Sukses

Nadiem Makarim Didukung Resmikan Aturan Tidak Wajibkan Mahasiswa Buat Skripsi, Keluhan Dipersulit Lulus Muncul

Aturan mahasiswa tidak wajib skripsi untuk lulus S1 tertuang dalam Peraturan Mendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Berlaku sejak kapan?

Liputan6.com, Jakarta - Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, tidak lagi mewajibkan skripsi jadi syarat kelulusan bagi mahasiswa S1 mendapat dukungan online. Di kolom komentar unggahan terbarunya, warganet, yang kemungkinan besar adalah mahasiswa, meminta aturan ini dibuat secara mengikat.

"Kalau dikembalikan ke kebijakan kampus, pasti akan tetap diwajibkan (membuat skripsi untuk lulus S1). Banyak dosen mempersulit mahasiswa, pak," curhat salah satunya. Ada juga yang menulis, "Ayo pak laksanakan gebrakan di kampus. Skripsi tidak wajib lagi. Saya juga sudah ikut penelitian, tapi belum diluluskan."

"Kadang yang bikin susah (bagi) mahasiswa proseduralnya seolah-olah ingin menahan dan memperlama (lulus). Alhasil, harus pontang-panting buat bayaran skripsi," imbuhnya.

"Percepat hapus skripsi pak. Gara-gara skripsi yang cuma 6 SKS, 100 lebih SKS yang sudah diperjuangkan dari semester 1--7 jadi tidak ada gunanya sama sekali!" sahut pengguna berbeda, sementara ada pula yang berkomentar, "Tolong pak Nadiem langsung saja buat aturan syarat lulus S1 opsional tidak perlu bikin skripsi."

"Kalau syarat memperoleh (gelar) S1 dari kampus, menurut saya kampus akan cenderung memilih tetap bikin skripsi. Tolong pak langsung saja teken aturan dari Kemendikbud: kampus yang tidak mau mengikuti langsung saja turunkan akreditasinya. Maju sidang proposal di kampus saya (Rp)700 ribu, sidang skripsi (Rp)3 juta," papar seorang warganet yang setuju akan penghapusan skipsi sebagai syarat wajib lulus S1.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Mengurangi Tekanan pada Mahasiswa

Seorang pengguna berbeda menanggapi dengan menulis, "Saya rasa program KKN bisa jadi syarat kululusan, karena dengan itu kita sudah jadi miniatur untuk merealisasikan ilmu, memberi inovasi, dan aksi nyata yang diperlukan di masyarakat."

Komentar panjang lainnya berbunyi, "Mas @nadiemmakarim, saya sepenuhnya mendukung keputusan Mas Menteri untuk mentiadakan atau tidak mewajibkan skripsi sebagai tugas akhir kuliah. Meski skripsi memiliki nilai penting dalam pengembangan akademik, mungkin dengan adanya keputusan ini dapat membantu mengurangi tingkat stres dan tekanan pada mahasiswa."

"Dengan menggantinya dengan alternatif lebih fleksibel dan praktis, seperti proyek berbasis tim atau portofolio, mahasiswa dapat memiliki pengalaman kuliah yang lebih seimbang dan mempersiapkan mereka dengan lebih baik untuk tantangan dunia kerja. Semoga segera terealisasikan di seluruh kampus-kampus Indonesia," harapnya.

"Ayo dosen-dosen kita cari proyek-proyek seru buat tugas akhir mahasiswa," timpal seorang pengguna. "Secepatnya yaaa Pak (skipsi tidak lagi jadi syarat wajib lulus S1) soalnya saya udah stress. Sempro sampe dua kali karna dipersulit dosen," aku yang lain.

3 dari 4 halaman

Tertuang dalam Peraturan Menteri

Aturan mahasiswa tidak wajib skripsi untuk lulus S1 tertuang dalam Peraturan Mendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Hal tersebut disampaikan Mendikbudristek saat meluncurkan program Merdeka Belajar Episode ke-26 bertajuk "Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi."

Mengutip situs web Kemendikbudristek, peraturan baru ini telah ditetapkan sejak 16 Agustus 2023 dan tercatat dalam perundangan pada 18 Agustus 2023. Status peraturan Menteri tersebut kini sudah mulai berlaku.

Terdapat dua aspek dalam kebijakan ini yang dinilai mampu mentransformasi pendidikan tinggi, lapor Antara. Pertama, memerdekakan standar nasional pendidikan tinggi, dan memberlakukan sistem akreditasi pendidikan tinggi yang meringankan beban administrasi dan finansial.

Standar nasional pendidikan tinggi yang "lebih memerdekakan," katanya, dilakukan dalam pengaturan framework dan tidak lagi bersifat perspekriptif dan detail, termasuk tentang pengaturan tugas akhir mahasiswa. Standar nasional pendidikan tinggi yang semula "kaku dan rinci " dinilai menghasilkan proses pembelajaran yang kurang leluasa sehingga tidak bisa disesuaikan dengan "kebutuhan keilmuan dan perkembangan teknologi."

4 dari 4 halaman

Transformasi Standar Penelitian dan Standar Pengabdian

Nadiem mencontohkan syarat kelulusan yang tidak relevan dengan zaman sekarang, serta alokasi waktu yang diatur dalam Satuan Kredit Semester (SKS). Transformasi juga menyasar perubahan standar penelitian dan standar pengabdian yang dianggapnya lebih memerdekakan.

Beberapa perubahan yang dicanangkan Mendikbudristek, yakni penyederhanaan lingkup standar penelitian dan pengabdian pada masyarakat, dari semula delapan jadi tiga standar, penyederhanaan pada standar kompetensi lulusan, serta penyederhanaan pada standar proses pembelajaran dan penilaian.

Kebijakan baru ini pun mengatur pokok perubahan sistem akreditasi pendidikan tinggi. Ini termasuk menyederhanakan status akreditasi pendidikan tinggi, pemerintah menaggung biaya akreditasi wajib, dan proses akreditasi dapat dilakukan pada tingkat unit pengelola program studi.

"Perubahan tidak dapat dilakukan tanpa kolaborasi seluruh pihak. Kemendikbudristek bersinergi dengan seluruh pemangku kepentingan untuk mewujudkan transformasi pendidikan tinggi," kata Nadiem. "Pendidikan tinggi berperan penting sebagai pendorong pertumbuhan yang berkelanjutan, persiapan sumber daya unggul, dan jadi tulang punggung inovasi."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.