Sukses

Gucci Bakal Jalankan Skema Karbon Netral, Langkah Logis atau Hanya Mimpi?

Melalui skema karbon netral, Gucci akan bantu menanggulangi masalah deforestasi di sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Gucci akan menjalankan skema karbon netral. Brand fesyen mewah asal Italia tersebut memasukkan rencana itu ke dalam rencana berkelanjutan yang sudah berjalan satu dekade.

Brand yang kini bernaung dalam Grup Kering tersebut mengonfirmasi seluruh produksi akan dijalankan dengan skema karbon netral sepenuhnya sebelum akhir September 2019.

"Era baru akuntabilitas perusahaan ada pada kami dan kami butuh untuk lebih peduli dalam mengambil semua langkah demi memitigasi dampak (usaha) kami, termasuk menjadi transparan dan bertanggung jawab atas emisi (gas rumah kaca) dari seluruh rantai pasokan kami," kata CEO Gucci Marco Bizarre, dikutip dari The Fashion Law, Senin (16/9/2019).

Apakah mungkin brand dengan usaha manufaktur garmen dan aksesori dengan basis multi-musim itu meraih netralitas karbon? Jawabannya bisa jadi mengingat karbon netral berbeda dari bebas karbon.

Alih-alih menjanjikan menghilangkan karbondioksida dari bisnisnya yang tidak mungkin terjadi, Gucci memilih untuk menyeimbangkan emisi karbon lewat pendanaan yang setara dengan jumlah tabungan karbon di belahan dunia lain. Dilansir Metro UK, brand itu akan bekerja sama dengan REDD+, sebuah proyek PBB yang berupaya mengurangi emisi dari deforestasi yang terjadi di Peru, Indonesia, dan Kamboja.

Gucci berencana untuk menggabungkan seluruh rantai pasokan mereka, termasuk bagian proses produksi yang menggunakan pihak ketiga. Dengan begitu, pihak yang terlibat tak hanya internal Gucci, melainkan meluas kepada semua pihak yang bekerja sama dengan brand itu.

Pemilik Gucci menyebut 90 persen emisi gas rumah kaca dihasilkan di tahan pertama rantai pasok. Maka itu, taktik tersebut diharapkan dapat secara signifikan mengurangi jumlah kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.

Untuk memastikan emisi gas dari mana emisi gas terburuk dihasilkan, Gucci akan menggunakan laporan laba/rugi lingkungan untuk membanctu mengidentifikasi area rantai pasok mana yang harus diubah dan ditingkatkan.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Industri Penyumbang Sampah

Sementara itu, staf penulis dari penerbit Fast Company, Elizabeth Segran menyampaikan pendapatnya soal penerapan skema tersebut pada Kamis, pekan lalu. Ia menyebut sangat sulit untuk melacak berapa banyak karbon yang dilepaskan sebuah brand fesyen. Itu lantaran rantai pasok busana dan alas kaki sangat luas dan kompleks.

Perhitungan pasti emisi seringkali tidak akurat karena kebanyakan perusahaan membeli material dari perantara. Maka itu, perhitungan menjadi lebih sulit bila tidak mau disebut tidak mungkin untuk melacak seluruhnya ke sumber original mereka, seperti kebun katun atau peternakan sapi.

Segran menekankan bahwa ketika beberapa brand mulai melacak berapa banyak emisi karbon yang dihilangkan dari toko dan kantor mereka, kondisi sebaliknya terjadi pada pabrik yang menjadi partner mereka maupun penyedia bahan mentah.

Di sisi lain, keputusan Gucci patut diapresiasi. Langkahnya dinilai sangat penting mengingat produksi fesyen merupakan salah satu penyebab polusi terbesar di dunia.

Bulan lalu, Oxfam menemukan lebih dari dua ton pakaian dibeli di Inggris per menit. Lembaga swadaya masyarakat itu jug memperkirakan sekitar 11 juta garmen berakhir di tempat pembuangan akhir setiap minggunya. (Ossid Duha Jussas Salma)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.