Sukses

Sistem Pengelolaan Sampah di Pulau-Pulau Pesisir Belum Efektif, KLHK Optimistis Capai Target Indonesia Bersih 2025

Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) optimis ingin mewujudkan visi "Indonesia Bersih 2025" yang mencakup 70 persen penanganan sampah yang lebih baik dan 30 persen pengurangan produksi sampah.

Liputan6.com, Jakarta - Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan optimis menyatakan ambisi besar mereka untuk mewujudkan visi "Indonesia Bersih 2025", terutama setelah sukses menurunkan jumlah sampah sekitar 17,34 persen dari total 69,2 juta ton pada 2022. Sesuai dengan peraturan Presiden nomor 97 tahun 2017, target yang ditetapkan mencakup 70 persen penanganan sampah yang lebih baik dan 30 persen pengurangan produksi sampah di tahun 2025.

Untuk mewujudkan target tersebut, KLHK menggandeng mitra internasional seperti GIZ dan ASEAN Secretariat dalam sebuah proyek yang berbentuk Technical Assistance. Kerja sama ini tidak hanya berhenti pada tingkat kementerian, tetapi juga turun ke level daerah, khususnya daerah-daerah pesisir yang menjadi fokus dalam program ini.

Indonesia memang memiliki banyak pulau-pulau pesisir. Sayangnya, banyak di antaranya yang belum memiliki sistem pengelolaan sampah yang efektif. Akibatnya, banyak sampah yang berakhir di laut.

"Jadi memang saya harapkan di GIZ ini juga ada pola-pola atau metode bagaimana pengelolaan sampah yang cocok untuk daerah pesisir. Karena kan beda pasti yang land-based dengan pulau-pulau kecil. Lahan untuk TPA-nya pasti nggak ada, sehingga pengurangan sampah tuh harus dikuatkan," ungkap Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 saat jumpa pers di Jakarta Pusat pada Kamis (21/09/2023).

Rosa menyatakan bahwa 80 persen dari sampah laut berasal dari daratan, sementara 20 persen lainnya berasal dari aktivitas di tengah laut. "Makanya di dalam strategi penanganan sampah laut itu salah satunya bagaimana kita meningkatkan penanganan sampah di daratan," ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pengurangan Sampah oleh Produsen

Rosa menekankan pentingnya strategi terpadu dari hulu hingga hilir dalam upaya pencapaian target "Indonesia Bersih 2025". Strategi ini dimulai dari sumber atau produsen sampah. Tujuannya adalah agar produsen sampah terlibat aktif dalam pengelolaan dan pengurangan sampah yang mereka hasilkan.

Selanjutnya, setelah sampah dipilah dan dikumpulkan, diperlukan pihak yang bertanggung jawab untuk menjemput dan membelinya. Rosa menegaskan bahwa inilah salah satu fokus utama dari strategi yang mereka lakukan.

"Saya mendorong betul bahwa produsen itu untuk menarik kembali sampahnya dengan membangun bank-bank sampah. Mereka kerjasama di situ, jadi masyarakat bisa melakukan hal tersebut," katanya.

Selain itu, Rosa juga menyoroti bahwa tanpa off-taker, proses daur ulang akan terhenti dan upaya pengurangan sampah akan mengalami hambatan. Oleh karena itu, Rosa menekankan pentingnya membangun kerjasama dan jaringan yang kuat antara produsen, bank sampah, pusat daur ulang, dan off-taker.

Strategi selanjutnya yang ditekankan adalah pembangunan ekosistem berbasis circular economy. Konsep ini menekankan bahwa sampah bukanlah benda yang harus dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), melainkan dapat diolah kembali menjadi sumber daya yang bernilai.

Untuk mewujudkan hal ini, diperlukan beberapa fasilitas penunjang. Ada bank sampah berfungsi sebagai mediator antara masyarakat dan pusat daur ulang, TPS 3R (Tempat Pengumpulan Sampah Reduce, Reuse, Recycle), dan TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu).

"Nah yang lain adalah di hilirnya pakai teknologi, pakai RDF, kemudian insinerator untuk listrik, dan sebagainya," ucap dia.

3 dari 4 halaman

Peta Jalan Pengelolaan Sampah

Rosa mengemukakan pandangannya tentang pentingnya tanggung jawab produsen, khususnya dari sektor manufaktur, retail, serta food and beverages, dalam mengatasi masalah sampah. Ada dua hal utama yang dia soroti.

Pertama, produsen diimbau untuk meneliti ulang desain kemasan produk mereka. Tujuannya adalah agar kemasan yang dihasilkan dapat didaur ulang dengan mudah. Dengan desain yang ramah lingkungan, potensi sampah yang dihasilkan dari kemasan produk dapat diminimalisir.

Kedua, Rosa menekankan konsep EPR (Extended Producer Responsibility) yang mengharuskan produsen untuk bertanggung jawab terhadap kemasan produk mereka hingga menjadi sampah. Ini sesuai dengan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 75 tahun 2019 yang membahas tentang peta jalan pengelolaan sampah oleh produsen untuk periode 10 tahun. Rosa memahami bahwa perubahan kemasan, misalnya dari multi-layer plastik yang sulit didaur ulang, membutuhkan waktu. Namun, langkah tersebut penting agar kemasan produk lebih ramah lingkungan.

Rosa juga menambahkan bahwa sudah banyak kabupaten dan kota di Indonesia yang proaktif dalam pengurangan sampah plastik. Sebagai bukti, ada 112 peraturan daerah, termasuk peraturan bupati dan peraturan wali kota, yang mengatur pembatasan penggunaan plastik.

"Jadi ketika kita ke supermarket, ke pasar, di daerah-daerah tersebut kita tidak boleh pakai plastik, kantong kresek. Karena betul-betul kita mau melakukan pengurangan sampah dengan baik," katanya.

4 dari 4 halaman

Gerakan Gaya Hidup Minim Sampah

Selain itu, Rosa menyebutkan upaya Indonesia dalam membangun Regional Kapasitas Center for Clean Seas (RC3S) yang dikelola oleh BPKL di Bali sebagai pusat pembelajaran sampah laut, pusat training dan kursus serta mempromosikan best practices. Ini merupakan langkah penting untuk memperkuat kapasitas nasional dalam mengatasi masalah sampah plastik.

"Saya kira Direktorat Jenderal PPKL saat ini dalam proses memperkuat RC3S sehingga dapat memainkan peran penting dan strategis dalam perang melawan polusi plastik," ucap Rosa.

Rosa percaya bahwa perjuangan melawan krisis sampah plastik harus terus berlanjut dengan memperkuat gerakan gaya hidup yang minim sampah atau bahkan tanpa sampah. Ini mencakup pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mengurangi konsumsi plastik dan cara-cara yang dapat mereka lakukan untuk meminimalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya, pemilahan sampah di sumber menjadi krusial. Dengan memilah sampah sejak dari rumah, kita bisa memastikan bahwa material yang bisa didaur ulang benar-benar masuk ke jalur daur ulang yang tepat.

Selain itu, model bisnis yang mendorong prinsip reuse (menggunakan kembali) dan refill (mengisi ulang) harus dipromosikan lebih luas. Lebih lanjut, upaya meningkatkan collection dan recycling rate harus dilakukan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini