Sukses

Turis Ceritakan Detik-Detik Guncangan Gempa Maroko Magnitudo 6,8 yang Menewaskan Lebih dari 820 Orang

Wisatawan yang terdampar di Maroko menceritakan bagaimana mereka lolos dari gempa magnitudo 6,8 yang mengguncang pada Jumat malam, 8 September 2023, waktu setempat. Para turis akhirnya tidur di depan hotel, beralaskan handuk maupun selimut.

Liputan6.com, Jakarta - Wisatawan yang terdampar di Maroko menceritakan bagaimana mereka lolos dari gempa magnitudo 6,8 yang mengguncang pada Jumat malam, 8 September 2023, waktu setempat. Sejauh ini, gempa Maroko telah mencatat lebih dari 820 korban jiwa.

Melansir Daily Mail, Sabtu (9/9/2023), gempa terbesar di Maroko dalam lebih dari 120 tahun itu terjadi di selatan Marrakesh. Selain korban meninggal dunia, guncangan gempa itu juga menyebabkan lebih dari 670 orang terluka.

Di malam nahas itu, turis yang berada di Marrakesh bercerita terbangun karena suara sirene ambulans. Berbicara eksklusif pada Mail Online, turis Inggris Debra Wilton, yang tiba di Rui Tikida Garden Hotel di Marrakesh bersama suaminya dua jam sebelum gempa terjadi, mengatakan bahwa hotel tersebut mengalami "kekacauan mutlak."

Menceritakan detik-detik gempa Maroko, ia berkata, "Kami tiba dan menuju ke bar, dan saat itulah gempa terjadi. Seluruh bangunan berguncang, sungguh menakutkan. Staf berlarian seperti ayam tanpa kepala, perwakilan TUI (agen perjalanan Inggris) kami tidak tahu harus berbuat apa. Itu sungguh mengerikan."

Meski tidak ada tamu di hotel yang terluka, Wilton mengatakan bahwa seorang anggota staf terluka, namun ambulans tiba dengan cepat untuk membawa mereka ke rumah sakit. "Suami keponakan saya dan tamu lain harus menggunakan linggis untuk membantu tiga orang yang terjebak di dalam lift. Tidak ada rencana darurat yang nyata," imbuhnya.

"Kami semua kemudian disuruh tinggal di luar dan harus bermalam di depan hotel, tidur di atas handuk dan selimut. Benar-benar menghebohkan," ia menyambung. Wilton juga berbagi, di antara tamu yang diminta tinggal di luar gedung hotel, terdapat beberapa orang yang menggunakan kursi roda, serta orang lanjut usia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pengalaman yang Menegangkan

Wilton menyambung, "Kami baik-baik saja, kami hanya terkejut. Hotelnya rusak, tembok retak, banyak plester hilang di kamar lantai tiga. Orang-orang tidak tahu apakah mereka aman untuk tidur."

Abhay Ashiani (25), turis dari Aylesbury, Buckinghamshire, Inggris, saat ini berada di Marrakesh bersama dua temannya. Ia menggambarkan gempa tersebut sebagai "pengalaman yang menegangkan," berkata, "Kami keluar untuk makan malam dan berada di rooftop."

"Tiba-tiba semuanya berguncang, orang-orang berebut (turun). Kami melihat kepulan asap besar keluar dari menara di alun-alun," tuturnya. "Awalnya saya mengira ini adalah tindakan terorisme untuk kemudian menyadari bahwa ini gempa bumi dan kami harus keluar."

"Kami menghabiskan sepanjang malam duduk di tepi kolam renang di kursi kolam renang, tapi stafnya luar biasa, membawakan kami minuman dan handuk untuk membuat kami tetap hangat," ia menyambung.

Ashiani mengatakan, Marrakesh seperti "kota hantu" pada Sabtu pagi. "Ada banyak orang yang membersihkan puing-puing, orang-orang dengan koper hanya duduk-duduk, tampak tanpa tujuan, jalan-jalan diblokir, semua orang melakukan tugasnya untuk terlibat dan membantu membersihkan (puing bangunan akibat gempa)," ia berbagi.

 

3 dari 4 halaman

Gempa Berlangsung Antara 20 Detik sampai 1 Menit

Ashiani berkata, "Kami belum mendengar apapun dari pemerintah. Saya belum mendapat informasi dari RyanAir dan cukup sulit untuk menghubungi mereka. Teman-teman saya sedikit terguncang, tapi saya senang kami bisa tetap bersama."

Cerita lainnya datang dari turis Amerika Serikat (AS), Laneishia Waters, yang tiba di Marrakesh pada Jumat, 8 September 2023, pukul 11 ​​pagi, waktu setempat. Ia mengatakan pada Mail Online bahwa gempa yang berlangsung antara 20 detik hingga satu menit itu "mengejutkan mereka."

Waters berkata, "Seluruh bangunan bergetar. Itu menakutkan, karena di pantai timur Amerika, kami mendengar cerita tentang pemboman, tapi tidak mengalami gempa. Ketika membuka (pintu) apartemen sewaan di lantai lima, gedung itu sangat sunyi, kecuali suara beberapa orang yang berlari menuruni tangga ke luar."

"Kami mengenakan pakaian dan sepatu kami dan mengikutinya. Ada begitu banyak orang yang berkerumun, beberapa tidak mengenakan sepatu dan begitu banyak orang berada di luar, suasana begitu sunyi. Anda mengharapkan kebisingan kota, tapi hanya mendengar ambulans."

"Pagi ini, kami terbangun dan melihat lebih dari 600 orang tewas dan sirene ambulans terus terdengar. Bangunan (tempat kami tinggal) retak, dan ketika kami berjalan ke salah satu bagiannya, kami dapat mendengar bangunan baru ini berderit."

 

4 dari 4 halaman

Tidur di Luar Bangunan Hotel

Sementara itu, turis Inggris lain menggambarkan tidur di kursi berjemur semalaman atau di rumput di luar hotel mereka. Helen Morris, yang menginap di Riu Tikida Gardens Hotel, mengatakan, "Hotel ini mengalami beberapa kerusakan, tapi untungnya semua orang tampak sehat setelah pengalaman yang cukup mengerikan."

"Kami sangat beruntung bahwa perwakilan hotel dan TUI berupaya semaksimal mungkin menjaga kami dalam situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi kami semua. Berdoalah untuk rakyat Maroko di saat yang sangat sulit bagi mereka."

"Itu adalah pengalaman yang cukup traumatis. Kami baru saja mencoba untuk tidur ketika bencana melanda. Butuh beberapa detik untuk menyadari apa yang terjadi," imbuhnya.

"Kami mencoba berlindung di bawah meja di dalam kamar. Lukisan mulai berjatuhan dari dinding, semuanya bergetar hebat dan suara gemuruh (terdengar) sangat keras. Setelah sekitar 30 hingga 40 detik, kami melarikan diri ke luar dan tetap di sana sepanjang malam."

"Semua orang berteriak, berlari. Banyak orang gemetar karena terkejut, lama setelah gempa berhenti. Kami harus menjauh dari gedung, yang berarti kami harus tidur di depan hotel, juga jauh dari kolam renang, karena kedekatannya dengan gedung."

"Kami tidur di lantai beton atau rumput dengan handuk kolam sebagai selimut, yang dibagikan staf hotel pada malam hari. Sayangnya kami tidak bisa menggunakan kursi berjemur," tambahnya.

"Kami dijadwalkan terbang pulang pada Senin dan saya membayangkan rencana itu tidak akan berubah, kecuali keadaan berubah. Saya sudah melihat-lihat penerbangan, tapi sepertinya semuanya penuh, jadi kami baru bisa pulang beberapa hari lagi," tandasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini