Sukses

Pohon Ginkgo Berusia 100 Tahun Terancam Ditebang demi Proyek Perumahan Mewah

Sebuah kabar datang dari Negeri Sakura, Pohon Ginkgo yang berusia 100 tahun terancam ditebang akibat dari rencana pembangunan komplek real estat di Tokyo, Jepang.

Liputan6.com, Jakarta - Kelangsungan hidup pohon ginkgo berusia 100 tahun terancam akibat rencana proyek pembangunan komplek perumahan mewah di Tokyo, Jepang. Dilansir dari Japan Today, Senin, 28 Agustus 2023, Gubernur Tokyo Yuriko Koike menyetujui rencana pembangunan tersebut pada awal tahun ini.

Mitsui Fudosan, seorang pengembang yang juga membangun sepasang gedung pencakar langit setinggi 200 meter di Jingu Gaien, berencana untuk menebang pohon berharga itu di salah satu dari sedikit kawasan hijau di Tokyo. Dia juga akan merobohkan serta membangun kembali stadion rugby bersejarah dan stadion bisbol yang berlokasi bersebelahan.

Pembangunan kembali yang direncanakan akan selesai dalam waktu lebih dari satu dekade itu memicu protes dari para aktivis lingkungan, kelompok masyarakat, penduduk lokal, dan penggemar olahraga. Pasalnya, tidak hanya satu tapi 18 pohon ginkgo di belakang stadion rugby kemungkinan besar akan ditebang.

Dilansir dari Japan Today, Senin, 28 Agustus 2023, Miho Nakashima menggelar protes atas keputusan pembangunan komplek perumahan mewah tersebut dengan berdiri di samping pohon ginkgo yang berusia 100 tahun. Ia terlihat mengecat tubuhnya dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan gambar dedaunan hijau dan cabang coklat.

Pesannya jelas, dan dia mengulanginya sambil berdiri di jantung kawasan taman Jingu Gaien, Tokyo. Protes tersebut didasari oleh ketidaksetujuan pada penebangan pohon ginkgo yang kesuciannya terancam oleh sengketa rencana pengembangan real estat.

"Aku adalah pohon," katanya. "Jangan tebas aku," ujarnya dalam protes tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dampak Negatif Konstruksi

Protes juga diikuti Takayuki Nakamura. Ia berada di antara ratusan protestan yang berkumpul pada Minggu, 27 Agustus 2023, dengan menempelkan wajahnya ke kulit pohon dan berdoa. Area itu diperuntukkan untuk menghormati Kaisar Meiji Jepang 100 tahun yang lalu.

"Saya ingin mengapresiasi keberadaan pohon-pohon ini. Kadang-kadang saya bisa merasakan beberapa suara di dalam," katanya.

Novelis Jepang Haruki Murakami juga menentang rencana tersebut. Dukungan serupa juga ditunjukkan oleh Ryuichi Sakamoto, yang merupakan seorang komposer dan musisi asal Jepang. Ia menunjukan ketidaksetujuannya dengan mengirimkan surat terbuka kepada Koike berisi cemoohan rencana tersebut, beberapa hari sebelum kematiannya pada 28 Maret 2023.

Titik utama konflik yang terjadi adalah mengenai pepohonan, ruang hijau, dan siapa yang akan menguasai area publik tersebut yang telah dirambah selama bertahun-tahun. Permasalahan lainnya adalah nasib lebih dari 100 pohon ginkgo yang berjejer di sepanjang jalan di area tersebut, yang menghasilkan dedaunan warna-warni yang berguguran setiap musim gugur.

Ahli botani menerangkan bahwa konstruksi apapun pasti akan menyebabkan kerusakan. Kritikus mengatakan bahwa rencana pembangunan tersebut dilaksanakan dengan sangat buruk, serta penilaian lingkungan yang gagal karena pengembang real estat mengambil lahan yang diperuntukkan sebagai milik publik dan mengubahnya menjadi usaha komersial swasta.

3 dari 4 halaman

Politikus Dianggap Jadi Biang Kerok

Stadion rugby bersejarah yang akan dibangun kembali pernah digunakan selama Olimpiade 1964. Stadion tersebut juga pernah digunakan oleh Babe Ruth, seorang pemain bisbol asal Amerika, yang bermain bersama pemain Amerika lainnya saat menghadapi pemain terbaik Jepang di stadion tersebut pada 1934.

Proyek ini juga menyoroti hubungan antara para aktor utama dalam proyek tersebut, yaitu gubernur, Mitsui Fudosan, dan Meiji Jingu, dan sebuah organisasi keagamaan yang memiliki sebagian besar lahan yang direncanakan untuk dibangun kembali.

"Pembangunan kembali taman tersebut jelas merupakan isu publik," kata Koichi Nakano, seorang ilmuwan politik di Universitas Sophia, kepada The Associated Press awal tahun ini. "Pada saat yang sama, mereka (politisi) dapat mengklaim bahwa itu adalah keputusan pribadi organisasi keagamaan dan pengembang," ujarnya.

"Tetapi karena Jingu Gaien juga merupakan taman umum dengan fasilitas olahraga, politisi dapat dan memang ikut campur dalam pengambilan keputusan. Hal ini menghasilkan hubungan yang nyaman dan mungkin bersifat kolusi di antara orang dalam yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada publik," ujarnya.

4 dari 4 halaman

Pembangunan Korbankan Paru-Paru Kota

Sekitar 1.500 pohon ditebang di area yang sama untuk membangun stadion senilai 1,4 miliar dolar AS atau sekitar Rp21,3 triliun untuk Olimpiade Tokyo. Olimpiade juga memungkinkan kota untuk mengubah undang-undang zonasi, yang mungkin mengizinkan pengembang untuk merambah lebih lanjut kawasan taman.

"Ini seperti membangun gedung pencakar langit di tengah Central Park di New York," kata Mikiko Ishikawa, seorang profesor emeritus di Universitas Tokyo, kepada The Associated Press.

Pengembang beralasan kedua fasilitas olahraga tersebut tidak bisa direnovasi dan harus diratakan. Namun, Stadion Koshien yang berada di dekat Kobe, yang dibangun pada 1924, telah direnovasi selama 15 tahun terakhir, sama seperti Fenway Park (1912) di Boston, dan Wrigley Field (1914) di Chicago juga masih layak untuk dipergunakan sebagai stadion dua tim MLB paling terkenal.

Meiji Kinenkan, aula resepsi bersejarah, dibangun pada 1881 dan masih digunakan secara luas di Jingu Gaien tanpa ada seruan untuk dibongkar.  

"Perusahaan-perusahaan pengembang mencoba menebang lebih banyak pohon dan membuat kawasan bisnis menjadi besar," kata Nakashima sambil melukiskan daun di pipinya. "Taman ini memiliki sejarah yang sangat panjang dan harus diselamatkan."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.