Sukses

Potensi Morotai Sang Mutiara di Bibir Pasifik Jadi Koridor Wisata Wilayah Terluar Indonesia

Ada potensi apa saja yang bisa dijadikan daya tarik Morotai sebagai destinasi wisata wilayah terluar Indonesia?

Liputan6.com, Jakarta - Kabupaten Pulau Morotai di Maluku Utara disebut berpotensi dikembangkan menjadi salah satu koridor wisata wilayah terluar Indonesia. Pendapat itu dikemukakan arkeolog dari Balai Arkeologi Maluku Karyamantha Surbakti mengingat banyaknya peninggalan Perang Dunia II yang dimiliki daerah itu.

"Pulau Morotai bisa dikembangkan untuk menjadi salah satu koridor wisata wilayah terluar Indonesia dan dipadankan dengan konsep wisata budaya yang melibatkan masyarakat setempat," katanya di Ambon, Selasa, 28 Desember 2021, dilansir Antara.

Ia menjelaskan, wisata pulau terluar dapat dikemas dengan memadukan wisata warisan sejarah Perang Dunia II atau Perang Pasifik dengan tradisi dan budaya lokal. Unsur itu penting guna menaikkan nilai jual pariwisata dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.

Peninggalan sejarah perang itu, sambung dia, banyak ditemukan di desa-desa di Morotai, seperti di Daruba, Darame, dan Gotalamo. Wisatawan yang datang selain menelusuri puzzle penting dari sejarah Perang Dunia II, juga bisa mempelajari tradisi dan budaya, menikmati kuliner sambil berinteraksi dengan masyarakat dengan beraktivitas sehari-hari.

Karyamantha juga menambahkan, konsep itu harus didukung dengan pencitraan melalui jargon-jargon kreatif yang akan mendorong minat wisatawan untuk berkunjung.

"Masyarakat memiliki kebanggaan tersendiri jika Morotai sebagai wilayah bersejarah dalam cakupan nasional dan global, menjadi bagian dari identitas lokal, serta sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan ekonomi mereka," katanya.

Pulau Morotai yang berjuluk Mutiara di Bibir Pasifik itu menjadi saksi bisu dari sejarah Perang Dunia yang berlangsung pada 1942--1944.  Sejarah mencatat tentara sekutu dari Amerika Serikat dan Australia di bawah pimpinan Panglima Pasifik Barat, Jenderal Douglas MacArthur mendarat di bagian barat daya Morotai pada 15 September 1944.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Basis Sekutu

Pasukan Sekutu itu akhirnya mengalahkan pasukan Jepang yang kala itu hanya tersisa 500 tentara di Morotai. Sejarah itu kemudian diabadikan pemerintah Indonesia dengan membangun Museum Perang Dunia II di Pulau Morotai dan diresmikan Wakil Presiden RI Boediono pada 2014.

Sebagian besar koleksi museum merupakan barang-barang peninggalan perang hasil sitaan dari masyarakat. Di antaranya peralatan makan dan minum, kalung 'dog tag' hingga uang koin. Ada pula miniatur dua tank amfibi.

Lokasi museum Perang Dunia II terbilang sangat strategis, sebab berdekatan dengan akses ke Bandara Pitu. Posisinya yang tepat menghadap ke Samudra Pasifik menambah kesan dramatis akan Perang Dunia II.

Museum tersebut berada satu kompleks dengan monumen Perang Dunia II dan museum Trikora. Di samping itu, Morotai juga memiliki Monumen Trikora yang berada tepat di tengah-tengah posisi antara Museum Perang Dunia II dan Museum Trikora. Monumen itu diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2012.

3 dari 4 halaman

Tempat Persembunyian

Selain ke museum itu, ada lokasi lain yang sayang dilewatkan karena masih berkaitan dengan sejarah Perang Dunia II, yakni berkunjung ke Pulau Zum-zum MacArthur. Pulau itu diyakini sebagai basis sang jenderal dalam mengatur strategi untuk merebut Filipina dari Jepang. Di pulau itu juga dibangun monumen Douglas MacArthur.

Selain, ada Gua “Nakamura”. Gua itu merupakan tempat persembunyian prajurit Jepang, Teruo Nakamura yang menolak menyerah dan baru berhasil diamankan pada 18 Desember 1974.

Morotai juga memiliki destinasi wisata pantai andalan, yakni Pulau Dodola. Dikutip dari laman Wonderful Pulau Morotai, Pulau Dodola terdiri dari Dodola Kecil dan Besar yang jaraknya hanya terpisah 500 meter. Saat air laut pasang, kedua pulau itu menyatu dan terpisah saat air surut.

4 dari 4 halaman

4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.