Magelang, Jawa Tengah, tepatnya di Kecamatan Borobudur.

Mereka bekerja sama dalam pembuatan kerajinan bambu. Produk-produk ini berhasil dijual hingga ke tingkat internasional.

Keinginan Desy untuk menjadi seorang social entrepreneur sebenarnya telah muncul sejak lama, bahkan sebelum Kraosan berdiri.

"Waktu saya menjalani kuliah di SBM ITB, saya memiliki ambisi seperti kebanyakan lulusan ITB lainnya untuk bekerja di Jakarta atau kota besar lainnya." ujarnya saat mengikuti virtual media briefing Tokopedia, Rabu, 8 November 2023, untuk menyambut Hari Pahlawan.

Namun, kehidupan Desy berubah ketika pada tahun terakhirnya, dia memperoleh beasiswa Australia Awards untuk melanjutkan studi mengenai Small and Micro Enterprises (UMKM) di Monash University, Melbourne. Di sana, Desy menyadari bahwa daerah-daerah yang jauh dari pusat pembangunan di Indonesia memiliki potensi pasar yang besar.

Kesadaran ini membuatnya menyimpulkan bahwa potensi tersebut tidak akan terwujud jika generasi muda memilih untuk bekerja di luar negeri atau di kota-kota besar.

"Sebagai seorang individu, saya bertanya pada diri sendiri, 'bagaimana saya bisa berkontribusi?' Saya memutuskan untuk kembali ke Magelang dan bekerja bersama individu-individu yang tinggal di desa," ucapnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kemiskinan Parah di Magelang

Motivasi inilah yang mendorong Desy untuk kembali ke kampung halamannya dan mencari peluang bisnis yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat di desa. Pada 2019, Desy berkolaborasi dengan sejumlah ibu di daerahnya untuk memproduksi Raos Magelang, makanan ringan yang terbuat dari ketela atau singkong.

Sekitar Desember 2019, seorang ibu dari salah satu desa di Kecamatan Borobudur datang dan menanyakan pembuatan wadah Raos Magelang yang dirancang sendiri oleh Desy. Saat berbincang-bincang, terungkap bahwa kondisi kemiskinan di desa asal ibu tersebut sangat memprihatinkan.

"Data tahun 2018 itu ada 1.972 kasus pernikahan dini, atau sekitar 150 pasangan menikah dini tiap bulannya di Kabupaten Manggelang. Kenapa itu bisa terjadi? Alasannya setelah yang pertama adalah orangtua yang tidak mampu mengirim anak-anak ke sekolah, dan kedua, orangtua yang ingin mengurangi beban ekonomi di keluarganya," paparnya.

Berdasarkan riset tersebut, Desy bersama dengan salah satu temannya mengunjungi desa di Borobudur dan melakukan pemetaan sosial untuk memahami situasi serta relasi sosial di desa tersebut. Pada malam harinya, Desy berdiskusi bersama penduduk desa untuk membahas ide-ide pengembangan desa.

"Kami juga menilik untuk data kemiskinan yang ada di Magelang, di mana data kemiskinan di saat itu lebih tinggi daripada angka kemiskinan nasional, di mana angka kemiskinan nasional sekitar sepuluhan persen, dan di Magelang hampir 12 persen," katanya.

3 dari 4 halaman

Dari Bisnis Makanan Bergeser Menjadi Hampers Berwadah Bambu

Pada saat sesi diskusi, Desy menemukan sebuah wadah pensil bambu yang sangat unik. Bersama temannya, mereka penasaran mengenai produk tersebut dan bertanya kepada warga. Terungkap bahwa produk tersebut telah ada selama delapan tahun, dibuat oleh penduduk desa yang terampil menganyam bambu menjadi keranjang untuk wadah bunga atau timun yang dijual di pasar.

Keranjang tersebut dijual dengan harga sangat murah kepada pedagang perantara, dan tanpa adanya inovasi, para pengrajin bambu hidup dalam kemiskinan. Kualitas produk tersebut meyakinkan Desy dan temannya bahwa mereka menemukan solusi untuk mengatasi masalah kemiskinan desa di Borobudur. Namun, ide tersebut tidak langsung diimplementasikan karena Desy memutuskan tetap fokus pada usaha pembuatan makanannya.

Mendekati 2020, penjualan Raos Magelang menurun akibat pandemi. Desy mempertimbangkan peluang usaha baru dengan membuat hampers, dan berencana menggunakan produk bambu yang pernah ia temukan di desa.

"Kemudian, kami menghubungi salah satu warga desa yang memiliki keahlian dalam membuat produk dari bambu. Kami bertanya, 'apakah bapak bisa membuat ini?' Bapak tersebut menjawab, 'iya, mba, kami akan coba.' Pada saat itulah, bisnis hampers mulai terwujud," ceritanya.

Hampers berwadah bambu tersebut pun berhasil meningkatkan penjualan hingga berlipat-lipat dari penghasilan awalnya. Menariknya, banyak klien yang tertarik untuk membeli wadah bambu yang digunakan dalam hampers tersebut.

4 dari 4 halaman

Banyak yang Tertarik dengan Wadah Hampers

Ketika bisnis hampers sudah selesai setelah lebaran saat itu, banyak konsumen yang menanyakan mengenai wadah kerajinan bambu, khususnya jenis bambu yang digunakan. Pertanyaan mengenai jenis bambu ini sering muncul, dan Desy menjelaskan bahwa mereka menggunakan bambu besek sokase.

Melalui berbagai evaluasi, Kraosan dan produk-produknya terus berkembang dengan peningkatan produksi dan penjualan. Kerja sama antara Desy dan para pengrajin meluas ke beberapa desa di Magelang, Sleman, dan Bantul.

"Jumlah ibu-ibu yang sudah terlibat dalam Kraosan saat ini sekitar 20-an, dan ada juga partisipasi dari para bapak karena kami tetap membutuhkan kontribusi tenaga dari mereka," ungkapnya. Saat ini, terdapat 112 jenis produk Kraosan yang dijual di Indonesia dan mancanegara, termasuk Malaysia, Singapura, Filipina, Brazil, Vietnam, dan Meksiko, dengan rencana ekspansi ke Inggris.

Meskipun ada pembeli di Indonesia yang menganggap harga produk Kraosan terlalu mahal, Desy tetap mempertahankan kebijakannya. Menurutnya, dengan harga lebih tinggi, hal itu membantu memberikan imbalan yang lebih baik kepada para pengrajin, sesuai dengan misi Kraosan untuk mengatasi kemiskinan dan pernikahan dini.

"Berkat upaya tersebut, para perajin kami bisa punya penghasilan sendiri untuk menopang kebutuhan keluarga," ucap Desy.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini