Sukses

Mulai Hitung Langkah Harian Anda untuk Tekan Risiko Demensia

Sebuah studi baru menyebutkan berjalan bisa mengurangi risiko demensia, tapi dengan standar jumlah tertentu.

Liputan6.com, Jakarta - Demensia merupakan penurunan fungsi kognitif sehingga penderitanya mengalami gangguan berpikir, mengingat, atau bernalar. Sebuah studi baru mengungkapkan bahwa berjalan menjadi salah satu cara mengurangi risiko terkena demensia ini.

Melansir dari CNN pada Rabu, 7 September 2022, ada jumlah langkah yang harus dicapai agar berefek pada kesehatan. Studi menyebut jumlah langkah hariannya berkisar antara 2.800 dan 9.800 untuk mengurangi risiko penurunan mental ini. 

Hasil studi menemukan, orang-orang antara usia 40 dan 79 yang berjalan 9.826 langkah kaki per hari, 50 persen lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami demensia dalam tujuh tahun ke depan. Selanjutnya, orang yang berjalan dengan “tujuan” – dengan kecepatan lebih dari 40 langkah per menit – mampu mengurangi risiko demensia sebesar 57 persen hanya dengan 6.315 langkah sehari.

"Ini adalah aktivitas jalan cepat, seperti power walk," kata rekan penulis studi Borja del Pozo Cruz, asisten profesor di University of Southern Denmark di Odense, Denmark, dan peneliti senior dalam ilmu kesehatan untuk University of Cadiz di Spanyol.

Dalam studi juga disebutkan, bahkan orang yang berjalan sekitar 3.800 langkah sehari dengan kecepatan berapa pun dapat mengurangi risiko demensia hingga 25 persen. "Itu akan cukup, pada awalnya, untuk individu yang tidak banyak bergerak," tulis del Pozo Cruz dalam email.

"Faktanya, ini adalah pesan yang dapat digunakan dokter untuk memotivasi orang tua yang tidak banyak bergerak – 4 ribu langkah sangat bisa dilakukan oleh banyak orang, bahkan mereka yang kurang fit atau tidak merasa sangat termotivasi," tambahnya.

Del Pozo Cruz juga menyebutkan, individu yang lebih aktif dan lebih bugar harus menargetkan 10 ribu langkah. Dengan begitu, aktivitas tersebut akan berefek maksimal.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pengaruh Kecepatan saat Berjalan

Ada hasil yang lebih menarik dalam penelitian tersebut yang dikemukan lewat sebuah editorial berjudul 'Is 112 the New 10.000?'. Editorial yang diterbitkan Selasa, 6 September 2022, di JAMA Neurology itu ditulis oleh peneliti alzheimer, Ozioma Okonkwo dan Elizabeth Planalp.

Okonkwo adalah seorang profesor di departemen kedokteran di Pusat Penelitian Penyakit Alzheimer Wisconsin di University of Wisconsin – Madison. Sedangkan, Planalp merupakan ilmuwan peneliti di laboratorium Okonkwo.

Studi menyebutkan, pengurangan terbesar dalam risiko demensia – 62 persen – dicapai oleh orang-orang yang berjalan dengan kecepatan 112 langkah per menit selama 30 menit sehari. Penelitian sebelumnya menetapkan 100 langkah per menit atau 2,7 mil per jam sebagai tingkat intensitas “cepat” atau level sedang.

Editorial itu menyebutkan bahwa individu yang ingin mengurangi risiko demensia fokus pada kecepatan berjalan mereka daripada jarak berjalan kaki. Okonkwo dan Planalp menulis, sementara 112 langkah per menit adalah irama yang agak cepat, ‘112’ mungkin merupakan angka yang jauh lebih mudah diatur dan kurang menakutkan bagi kebanyakan individu daripada ’10.000’, terutama jika mereka secara fisik tidak aktif atau kurang aktif.

"Kami setuju ini adalah temuan yang sangat menarik," tulis del Pozo Cruz melalui email.

Del Polo Cruz menambahkan, intensitas langkah merupakan variabel penting. Penghitungannya bisa memanfaatkan teknologi yang disematkan di jam tangan digital. Kalaupun tidak ada penghitung langkah, Anda bisa melakukannya secara manual, yakni dengan menghitung jumlah langkah dalam 10 detik, kemudian mengalikannya dengan enam atau jumlah langkah yang kamu ambil dalam enam detik, dan mengalikannya dengan 10. Cara mana pun akan berhasil.

3 dari 4 halaman

Hasil Studi Tidak Dapat Digeneralisasi

Studi lain menganalisis data dari lebih 78 ribu orang antara usia 40 dan 79 tahun yang memakai akselerometer pergelangan tangan. Para peniliti menghitung jumlah total langkah setiap orang per hari.

Hasil dari penelitian itu kemudian ditempatkan dalam dua kategori; kurang dari 40 langkah per menit yang merupakan langkah santai, seperti ketika berjalan dari kamar ke kamar, dan lebih dari 40 langkah per menit, atau yang disebut jalan dengan “tujuan”. Para peneliti juga menganalisis orang-orang yang mengambil langkah paling banyak dalam waktu 30 menit selama sehari.

Para peneliti kemudian membandingkan langkah-langkah orang tersebut dengan diagnosis demensia jenis apa pun tujuh tahun kemudian. Setelah mengontrol usia, etnis, pendidikan, jenis kelamin, status sosial-emosional dan beberapa hari mereka memakai akselerometer, peneliti juga memperhitungkan variabel gaya hidup seperti pola makan yang buruk, merokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat-obatan, masalah tidur, dan riwayat kardiovaskular.

Studi ini memiliki beberapa keterbatasan, penulisnya menunjukkan - itu hanya observasional, sehingga tidak dapat menetapkan sebab dan akibat langsung antara berjalan dan risiko demensia yang lebih rendah. Selain itu, "rentang usia peserta mungkin mengakibatkan kasus demensia terbatas, yang berarti hasil kami mungkin tidak dapat digeneralisasikan untuk populasi yang lebih tua," kata studi tersebut.

"Karena sering ada penundaan yang cukup besar dalam diagnosis demensia, dan penelitian ini tidak mencakup penilaian klinis dan kognitif formal dari demensia, ada kemungkinan bahwa prevalensi demensia di masyarakat jauh lebih tinggi," tambah para penulis.

Meskipun setuju bahwa temuan tersebut tidak dapat ditafsirkan sebagai sebab dan akibat langsung, "Bukti yang mendukung manfaat aktivitas fisik untuk menjaga kesehatan otak yang optimal tidak dapat lagi diabaikan," tulis Okonkwo dan Planalp.

"Sudah saatnya pengelolaan ketidakaktifan fisik dianggap sebagai bagian intrinsik dari kunjungan perawatan primer rutin untuk orang dewasa yang lebih tua," tambah mereka.

4 dari 4 halaman

Penelitian Bertambah

Penelitian terbaru yang diterbitkan pada Juli 2022 mengidentifikasi bahwa banyak kegiatan santai, seperti pekerjaan rumah tangga, olahraga, dan kelas pendidikan orang dewasa, bisa menurunkan risiko demensia. Mengunjungi keluarga dan teman juga dapat mempengaruhi risiko demensia pada orang paruh baya.

Para peneliti menemukan, orang dewasa yang sangat terlibat dalam aktivitas fisik seperti sering berolahraga memiliki risiko 35 persen lebih rendah terkena demensia dibandingkan dengan orang yang paling sedikit terlibat dalam aktivitas ini. Melakukan pekerjaan rumah tangga secara teratur menurunkan risiko sebesar 21 persen.

Sementara, kunjungan harian dengan keluarga dan teman menurunkan risiko demensia sebesar 15 persen, jika dibandingkan dengan orang yang kurang terlibat. Semua orang dalam penelitian ini mendapat manfaat dari efek perlindungan dari aktivitas fisik dan mental, terlepas dari apakah mereka memiliki riwayat keluarga demensia atau tidak.

Studi lain yang diterbitkan pada Januari menemukan bahwa olahraga dapat memperlambat demensia pada orang tua aktif yang otaknya sudah menunjukkan tanda-tanda plak, kusut, dan ciri khas Alzheimer dan penyakit kognitif lainnya. Studi itu menemukan olahraga meningkatkan kadar protein yang dikenal untuk memperkuat komunikasi antara sel-sel otak melalui sinapsis, yang mungkin menjadi faktor kunci dalam mencegah demensia.

Del Pozo Cruz mengatakan, demensia sebagian besar dapat dicegah. "Aktivitas fisik serta perilaku gaya hidup lainnya seperti mengurangi alkohol dan merokok, menjaga pola makan dan berat badan yang sehat, dan tidur dapat menempatkan kamu di jalur yang benar untuk menghindari demensia," ungkapnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.