Sukses

TripAdvisor Berjibaku Atasi Ulasan Palsu Buntut Munculnya ChatGPT

TripAdvisor mengeluarkan laporan transparansi tinjauan yang di dalamnya mengklaim menemukan 4,4 persen ulasan yang dibuat adalah palsu.

Liputan6.com, Jakarta - Program percakapan hasil kecerdasan buatan (AI), seperti ChatGPT, dinilai sebagai tantangan nyata bagi platform ulasan seperti TripAdvisor. Situs-situs ini harus menerapkan alat dan keahlian baru untuk memeriksa apakah ulasan yang ditinggalkan pengguna dapat dipercaya.

Mengutip laman The Star, Rabu, 19 April 2023, perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat itu baru-baru ini menerbitkan "Laporan Transparansi Tinjauan." Isinya menyoroti bagaimana platform tersebut menemukan ulasan palsu.

TripAdvisor selama ini menjadi salah satu acuan banyak wisatawan untuk merencanakan perjalanan, baik dalam mencari restoran atau hotel untuk liburan berikutnya, maupun menjelajahi ide untuk hari-hari dan aktivitas. Ulasan yang ada bisa sangat membantu turis yang tidak memilliki informasi lokal tentang suatu tempat, terutama di luar negeri.

Komentar dari para pelancong yang sudah pernah ke sana dapat memberi calon traveler gambaran tentang pengalaman yang menanti. Namun terkadang, ulasan palsu dan curang dapat masuk ke platform tersebut, menodai reputasi situs ulasan. Faktanya, beberapa pelancong sekarang mungkin mempertanyakan apakah mereka dapat mempercayai apa yang mereka baca.

TripAdvisor menyadari hal itu dan bergegas mengambil tindakan. Untuk menyoroti praktik moderasi situs, TripAdvisor baru-baru ini menerbitkan "Laporan Transparansi Tinjauan" yang menjelaskan bahwa, untuk data 2022, 30,2 juta ulasan diunggah oleh 17,4 juta anggota situs.

Lebih dari setengahnya ditulis dari negara Eropa (51,86 persen) dengan proporsi terbesar berikutnya berasal dari Amerika Utara (25,21 persen). Dalam konteks ini, jumlah ulasan yang ditetapkan sebagai palsu atau penipuan oleh TripAdvisor berjumlah sekitar 1,3 juta posting, atau 4,4 persen. Menurut platform, 72 persen dari mereka terdeteksi bahkan sebelum mereka terlihat, dan sebanyak 78,80 persen kasus ulasan meragukan yang dilaporkan ditangani dalam waktu kurang dari enam jam.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sumber Asal Penulis Ulasan Palsu di TripAdvisor

Ada dua metode dilakukan dalam riset tersebut, dimulai dengan algoritma yang melakukan sebagian besar pengurutan. Tim moderator melengkapi ini dengan menyelidiki lebih lanjut untuk memverifikasi apakah suatu ulasan benar-benar valid.

Tidak hanya pertanyaan untuk menentukan apakah ulasan yang diberikan sesuai dengan ketentuan penggunaan TripAdvisor, tetapi terutama menyelidiki apakah ulasan negatif mungkin berasal dari perusahaan pesaing atau, sebaliknya, apakah ulasan cemerlang mungkin berasal dari orang yang terkait erat kepada bisnis yang bersangkutan. Selain itu, mereka mengklaim dapat mendeteksi ulasan yang diunggah oleh pekerja yang dibayar untuk tugas ini.

Dilaporkan bahwa jenis ulasan palsu ini cenderung berasal dari negara tertentu, seperti India, dengan 15,68 persen dari ulasan palsu ini ditulis. Konten menyesatkan ini juga berasal dari Rusia (13 persen), disusul Amerika Serikat (8,18 persen), Turki (6,60 persen), dan Italia (5,95 persen).

Pada saat kecerdasan buatan menjadi sorotan, dan mengingat banyak kemungkinan yang ditawarkan oleh ChatGPT, chatbot AI yang dikembangkan oleh OpenAI, teknologi ini merupakan tantangan baru bagi TripAdvisor, kata platform Amerika tersebut. Jika perusahaan mengidentifikasi AI sebagai inovasi utama, mereka juga menyadari bahwa alat ini dapat digunakan sebagai cara untuk "memanipulasi konten".

"Tim 'Kepercayaan & Keamanan' kami akan terus memantau penggunaan alat ini di platform dan akan mengambil semua langkah yang tersedia untuk tetap berada di depan ancaman terhadap integritas merek TripAdvisor," kata platform tersebut, AFP melaporkan.

3 dari 4 halaman

Beri Label Hotel 'Anti-Kritik'

Sebelumnya, TripAdvisor juga menerapkan tindakan tegas terhadap hotel-hotel yang dianggap anti-kritik. Hal itu menyusul tindakan hukum yang diambil sebuah hotel pada seorang ekspatriat Amerika akibat ulasan negatif di platform tersebut dan membuatnya dipenjara.

Pada Juli 2020, Wesley Barnes menulis bahwa ia dilayani 'staf yang tidak ramah' dan menuduh Sea View hotel and spa di Pulau Koh Chang sebagai wujud perbudakan modern menyusul perselisihan tentang biaya membawa anggur ke hotel. Pihak resor kemudian menuntut Barnes dan dia dipenjara selama dua hari dengan tuduhan melanggar pasal pencemaran nama baik di bawah Undang-Undang Thailand.

Akibat tindakan pihak hotel, TripAdvisor pun memberi peringatan kepada calon tamu bahwa ulasan mereka bisa saja mengantar mereka masuk penjara. "Hotel mungkin telah menggunakan hak hukumnya berdasarkan undang-undang setempat, namun, adalah peran kami untuk memberi tahu Anda sehingga Anda dapat mempertimbangkannya saat meneliti rencana perjalanan Anda," bunyi peringatan itu.

AFP melaporkan, Tripadvisor mengatakan telah mengambil "tindakan luar biasa" dengan mengunggah peringatan di daftar hotel sehingga wisatawan lain mengetahui kejadian tersebut. "Tripadvisor percaya pada hak setiap wisatawan untuk menulis tentang pengalaman perjalanan mereka secara langsung -- baik atau buruk," kata seorang juru bicara.

Ia menyambung, "Tripadvisor sangat menentang tindakan apa pun di bisnis, seperti Sea View Hotel and Spa di Koh Chang, menggunakan undang-undang setempat untuk menjebloskan seseorang ke penjara karena mengungkapkan pendapatnya."

 

4 dari 4 halaman

Respons Pihak Hotel

Dalam sebuah pernyataan, hotel mengatakan "sangat kecewa" dengan langkah Tripadvisor, mengatakan itu akan "menciptakan kebingungan lebih lanjut dan memulai kembali kasus yang sudah ditutup."

Undang-undang pencemaran nama baik yang berlaku di Thailand telah lama menarik perhatian dari kelompok hak asasi manusia dan kebebasan pers, yang mengatakan para pemain kuat menggunakannya sebagai senjata untuk membungkam kebebasan berekspresi. Hukuman maksimalnya adalah dua tahun penjara, bersama dengan denda 200.000 baht (sekitar Rp86 juta).

Wakil direktur Human Rights Watch Asia Phil Robertson mengatakan undang-undang pencemaran nama baik Thailand adalah "alat yang telah teruji waktu" untuk menekan opini kritis dan beberapa bisnis bersedia untuk "menuntut dengan cepat". "Sangat mudah untuk mengajukan kasus ini dengan hampir tidak ada bukti apapun," katanya pada AFP.

Belakangan, hotel di Thailand itu sepakat untuk mencabut tuntutan terhadap seorang tamu asal Amerika Serikat yang menghadapi hukuman lima tahun penjara karena mengunggah ulasan negatif. Dikutip dari laman Channel News Asia, Sabtu, 10 Oktober 2020, Barnes akhirnya dibebaskan dengan jaminan.

"Dalam kondisi di mana Barnes menunjukkan ketulusannya dan bertanggung jawab penuh atas apa yang telah terjadi dan memperbaiki situasi, hotel akan dengan senang hati membatalkan tuntutan tersebut," kata hotel Sea View Koh Chang dalam sebuah pernyataan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini