Sukses

Pasal Perzinaan KUHP, Kemenkumham Jamin Tak Akan Ada Penggerebekan Tamu Hotel Tanpa Aduan

Kemenkumham menyatakan bahwa pasal perzinaan di KUHP baru berstatus sebagai delik aduan sehingga polisi tidak berhak menggerebek tamu hotel tanpa aduan dari pihak yang berhak.

Liputan6.com, Jakarta - Pasal perzinaan yang tercantum dalam KUHP baru yang disahkan di rapat paripurna DPR pada Selasa, 6 Desember 2022, masih menimbulkan kekhawatiran bagi wisatawan, khususnya wisatawan mancanegara yang akan berkunjung ke Indonesia. Namun, juru bicara sosialisasi RKUHP Kementerian Hukum dan HAM, Albert Eries menjamin bahwa mereka tak perlu khawatir karena pasal tersebut berlaku sebagai delik aduan.

Ia menerangkan bahwa yang dimaksud adalah bahwa tindakan hukum baru bisa dilakukan bila ada aduan masuk ke aparat kepolisian dari pihak yang berhak menurut KUHP. Mereka adalah suami atau istri bila yang bersangkutan terikat dalam pernikahan, atau orangtua/anak bila yang diadukan belum terikat perkawinan.

Maka, ia menjamin bahwa tidak akan ada penggerebekan di hotel atau tempat lain oleh aparat kepolisian sepanjang pihak yang berhak mengadu tidak menggunakan haknya. "Kenapa demikian? Karena penggerebekan merupakan suatu upaya paksa dalam hal adanya dugaan kuat telah terjadi tindak pidana," ujar Albert dalam The Weekly Brief with Sandi Uno, Senin (12/12/2022).

Selain itu, pasal tersebut juga untuk mencegah masyarakat umum main hakim sendiri. Hal itu lantaran aturan di pasal perzinaan KUHP baru membuat isi pasal 318 KUHP existing lebih terang. "Kami berikan jaminan itu (tak ada penggerebekan dan persekusi) dan silakan nikmati Indonesia seperti sedia kala," ujarnya lagi.

Ia juga menekankan bahwa Pasal 411 KUHP baru yang menyebutkan soal jerat pidana bagi yang berhubungan seks di luar nikah itu baru berlaku tiga tahun lagi sejak ditetapkan. Pasal tersebut juga tidak mendelegasikan siapa pun untuk menanyakan status perkawinan wisatawan ketika mereka chek in di hotel.

"Selama dalam proses transisi ini, pemerintah memastikan bukan hanya sosialisasi dan diseminasi dalam isi KUHP, tetapi juga menjaga agar stabilitas kegiatan usaha, pariwisata, dan perhotelan dan aspek-aspek yang terkait lainnya itu tetap berjalan seperti keadaan saat ini," sambung dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Probabilitas Rendah

Albert menyatakan bahwa pasal 411 KUHP baru dibuat sebagai wujud negara menghormati nilai-nilai perkawinan, sekaligus menjaga ruang privat masyarakat. Ia mengingatkan meski diatur sebagai delik aduan, mereka yang terjerat pasal perzinaan itu menurut hukum tidak bisa dipilah-pilah.

"Artinya, misalkan dia punya perasaan yang kesal pada pasangan zina orangtuanya, pengaduan itu secara hukum tidak bisa dipilah-pilah. Bahwa dia hanya menuntut pasangan zina dari orangtuanya saja, melainkan juga orangtuanya sendiri yang diadukan," ia menerangkan.

Dengan begitu, ia meyakini delik aduan pasal perzinaan akan tetap rendah. "Probabiliti untuk menggunakan hak mengadu ini sangat-sangat kecil sekali," ucap dia.

Ia menilai isu yang berkembang liar soal isi KUHP itu semata terjadi karena ada informasi yang hilang. Karena itu, ia meminta agar semua stakeholder bahu-membahu menyebarkan informasi secara benar. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno menanggapi hal itu dengan menyatakan membutuhkan Indonesia incorporated untuk menekan berita bohong dengan narasi yang positif untuk menjaga reputasi Indonesia di mata wisatawan.

"Kita bersaing dengan destinasi-destinasi lainnya dalam mendapatkan kunjungan wisatawan," sambung dia.

Sandiaga sebelumnya telah menugaskan sejumlah tim bergerak ke negara-negara pasar utama pariwisata Indonesia, yakni Australia, Singapura, Malaysia, Inggris, India, dan Amerika Serikat. Mereka diperintahkan untuk mempromosikan sekaligus mengklarifikasi isu-isu yang beredar terkait pengesahan KUHP.

 

3 dari 4 halaman

Kabar Positif

Khusus pasar Australia, Menparekraf menugaskan Deputi Bidang Pemasaran Ni Made Ayu Marthini untuk menemui sejumlah stakeholder pariwisata, termasuk travel agent, operator tur, dan maskapai, meluruskan isu yang beredar. Hasil temuan di lapangan menyatakan tidak ada pembatalan yang terjadi seperti pemberitaan sebuah media setempat yang berbasis di Perth.

"Kami justru mendapatkan berita bahwa akan ada dua penerbangan baru yang melayani Melbourne - Denpasar, yang akan kick off mulai Januari 2023. Ini melengkapi tambahan penerbangan Melbourne - Denpasar yang baru saja succesfully di-launching Garuda," ujar Sandiaga.

Dia juga menyebut bahwa booking-an wisatawan yang ingin berkunjung ke Indonesia penuh hingga Februari 2023. Hal itu menjadi catatan buat Indonesia bahwa kapasitas penerbangan yang tersedia saat ini belum mampu menampung lonjakan kunjungan yang ada mengingat tingginya minat wisatawan Australia untuk berlibur ke Indonesia sangat tinggi.

"Ada peningkatan lama kunjungan dari 5--7 hari, menjadi buka peluang 10--14 hari. Tetapi, harus ada tambahan destinasi dan yang diminati sejauh ini adalah Lombok, Labuan Bajo, dan Borobudur," imbuh dia.

Sandi juga menyebut respons positif juga terlihat dari pasar Malaysia dan Singapua. Mereka bahkan berencana meningkatkan jumlah penerbangan ke Indonesia. "Jadi kelihatannya ada suatu disconnect antara apa yang dibicarakan di media, baik sosial media maupun mainstream media, dengan yang terjadi di industri," kata Sandi.

 

4 dari 4 halaman

Bunyi Pasal Perzinaan

Dalam revisi naskah RKUHP per 30 November 2022, sebagaimana diakses dari laman peraturan.go.id/site/ruu-kuhp.html, Senin (6/12/2022), itu tercantum dalam pasal 411 dan pasal 412. 

Pasal 411 ayat 1 berbunyi, "Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II."

"(2) Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dilakukan penuntutan, kecuali atas pengaduan: a. Suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. b. Orangtua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan," begitu penggalan ayat duanya.

Ayat tiga pasal itu menyatakan, "Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30." Terakhir, ayat empatnya berbunyi, "Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai."

Sementara, pasal 412 yang mengatur tentang kumpul kebo, pasal satunya berbunyi, "Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak kategori II."

"(2) Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dilakukan penuntutan, kecuali atas pengaduan: a. Suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau b. Orangtua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan," sambung ayat dua pasal tersebut.

"(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30," ayat ketiga pasal tersebut berbunyi, sementara ayat empatnya menyatakan, "(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.