Sukses

Tanggapan Produsen soal Panduan WHO tentang Pemanis Buatan: Diet Perlu Dilakukan Menyeluruh Tak Hanya Kurangi Gula

Rilis WHO tentang pemanis buatan ditanggapi dokter dan pelaku industri, bahwa diet harus dilakukan secara menyeluruh bukan dari mengurangi asupan gula saja tapi termasuk kandungan lemak dan garam.

Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan buku panduan terbaru mengenai penggunaan gula subtitusi. Di dalamnya, WHO tidak merekomendasikan penggunaan pemanis buatan untuk diet penurunan berat badan.

Hal itu berdasarkan kajian sistematis yang ditemukan WHO. Penggunaan pemanis buatan atau pemanis non-gula (NSS) dikatakan tidak bermanfaat jangka panjang dalam mengurangi lemak tubuh baik pada orang dewasa maupun anak-anak.

Menanggapi hal tersebut, dr. Tunggul D. Situmorang, SpPD-KGH, Past President InaSH (Indonesian Society ofHypertension) menyebut rilisan baru tersebut tak perlu disanggah lagi. "Saya kira kalau sudah statement dari WHO berarti sudah penelitian yang sangat-sangat tidak perlu lagi (dipertanyakan)," ungkapnya saat ditemui di acara #BeatHypertension 2023 di Jakarta, Rabu, 17 Mei 2023.

Namun, pihak produsen seperti Tropicana Slim meresponsnya lebih diplomatis. Brand Manager Tropicana Slim, Noviana Halim mengatakan panduan WHO itu dipandang tidak bertujuan untuk mengatakan pemanis non-gula tidak disarankan untuk orang berdiet.

"(Bahwa) jangan sampai kita menurunkan berat badan semata-mata mengandalkan pada diet yang sugar free tanpa melihat keseimbangan makno nutrisi lainnya seperti lemak, garam, kalori," jelasnya saat ditemui Liputan6.com.

Menurutnya, rilisan WHO setebal 90 halaman tersebut harus dibaca dan dipahami sesuai konteksnya. Dalam hal ini adalah dalam mengontrol berat badan juga perlu mengadopsi pola hidup sehat, termasuk pola makannya. "Sehingga tidak bisa, mau diet jadi take out aja gulanya, terus aku nggak liat yang lain," sambung Noviana. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Diet Seimbang Agar Terhindar dari Gangguan Metabolisme

Seperti produsen makanan dan minuman umumnya, Noviana menyatakan bahwa produk bebas gula telah melalui penelitian sebelum diproduksi. "Bisa dibilang gula sebagai penyelamat rasa. Kalau gula dihilangkan, biasanya sebagai gantinya lemaknya jadi tinggi atau biar gurih garamnya jadi tinggi," kata dia.

Jika konsumsi lemak dan garam meningkat, penyakit metabolisme juga mengintai. Salah satunya penyakit kardiovaskular yang disebabkan konsumsi tinggi lemak jenuh. Sementara, mengonsumsi makanan tinggi garam bisa berpotensi hipertensi.

Perilaku gaya hidup sehat dengan berolahraga juga diperlukan orang yang berdiet. Menurut Noviana, sebelum ada rilis WHO pihaknya sudah membuat produk sudah melalui penelitian bahwa diet harus berimbang.

"Jadi, filosofi semua produk kita itu bisa dilihat dengan tiga kategori. Misalnya merah kendali lemak garam dan sebagainya, untuk logo kuning pada umumnya produk seperti cookies yang manis maka dibuat bebas gula. Lalu yang biru kendali lemak, sehingga sejak awal tidak bisa produk hanya bebas gula, rendah lemak dan rendah garam," ia menerangkan.

3 dari 4 halaman

Tak Bantu Mengontrol Berat Badan

"Mengganti gula bebas dengan pemanis non-gula tidak membantu orang mengontrol berat badannya dalam jangka panjang," kata Francesco Branca, direktur departemen nutrisi dan keamanan pangan WHO, dikutip dari CNN, Selasa 16 Mei 2023.

Ia menyambung, "Kami memang melihat penurunan ringan pada berat badan dalam jangka pendek, tapi itu tidak akan bertahan lama."

Branca mengungkapkan panduan itu berlaku untuk semua orang, kecuali mereka dengan diabetes sebelumnya. Alasannya adalah tidak ada penelitian dalam tinjauan yang menyertakan penderita diabetes dan penilaian tak dapat dilakukan.

Tinjauan itu pun menunjukkan mungkin ada "potensi efek yang tidak diinginkan" dari penggunaan pengganti gula jangka panjang, seperti peningkatan risiko diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular. Tapi, Branca menyebut 'rekomendasi ini tidak dimaksudkan untuk mengomentari keamanan konsumsi'.

"Apa yang dikatakan panduan ini adalah bahwa jika kita mencari pengurangan obesitas, pengendalian berat badan atau risiko penyakit tidak menular, sayangnya itu adalah sesuatu yang tidak dapat ditunjukkan oleh sains," katanya. "Itu tidak akan menghasilkan efek kesehatan positif yang mungkin dicari beberapa orang." 

 

4 dari 4 halaman

Pemanis Non-gula di Minuman dan Makanan Kemasan

Pemanis non-gula banyak digunakan sebagai bahan makanan dan minuman kemasan, terkadang juga ditambahkan ke makanan dan minuman langsung oleh konsumen. WHO mengeluarkan pedoman tentang asupan gula pada 2015, merekomendasikan supaya orang dewasa dan anak-anak mengurangi asupan gula bebas harian hingga kurang dari 10 persen dari total asupan energi mereka.

Menyusul rekomendasi itu, minat terhadap alternatif gula meningkat, kata tinjauan tersebut. Sebanyak 283 studi dimasukkan pada tinjauan.Kedua uji coba terkontrol secara acak, dianggap sebagai standar emas penelitian, dan serta studi observasional dimasukkan. Studi observasi hanya bisa menunjukkan hubungan, bukan sebab dan akibat langsung.

Hasil dari percobaan acak menemukan penggunaan pemanis non-gula memiliki dampak "rendah" untuk penurunan berat badan dan asupan kalori jika dibandingkan dengan gula, serta tidak ada perubahan pada penanda diabetes, seperti glukosa dan insulin, menurut laporan tersebut. Studi observasi ikut menemukan dampak yang rendah pada berat badan dan jaringan lemak, tapi tidak ada perubahan asupan kalori.

Laporan itu pun mencatat, berdasarkan hasil penelitian ditemukan peningkatan risiko yang rendah untuk diabetes tipe 2, tekanan darah tinggi, stroke, penyakit jantung dan kematian akibat penyakit jantung. Risiko yang sangat rendah turut ditemukan pada kanker kandung kemih dan kematian dini akibat penyebab apa pun.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.