Sukses

Eksistensi Noken Bergantung pada Hutan Papua

Keberadaan noken khas Papua yang diharapkan langgeng ini juga bisa jadi solusi dalam mengurangi sampah kantong plastik.

Liputan6.com, Jakarta - Berbentuk persegi, super lebar, sampai menutupi hampir semua bagian atas badan, atau membentuk setengah lingkaran bak bulan sabit. Bagaimanapun bentuknya, noken sudah tak lagi bisa dipisahkan dari keseharian masyarakat Papua.

Tas serbaguna yang dianggap sebagai simbol perempaun Papua, kesuburan, kekeluargaan, ekonomi, kehidupan yang baik, perdamaian, dan identitas ini akan terus ada. Syaratnya, hutan tetap eksis dalam menyediakan bahan bakunya.

Serat kayu dan ada pula anggrek adalah bahan baku noken yang diambil dari hutan. "Bila hutan sudah tak punya pohon, otomatis serat kayu tak akan lagi didapat mama-mama untuk membuat noken," kata Direktur Program Eco Nusa Muhammad Farid di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, 31 Juli 2019.

Dalam perlindungan hutan di Papua, kata Farid, upaya yang sangat mungkin ditempuh adalah bersinergi dengan ragam program pemerintah. Di samping itu, menjaga tutupan hutan jadi salah satu upaya esensial.

"Secara garis besar, Eco Nusa sedang membantu tutupan hutan Provinsi Papua Barat sampai 70 persen. Kami juga membuka pintu dengan berbagai pihak untuk tidak mengkonversi hutan di Papua Barat," tuturnya.

Dengan ekosistem yang masih kompleks, jelas Farid, hutan di Papua sangat bisa revegetasi secara alami. Peran satwa yang menyebarkan biji-bijian untuk kemudian menumbuhkan pohon jadi contoh yang disebutkan Farid.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengganti Kantong Plastik

Farid menyambung, membuat noken lebih dekat dengan masyarakat luas bisa dilakukan dengan cara menjadikannya sebagai pengganti kantong plastik. Ya, noken disarankan sebagai solusi untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.

"Selain bentuknya yang bagus, noken juga bisa dimanfaatkan sebagai kantong belanja. Tinggal disesuaikan saja dengan ukuran yang diperlukan," ucapnya.

Seorang pengrajin noken, Merry Dogopia, bercerita noken dulunya memang tak bisa dibawa sembarang orang. Hanya orang ternama, punya kuasa, dan pihak-pihak berada saja yang membawa noken. Seiring waktu, tas ini jadi milik masyarakat lebih luas.

Dengan ragam bentuk dan warna, noken sendiri dibanderol mulai dari Rp100 ribu untuk yang berukuran kecil dan Rp3 juta untuk noken yang dibuat dari anggrek dipetik dari hutan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.