Sukses

Program Recycle Me Masuk Tahun ke-3, Kesadaran Pilah Sampah Masyarakat Masih Jadi PR

Selain kesadaran memilah sampah yang masih rendah, infrastruktur pengumpulan dan pemilahan sampah masih belum optimal sehingga sampah botol plastik bernilai tinggi kerap tercampur dengan sampah jenis lain.

Liputan6.com, Jakarta - Salah satu cara mengatasi masalah sampah plastik di Indonesia adalah dengan membangun kebiasaan memilah sampah. Namun, habit tersebut belum diadopsi semua orang. Kesadaran memilah sampah masih rendah dengan berbagai faktor penyebab.

Itu pula yang melatarbelakangi Coca-Cola Indonesia kembali menggelar program Recycle Me mulai 6 Oktober hingga 31 Desember 2023. Program daur ulang sampah plastik berinsentif itu sudah memasuki tahun ke-3. Meski sudah dua tahun berjalan, banyak pekerjaan rumah dari pengelolaan sampah yang belum terselesaikan.

"Awareness (memilah sampah dan daur ulang) masih rendah. Masyarakat kita enggak biasa memilah sampah. Ada effort tambahan yang perlu dilakukan. Mesti diterangkan lebih lanjut, kalau perlu, dikasih insentif," ujar Direktor of Public Affairs, Communication, and Sustainabilitu PT Coca-Cola Indonesia, Triyono Prijosoesilo, dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (6/10/2023).

Konsistensi, sambung Tri, menjadi kata kunci. Terlebih, pihaknya menargetkan penggunaan plastik daur ulang 100 persen untuk wadah kemasan produk mereka pada 2030. Di tahun ini, Coca-Cola menargetkan 40 persen dari total produksi minuman karbonasi mereka menggunakan bahan recycled poliethilene terephtalate (rPET) lokal, sisanya masih menggunakan virgin plastic.

"Artinya, kalau kita produksi 1 juta, 1 juta itu target besarnya. Mudah-mudahan Indonesia bisa lebih cepat (capai target) dari 2030). Dengan kemitraan, kita bisa akselerasi lebih cepat. Indonesia bisa jadi contoh di negara-negara lain," katanya.

Target itu diakuinya tak mudah dicapai. Upaya pengumpulan kembali sampah botol plastik masih terkendala infrastruktur pengumpulan yang belum memadai. 

"Infrastruktur collection kita belum bisa optimal, belum milah sampah botol plastik yang high value sehingga perlu effort tambahan. Padahal kalau tercampur, itu persulit proses. Perlu ada pembersihan tambahan, itu nambah cost karena perlu ada orang yang bersihkanya, perlu air, akhirnya harganya jadi kompleks," ia menuturkan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bangun Ekosistem Sendiri

Upaya menciptakan iklim usaha pengolahan sampah plastik lebih bersahabat membutuhkan peran lebih dari banyak pihak, khususnya pemerintah. Tri menyebut hingga saat ini biaya botol plastik daur ulang masih lebih tinggi dibandingkan botol plastik dari plastik virgin.

"Harga jualnya nggak berubah, tapi cost-nya nambah. Kita perlu biaya yang reasonable. Kalau enggak, secara bisnis nanti enggak akan survive," ucapnya.

Di sisi lain, Coca-Cola juga berinisiatif menciptakan ekosistem ekonomi sirkular sendiri. Pihaknya bekerja sama dengan Yayasan Mahija Parahita Nusantara dan Waste4Change untuk mengumpulkan sampah botol plastik dan disalurkan ke pabrik pengolah sampah menjadi biji plastik.

Hal itu untuk memastikan agar plastik daur ulang yang dipakai menjadi botol kemasan baru sepenuhnya memanfaatkan produksi lokal. "Satu dari tiga botol Coca-Cola yang kita pakai sudah pakai yang didaur ulang," kata Tri.

Coca-Cola Indonesia juga menggandeng pihak lain untuk berkolaborasi, termasuk Grab Indonesia. Dalam program Recycle Me, Grab akan menyediakan layanan penjemputan sampah terpilah ke titik pengumpulan yang dikelola Mahija, khususnya di area Jakarta, Bekasi, dan Tangerang.

 

3 dari 4 halaman

3 Faktor untuk Akselerasi Perubahan Kebiasaan Masyarakat

Chief of Public Affairs Grab Indonesia, Tirza Munusamy menekankan pentingnya nilai tambah dari sampah yang dikelola. Menurut dia, hal itu kunci utama agar pengelolaan sampah bisa berkelanjutan. "Jadi, enggak hanya dari lingkungan yang bermanfaat, tetapi juga beri manfaat bagi ekonomi masyarakat," ucapnya.

Ia mengakui bahwa perubahan perilaku masyarakat dalam memilah sampah masih jadi pekerjaan besar. Ada tiga hal yang diperlukan agar perubahan perilaku terjadi. Pertama, harus sesederhana mungkin agar warga tidak merasakan perubahan drastis.

Kedua, teknologi atau layanan yang tersedia bisa digunakan semudah mungkin. Terakhir adalah penggunaan teknologi untuk melacak hasil program yang telah berjalan dan bermitra dengan sebanyak mungkin pihak.

"Jadi, ada evaluasi seberapa berhasil. Katakanlah ada 24 tempat pengumpulan, mana tempat yang paling rame atau enggak. Bagaimana lokasinya atau kemudahan aksesnya. Kita jadi bisa beri insight ke partner," katanya.

Tirza menyebut pada 2022, program Grab Express Recycle sudah mendaur ulang 10 ton sampah. Upaya itu tidak akan berhenti mengingat pada 2030 mereka menargetkan bisa mengurangi 30 persen sampah melalui platform yang dimiliki. 

4 dari 4 halaman

Insentif Program Recycle Me

Program ‘Recycle Me’ akan berlangsung selama tiga bulan. Konsumen yang ingin ikut berpartisipasi bisa mengumpulkan dan mengirimkan delapan botol plastik PET bekas pakai dari semua produk minuman Coca-Cola. Semua botol plastik bekas pakai yang terkumpul akan dikirimkan melalui layanan kirim Grab ke delapan collection center Mahija Parahita Nusantara yang tersedia di wilayah DKI Jakarta, Bekasi, dan Tangerang.

Untuk setiap botol yang didaur ulang melalui program ‘Recycle Me’, konsumen berkesempatan untuk mendapatkan hadiah. Sebanyak 20.000 konsumen pertama yang berpartisipasi dalam program ini berkesempatan untuk menerima potongan harga ongkos kirim hingga Rp. 30.000.

Para konsumen juga berpotensi memperoleh poin reward yang dapat ditukarkan dengan pulsa,token listrik, dan e-wallet senilai maksimal Rp. 15.000 melalui OVO (uang dompet elektronik). Selain itu, konsumen berperan penting dalam memberikan kehidupan baru bagi botol-botol tersebut.

"Di market, kurang lebih 400 ribu ton PET dipakai di seluruh Indonesia, tapi belum semua terdaur ulang menjadi botol. Yang kita lakukan dengan Mahija adalah close loop, daur ulang paling tinggi itu menjadi botol lagi. Kalau pun tak bisa didaur ulang jadi botol, bisa jadi baju, kursi, dan lain-lain. Itu downcycle... Opportunity-nya banyak banget," imbuh Tri.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.