Sukses

Sentimen Anti-Jepang Makin Meningkat, Produsen Teh Terkenal China Harus Ganti Nama

Perubahan nama yang bernuansa Jepang memang sempat populer dan banyak dilakukan sejumalh perusahaan di China..

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan bubble tea Nayuki sudah dikenal luas dan termasuk salah satu brand teh terkenal di China. Namun merek minuman teh ini harus menerima kenyataan untuk mengubah nama mereka karena sentimen anti-Jepang yang semakin meningkat di China selama beberapa tahun terakhir ini.

Berbagai nama yang berkaitan atau terkesan berhubungan dengan Jepang diwajibkan mengubah nama mereka. Melansir SCMP, 3 Desember 2022, Nayuki yang merupakan brand asli China harus mengganti nama mereka menjadi nama China dengan arti yang serupa yaitu Neixua.

Menurut pihak perusahaan, perubahan nama itu merupakan bagian dari strategi branding menjelang tujuh tahun berdirinya usaha minuman teh tersebut. Konsumen juga diyakini akan lebih memilih membeli produk yang punya nama lokal.

Didirikan pada 2014 dan sudah resmi melantai di bursa saham Hong Kong pada tahun lalu, Naixue termasuk salah satu brand minuman teh terkenal di China.  Awalnya, Naixue memang merupakan nama asli Nayuki yang diambil dari nama panggilan pemiliknya, Peng Xin.

Naxiue dalam bahasa Inggris disebut Nayuki yang kemudian menjadi nama baru produk minuman ini, yang terkesan berasal dari bahasa Jepang.  Perubahan nama itu dilakukan karena dinilai lebih komersil dan disukai anak-anak muda di China.

Perubahan nama yang bernuansa Jepang memang sempat populer dan banyak dilakukan sejumalh perusahaan di China. Sayangnya, hal itu justru menjadi bumerang karena dalam beberapa tahun terakhir sentimen anti-Jepang semakin meningkat dan kencang digaungkan oleh pemerintah China.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Picu Ketegangan Politik

Perusahaan China lainnya yang menjual barang-barang kebutuhan rumah tangga dan gaya hidup dengan harga terjangkau yaitu Miniso juga sempat diprotes oleh para aktivis nasionalis.  Miniso sengaja menampilkan dirinya sebagai jenama Jepang, dengan lebih dari 5.100 toko, dari ibu kota Korea Utara hingga Broadway Avenue di New York.

Produk mereka lebih murah, versi tiruan dari barang-barang desainer dari merek peralatan rumah tangga asal Jepang, Muji. Logo mereka bahkan menampilkan huruf Katakana Jepang, yang diucapkan sebagai "Meisou."

Strategi pemasaran perusahaan yang terdaftar di New York itu telah mendapat sorotan dan memicu kecaman karena ketegangan politik dengan Tokyo memicu sentimen anti-Jepang di China. Dalam sebuah pernyataan di platform media sosial China, Weibo pada Agustus lalu, Miniso mengatakan sangat malu karena telah mempromosikan labelnya sebagai "merek desainer Jepang" pada tahap awal pengembangannya. Mereka pun meminta maaf karena berpura-pura jadi merek Jepang hingga menyakiti perasaan konsumen Tiongkok.

3 dari 4 halaman

Hubungan China-Jepang

Jepang dan China pada Kamis 29 September 2022 menandai peringatan 50 tahun normalisasi hubungan mereka pada tahun 1972. Kendati demikian tidak banyak suasana perayaan.

Melansir laman AP News, Kamis (29/9/2022), hubungan yang lebih baik antara dua ekonomi terbesar di Asia ini dianggap penting bagi stabilitas dan kemakmuran wilayah kedua negara, tetapi mereka tetap berselisih mengenai pulau-pulau Laut China Timur yang disengketakan dan meningkatnya ketegasan militer serta ekonomi China di wilayah tersebut.

Melansir kanal Global Liputan6.com, berikut ini latar belakang utama dalam hubungan yang sering tegang antara kedua negara tetangga yang sangat kuat ini:

Sengketa Teritorial

Sumber pertikaian yang sangat besar adalah sekelompok kepulauan Laut China Timur yang tidak berpenghuni, yang dikuasai Tokyo dan diklaim Beijing yang disebut Senkaku di Jepang dan Diaoyu di China. Jepang bersikeras bahwa pulau-pulau tersebut yang pernah menjadi tempat pabrik makanan laut Jepang adalah bagian dari wilayahnya, baik secara historis maupun menurut hukum internasional. China mengatakan bahwa pulau-pulau itu dicuri oleh Jepang pada tahun 1895 dan seharusnya dikembalikan pada akhir Perang Dunia II.

 

4 dari 4 halaman

Sejarah Masa Perang

Kedua negara berperang dimulai dengan munculnya berbagai konflik pada tahun 1930-an, sampai kekalahan Jepang pada tahun 1945. Kekejaman Jepang selama perang China-Jepang termasuk periode Rape of Nanking (Pemerkosaan Nanking), penggunaan senjata kimia dan biologi, dan eksperimen medis manusia yang mengerikan di Manchuria, di mana tentara kekaisaran Jepang memiliki unit senjata biologis rahasia.

Jepang juga membawa hampir 40.000 buruh China ke tambang dan pabrik Jepang, di mana banyak yang meninggal karena kekurangan gizi dan pelecehan.

Kuil Yasukuni

Tiongkok menganggap Kuil Yasukuni Tokyo yang menghormati 2,5 juta korban perang, termasuk penjahat perang yang dihukum sebagai simbol militerisme masa perang Jepang.  Beijing memandang kunjungan menteri dan anggota parlemen Jepang ke kuil Tokyo sebagai indikasi kurangnya penyesalan atas agresi masa perang Jepang. China, bersama dengan Korea Selatan yang dijajah Jepang dari tahun 1910-1945 secara rutin memprotes kunjungan semacam itu.

Keamanan Ekonomi

Sebagai sekutu utama Amerika Serikat dan mitra dagang utama dengan China, Jepang berada dalam situasi yang sulit dan harus menyeimbangkan posisinya di antara kedua negara adidaya tersebut. China telah lebih tegas dalam menekan pemerintah lain untuk merangkul inisiatif yang dipimpin China, termasuk kelompok perdagangan yang disebut Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.