Sukses

Indonesia Termasuk Penghasil Sampah Makanan Terbesar di Dunia, Kemenparekraf Gandeng Jaringan Hotel dan Surplus

Jumlah sampah makanan yang terbuang di Indonesia mencapai 115--184 kilogram per kapita.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno meminta pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif untuk aktif berperan dalam penanganan sampah makanan (food loss and waste) di sektor pariwisata. Berdasarkan data The Economist Intelligence, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara penghasil sampah makanan (food loss and waste) terbesar di dunia, selain Arab Saudi, dan Amerika Serikat.

Catatan tersebut juga didukung dari hasil kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dengan sejumlah lembaga mengenai hasil studi komprehensif terkait Food Loss and Waste (FLW) di Indonesia pada 2021. Menurut kajian tersebut, sampah makanan yang terbuang di Indonesia pada 2000---2019 mencapai 23--48 juta ton per tahun atau setara 115--184 kilogram per kapita per tahun.

Besarnya kuantitas makanan yang terbuang menjadi sampah tentu berdampak terhadap beberapa sektor seperti ekonomi, sosial, dan lingkungan. Temuan itu juga memberi tantangan besar dalam mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan. Akibat sampah makanan tersebut, negara setidaknya mengalami kerugian ekonomi yang mencapai Rp213 - Rp551 triliun per tahun atau setara dengan 4-5 persen PDB Indonesia.

"Kita menginginkan bisa mengatasi masalah masyarakat yang mulai terbebani masalah ekonomi. Kalau diliha,  sangat ironis karena tingkat kelaparan di Indonesia itu nomor tiga di Asia Tenggara menurut World Hunger Index 2021, tapi banyak makanan yang dibuang-buang di sini. Oleh karena itu harus ada perubahan perilaku," kata Sandiaga Uno dalam Weekly Press Briefing, Senin, 22 Agustus 2022.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sisa Makanan di Hotel

Salah satu penyumbang sampah makanan adalah industri pariwisata dan ekonomi kreatif. Karena itu, Sandiaga meminta seluruh pemangku kepentingan yang terdiri dari pelaku usaha pariwisata, khususnya pelaku usaha hotel, restoran dan kafe, pemerintah, akademisi, media hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berperan dalam upaya penanganan food loss and waste di Indonesia.

Kemenparekraf berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengurangi sampah makanan. Salah satunya menggandeng aplikasi Surplus Indonesia dan sejumlah hotel di Indonesia untuk meminimalisir limbah makanan dan meluncurkan program Sustainable Food Tourism With Surplus Indonesia.

"Salah satu bentuk konkret Surplus Indonesia dalam sustainable food tourism ini kami ingin membantu program ketahanan pangan. Di hotel termasuk yang menyisakan banyak makanan, biasanya itu terjadi saat pergantian makanan dari sarapan ke makan siang," kata CEO dan Founder Surplus Indonesia, Agung Saputra.

"Kelebihan makanan akan dimasukkan dalam aplikasi Surplus Indonesia untuk dijual dengan harga yang lebih murah, tentunya dengan kondisi makanan yang masih bagus dan baik. Kalau tidak terjual seluruhnya, maka akan disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan melalui para relawan Surplus Peduli Pangan," sambungnya.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Potongan Harga 50 Persen

Kemenparekraf dan Surplus Indonesia saat ini baru bekerja sama dengan tiga jaringan hotel di Indonesia yaitu Swiss-Belhotel International, The Ascott Limited Indonesia, dan Artotel Group untuk mengatasi masalah sampah makanan. Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenparekraf Henky Manurung menyebut kerja sama dilakukan dalam rangka mengubah perilaku pemanfaatan makanan dan minuman di hotel

"Industri hotel ini termasuk penyumbang terbesar food waste di Indonesia dan di negara lainnya" ujar Deputi Bidang Industri dan Investasi, Kemenparekraf, Henky Manurung.

"Kita sudah mengadakan perjanjian dengan tiga jaringan hotel yang mempunyai lebih dari 84 properti dan masih ada beberapa grup hotel yang akan bergabung. Dengan aplikasi Surplus ini, kita bisa memesan sisa makanan di hotel dengan potongan harga 50 persen, tentunya semua makanan ini masih layak dikonsumsi," tambahnya.

Sebelumnya, Sandiaga menyoroti makanan mubazir atau food waste dalam kegiatan Presidensi G20 Indonesia. Menurut Menparekraf, makanan mubazir ini masuk dalam isu utama keberlanjutan lingkungan, yang menawarkan solusi pengelolaan sampah makanan di industri pariwisata Indonesia.

"Seperti yang pernah saya sampaikan, bahwa makanan makanan yang mubazir di industri pariwisata terutama dipicu oleh buffet, prasmanan, dan lain sebagainya," ujarnya pada Juli lalu.

4 dari 4 halaman

Lima Strategi

Sandi menyebut food waste yang dihasilkan bisa mencapai dua kali berat badan manusia tersebut dalam setahun. Jadi, jika orang tersebut punya berat 75 kilogram, dalam setahun ia berpotensi menghasilkan makanan mubazir sebanyak 150 kilogram.

"Nah, ini tentunya jadi PR kita, karena dengan kita memubazirkan atau membuang buang makanan ini, banyak saudara-saudara kita yang masih menghadapi kelaparan, kemiskinan, tetapi ini juga menyumbangkan emisi karbon," ungkap Sandi.

Untuk itu, sebelum puncak Presidensi G20 Indonesia di Bali pada November 2022 mendatang, Menparekraf menginisiasi lima strategi yang akan diterapkan di seluruh industri pariwisata Indonesia. Strategi itu meliputi perubahan perilaku, pembenahan penunjang sistem pangan, pemanfaatan makanan yang tidak termakan, menurunkan emisi jejak karbon, dan mengatur tata kelola sampah.

Sandiaga juga berencana membuat delegasi peserta G20 yang terbang dari Amerika dan Eropa, turut bertanggung jawab atas carbon offset atau mengganti jejak karbon yang mereka hasilkan dengan menanam pohon dan sebagainya.

"Misalnya kemarin kita menghitung dari New York menuju Bali itu menggunakan kelas ekonomi harus menanam sekitar 35 pohon. Nah, ini nanti kita terjemahkan berapa jumlah dolar atau rupiah yang harus dikontribusikan untuk menanam mangrove, pohon, ataupun merestorasi terumbu karang," terang Sandiaga.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.