Sukses

Cerita Desa yang Tidak Berdaya Berubah Jadi Penghasil Vanila Unggulan dan Membentuk Koperasi Desa Ekspor Indonesia

Koperasi Desa Ekspor Indonesia melakukan berbagai program untuk memberdayakan para petani di desa-desa Indonesia agar produknya siap bersaing di pasar internasional.

Liputan6.com, Jakarta- Produk-produk Indonesia saat ini mulai mendapatkan perhatian lebih, terutama potensi dari komoditas-komoditas pada bidang agrikultur yang kualitasnya dianggap sudah semakin baikl. Salah satunya adalah vanila yang di antaranya dihasilkan oleh Desa Ekspor Vanila, yang juga merupakan bagian dari Koperasi Desa Ekspor Indonesia,

Mahdalena Lubis, yang merupakan CEO dan Founder Desa Ekspor Vanila menyebutkan, sebelum menyadari adanya potensi vanila muncul sebuah pertanyaan tentang mengapa desa tersebut sulit berkembang. Ia pun mencari tahu tentang sebuah produk unggulan desa yang siap untuk diekspor.

"Setelah itu kita mencari produk unggulan itu apa, karena desa kita adalah desa yang pernah menanam vanila dengan jumlah banyak, jadi kita berinovasi, bagaimana jika kita membuat program unggulan vanila," ungkap Lena kepada Liputan6.com, di acara 2nd Indonesia Premium Coffee Expo & Forum 2023, di Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat, Kamis, 12 Oktober 2023.

Penanaman vanila ini menjadi daya tarik, sehingga Kemendesa PDTT, bersama dengan Samsul Widodo, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal, pada 2020 datang ke Desa Caringin yang berlokasi di Sukabumi, Jawa barat. Setelah kunjungan tersebut dan dibentuklah Desa Ekspor Vanila di Sukabumi, Jawa Barat, yang menjadi cikal bakal terbentuknya Koperasi Desa Ekspor. 

Lena menjelaskan bahwa terdapat tantangan pada awal pembentukan koperasi tersebut, yaitu mengubah desa yang tidak berdaya menjadi berdaya, bagaimana cara meningkatkan percepatan ekonomi desa berbasis komoditas unggulan, yang juga sejalan dengan program Kemendesa PDTT. Selain itu, vanila memiliki waktu panen yang cukup lama yaitu selama 3 tahun, sehingga mengharuskannya untuk ekspansi ke desa-desa penghasil vanila lainnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Terbentuknya Koperasi Desa Ekspor Indonesia

Lena menjelaskan bahwa koperasi tersebut memiliki beberapa prinsip dalam menjalankanya, yaitu mendukung komoditas unggulan lokal, mendukung bisnis lokal UMKM, dan zero waste. Prinsip tersebut diwujudkan melalui partnership dan pemberdayaan terutama kepada wanita dan petani milenial, serta mengangkat ketahanan ekonomi keluarga.

Koperasi ini menaungi dan melakukan pendampingan kepada petani-petani vanilla. Untuk itu, koperasi tersebut berkolaborasi dengan Kementerian Pertanian dan memberikan hampir 35 ribu benih untuk petani yang ada di Sukabumi.  Akhirnya, berdasarkan diskusi tersebut tertariklah Kementerian Desa terutama Samsul Widodo yang mengajak koperasi tersebut untuk melihat dunia luar selain Sukabumi.

Lena yang merupakan CEO dan Founder Desa Ekspor Vanilla tersebut menyebutkan bahwa kerjasamanya dengan Kemendesa PDTT membawanya ke Nusa Tenggara Timur, dalam kerjasamanya tersebut Lena mengungkapkan bahwa ia mengajarkan proses pengeringan.

"Mereka mampu memproduksi tapi pasca panen sangat kurang sekali," ungkapnya.

Akhirnya setelah perjalananya itu, terbentuklah Koperasi Desa Ekspor ini, yaitu Koperasi dengan 1000 Desa Ekspor Indonesia dan juga terbentuklah Asosiasi Petani Vanili Manggarai, di Nusa Tenggara Timur, yang beranggotakan  22 desa dari Kabupaten Manggarai dan Manggarai Barat.

3 dari 5 halaman

Kolaborasi Dengan Berbagai Pihak

Lena juga menyebutkan bahwa koperasi tersebut berkolaborasi dengan berbagai pihak seperti Kementerian Desa, Kementerian Ekonomi, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan (LPEI), dan Kementerian Perdagangan. 

Ia menjelaskan bahwa dengan kolaborasinya dengan LPEI (Lembaga Pemberdayaan Ekspor Indonesia) dari Kementerian Keuangan terdapat beberapa program yaitu pembiayaan ekspor indonesia dan pelatihan UMKM yang ingin melakukan ekspor produk dalam skala kecil misalnya sekilo dua kilo, melakukan pendampingan di desa, dan memberikan benih unggul secara cuma-cuma kepada petani yang memang sudah produksi vanila untuk menambah produksinya. 

"LPEI membantu desa menjadi lebih siap dalam mengekspor seperti disediakan fasilitas laboratorium, sanitary, halal, atau apapun siap dibantu oleh LPEI sendiri," jelas Lena.

Ia juga menyebutkan bahwa koperasi tersebut memberikan bantuan yang bukan berupa uang, tetapi berupa materi edukasi, pelatihan mental, bagaimana memposisikan desa, dan pemberian secara bibit vanila secara gratis untuk menambah produksi para petani.

"Begitulah peran kami, selalu mendampingi dari budidaya sampai siap ekspor," jelas Lena.

4 dari 5 halaman

Vanila Diekspor ke Berbagai Negara

Ia juga menyebutkan bahwa vanila memiliki proses yang cukup panjang dari penanaman hingga siap panen.  "Saat menanam vanila kita perlu menyiapkan inang vanila, melakukan stressing sambil pemupukan, pembungaan di mana bunga dikawinkan satu persatu yang membutuhkan campur tangan manusia, karena tidak bisa dibantu oleh kumbang. Proses tersebut membutuhkan seni yang sulit tapi mengasyikkan karena nilai dari vanila itu sendiri," jelasnya.

"Sehingga inilah yang membuat vanilla itu mahal karena harus menunggu selama 3 tahun, dan bagaimana bersiasat untuk tidak terjadi pencurian karena angka pencurian vanilla cukup tinggi," jelasnya lagi.

"Menaikan dan menurunkan sulur untuk proses stressing memakan waktu 3 bulan, proses pengeringan makan waktu sebulan lebih, proses panjang ini yang menjadikan vanila memiliki harga yang mahal," tambahnya.

Dalam kesempatan tersebut Lena menyebutkan, bahwa produk vanila milikinya sudah diekspor ke berbagai negara di dunia. "Ekspornya rutin ke Jepang setiap bulan, memang ga banyak tapi dengan tiap bulan itu menandakan kita komitmen dengan mutu. Jumlah yang tergolong sedikit itu terjadi karena ada keterbatasan jumlah petaninya," jelas Lena.

5 dari 5 halaman

Produk-Produk yang Dihasilkan Desa Ekspor Vanila

Selain Jepang, Lena menyebutkan bahwa produknya sudah diekspor ke negara lainnya seperti Italia dan Singapura. Beberapa produknya juga digunakan dengan merk lain dan sudah diekspor ke Amerika Serikat dan Rusia. Ia juga menyebutkan bahwa vanila yang diekspor adalah yang sudah diolah berbentuk bean kering, yaitu vanila batang yang sudah kering.Ia juga menyebutkan bahwa kisaran produknya berada di harga Rp1,8 juta--2,5 juta perkilo, tergantung spesifikasi yang diminta oleh pembeli. 

Selain diekspor, juga tersedia produk turunan yang dipasarkan di Indonesia seperti sabun, pasta, dan powder vanila. Untuk ekstrak dan pasta berkisar di antara harga Rp650 ribu–Rp720 ribu perkilonya, powder Rp1,6 juta--Rp2 juta perkilonya. Untuk harga retail powder dan pasta berada di harga Rp45 ribu--Rp125 ribu, yang tersedia dalam ukuran 50ml,100ml,250ml, sampai satu kilo. Untuk produknya yang paling murah yaitu sabun yang dibanderol dengan harga Rp 45 ribu.

Lebih lanjut, Lena menyebutkan bahwa produk turunan tersebut diolah oleh UMKN De Vanilla Jakarta. Sejauh ini produk-produk tersebut hanya tersedia ketika ada pameran, namun kedepannya Lena menyebutkan bahwa akan membuka toko digital di berbagai E-commerce.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.