Sukses

Jelajah Desa Wisata Wanurejo, Terpukau Keterampilan Para Pembatik Tulis Tradisional

Liputan6.com, Jakarta - Matahari belum terlalu tinggi ketika kendaraan roda empat yang Liputan6.com tumpangi memasuki Dusun Tingal, Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu, 5 Juni 2021. Cuaca pagi terasa sejuk dengan pepohonan di kanan kiri jalan di desa wisata itu.

Didampingi tim dari tiket.com, kami menyambangi desa wisata tersebut, tempatnya di Tingal Art, rumah produksi suvenir dan batik. Danung Hariyadi, pemilik tempat tersebut tampak asyik membatik tatkala kami tiba. Tangannya lincah memainkan canting dan sesekali mencelupkannya di ke dalam malam dan meletakkan pada kain yang dipegangnya.

Keberadaan Candi Borobudur jadi berkah tersendiri bagi penduduk Desa Wanurejo. Mereka mampu berkreasi dengan menciptakan berbagai peluang usaha untuk mengais rezeki dari wisatawan yang datang. Khusus untuk Danung, ia mengembangkan usaha pembuatan batik tulis di desanya.

"Awalnya, Desa Wanurejo belum mempunyai banyak destinasi wisata yang bisa dikunjungi wisatawan. Saat itu, kami hanya bergantung pada keberadaan Borobudur dengan menjadi pemandu wisata," kenang Danung kepada Liputan6.com.

Danung sebelumnya berprofesi sebagai pemandu wisata di Borobudur sejak 2011. Ia dan warga desa lainnya terpikirkan untuk membuat wisata edukasi batik. Sebagai orang yang sempat bergelut di sebuah tempat pembuatan batik di Yogyakarta, Danung lalu berinisiatif untuk membuat batik tulis di desanya. Karena di desanya belum ada usaha pembuatan batik.

"Wisata edukasi batik di sini dimulai sejak 2012 dengan motif ciri khas Borobudur. Makanya, saya membuat batik dengan motif mandala. Artinya, Borobudur itu kalau dilihat dari atas bentuknya kotak-kotak, ada motif daun bodhi, tunas kelapa yang berbentuk miring karena kami ingin ada ciri khas batik Borobudur," tutur Danung.

Ada juga bentuk gajah di dalam batik karya Danung yang terinspirasi dari relief yang ada di Borobudur. Dari sketsa-sketsa yang ada dalam lembaran kain itu, ia kemudian menjadikan bentuk mandala, parang, kawuh, dan lain-lain.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Proses Membatik

Sambil duduk di bangku kayu, Danung menjelaskan proses membatik yang dimulai dengan membuat pola atau motif pada kain. Langkah berikutnya dilanjutkan dengan proses mencanting sesuai pola yang ada.

"Lalu, dilanjutkan dengan proses pewarnaan dari beberapa warna yang diinginkan. Kemudian, proses penglorotan dengan cara direbus untuk menghilangkan lilin malamnya. Setelah itu, kain tersebut dijemur hingga kering dan kain itu bisa dipakai," lanjut Danung.

Wisatawan bisa memesan dengan desain yang sama tapi warna yang berbeda. Warna tersebut dibedakan dari warna sintetis dan warna alam atau natural.

Warna sintetis itu ada indigosol, remasol, sedangkan warna alam diambil dari lingkungan yang ada di sekitar desa tersebut. Danung merinci, daun jambu biji dapat menghasilkan warna cokelat, daun mangga menghasilkan warna kuning, akan mengkudu bisa warna oranye, kulit pohon mahoni juga bisa untuk warna cokelat.

"Bahan-bahan tersebut kemudian direbus. Setelah mendidih, maka air akan menyusut, sisa cairan kemudian didinginkan, lalu bisa digunakan untuk proses pewarnaan," jelas dia.

Untuk menghasilkan warna yang agak tajam, harus melalui proses beberapa kali, bisa tiga hingga empat kali proses pencelupan. Hasilnya shade yang muda, agak muda, hingga tua.

3 dari 4 halaman

Harga Batik

Proses pembuatan satu kain tergantung dari motifnya, penuh atau tidak. Jika motifnya penuh dengan pola, waktu yang dibutuhkan antara satu hingga 1,5 bulan.

"Proses lama pengerjaan juga tergantung dengan beberapa warna pada kain. Tapi kalau sederhana atau satu warna, paling saya membutuhkan waktu satu minggu untuk proses pengerjaannya," kata Danung.

Biaya untuk proses pengerjaan dari warna alam hingga menjadi batik yang siap untuk dipakai, Danung menjualnya dengan harga Rp1,5 juta. Berbeda dengan batik yang menggunkan warna sintetis yang hanya Rp700 ribu.

"Beda batik yang menggunakan warna alam dan warna sintetis. Kalau menggunakan warna sintetis, maka hasilnya lebih tajam, ngejreng atau cerah, sedangkan batik yang menggunakan warna alam hasilnya lebih soft, lembut," ia menerangkan.

Ke depan, Danung akan membuat batik versi print agar harganya bisa dijangkau oleh masyarakat yang ingin membeli batik. Dengan begitu, ia juga bisa mengkaryakan warga sekitar yang belum bekerja.

Untuk mencapai Desa Wanurejo, pelancong yang dari Yogya bisa menggunakan transportasi online atau travel untuk diantarkan ke Borobudur. "Dari sana mereka bisa diantar menggunakan transportasi andong atau dengan VW tour," kata Danung.

4 dari 4 halaman

Infografis Batik Dunia

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.