Sukses

Uban Jadi Cahaya di Hari Kiamat, Ternyata Ada Syaratnya

Uban merupakan salah satu ciri yang menyebabkan kita disebut telah memasuki usia senja. Pembahasan yang tak kalah menariknya ialah perihal uban yang nantinya menjadi cahaya di hari kiamat.

Liputan6.com, Cilacap - Uban merupakan salah satu ciri yang menyebabkan kita disebut telah memasuki usia senja. Sejatinya, pendapat ini tidak sepenuhnya benar. Pasalnya banyak orang yang telah beruban, padahal usianya masih relatif muda.

Pembahasan yang tak kalah menariknya ialah perihal uban yang nantinya menjadi cahaya di hari kiamat. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW berikut ini,

الشيب نور المؤمن لا يشيب رجل شيبة في الإسلام إلا كانت له بكل شيبة حسنة و رفع بها درجة

Artinya: Uban adalah cahaya bagi seorang mukmin. Tidaklah seseorang beruban -walaupun sehelai- dalam Islam melainkan setiap ubannya akan dihitung sebagai suatu kebaikan dan akan meninggikan derajatnya. (HR. Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman. Syaikh Al Albani dalam Al Jami' Ash Shogir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Dalam hadis lain juga disebutkan demikian,

 “أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن نتف الشيب وقال إنه نور المسلم“. هذا حديث حسن وقد رواه عبد الرحمن بن الحارث وغير واحد عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده

"Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang mencabut uban, dan bersabda bahwa itu adalah cahaya bagi seorang muslim." (HR Tirmidzi)

Meski demikian tentu saja ada syarat jika seseorang menginginkan uban nantinya bakal menjadi cahaya di hari kiamat. Lantas apa syaratnya?

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Syarat Uban yang Menjadi Cahaya di Hari Kiamat

Meski uban berdasarkan keterangan hadis-hadis Nabi di atas kelak akan menjadi cahaya di hari kiamat, maka pertanyaan yang mendasar ialah apakah setiap orang yang beruban, nantinya uban tersebut menjadi cahaya?

Tentu saja jawabannya ialah tidak. Ada syarat yang harus dipenuhi tatkala kita menginginkan uban kelak di hari kiamat menjadi cahaya. Syarat tersebut ialah Islam.

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut ini,

الشيب نور المؤمن لا يشيب رجل شيبة في الإسلام إلا كانت له بكل شيبة حسنة و رفع بها درجة

Artinya: "Uban adalah cahaya bagi seorang mukmin. Tidaklah seseorang beruban dalam Islam melainkan setiap ubannya akan dihitung sebagai suatu kebaikan dan akan meninggikan derajatnya." (HR Al Baihaqi)

Dengan redaksi serupa berbeda, terdapat hadis lain yang menerangkan perihal syarat uban yang menjadi cahaya di hari kiamat ialah uban yang dimiliki oleh seorang muslim. Selain menjelaskan syarat, hadis yang telah dikutip dimuka, ini juga menerangkan keutamaan orang yang beruban.

لا تنتفوا الشيب فإنه نور يوم القيامة ومن شاب شيبة في الإسلام كتب له بها حسنة وحط عنه بها خطيئة ورفع له بها درجة

Artinya: "Janganlah mencabut uban karena uban adalah cahaya pada hari kiamat nanti. Siapa saja yang beruban dalam Islam walaupun sehelai maka dengan uban itu akan dicatat baginya satu kebaikan, dengan uban itu akan dihapuskan satu kesalahan, juga dengannya akan ditinggikan derajatnya." (HR Ibnu Hibban dalam Syu'abul Iman. Syaikh Al Albani dalam Al Jami' Ash Shogir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

3 dari 4 halaman

Hukum Mencabut Uban

Menukil NU Online, menurut ulama dari kalangan madzhab syafi’i—sebagaimana dikemukakan oleh Muhyiddin Syarf an-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab— bahwa mencabut uban hukumnya adalah makruh.

Hal ini didasarkan kepada sabda Rasulullah saw:

 لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ فَإِنَّهُ نُورُ الْمُسْلِمِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Jangan kalian mencabut uban karena uban itu adalah cahaya orang muslim kelak di hari kiamat” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Nasa’i)

Pandangan ini ditegaskan oleh al-Ghazali, al-Baghawi dan ulama lainnya. Bahkan Muhyiddin Syarf an-Nawawi menyatakan: “Jika dikatakan haram mencabut uban karena adanya larangan yang jelas dan sahih maka hal itu tidak mustahil”.

Kemakruhan mencabut uban di sini tidak dibedakan antara mencabu uban jenggot dan uban kepala. Dengan kata lain, mencabut uban yang ada di jenggot dan uban yang ada di kepala hukumnya adalah sama-sama makruh. 

    يَكْرَهُ نَتْفُ الشَّيْبِ لِحَدِيثِ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ فَإِنَّهُ نُورُ الْمُسْلِمِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَدِيثٌ حَسَنٌ رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَالتِّرْمِذُّي وَالنَّسَائِيُّ وَغَيْرُهُمْ بِأَسَانِيدَ حَسَنَةٍ قَالَ التِّرْمِذِيُّ حَدِيثٌ حَسَنٌ هَكَذَا. قَالَ أَصْحَابُنَا يَكْرَهُ صَرَّحَ بِهِ الْغَزَالِيُّ كَمَا سَبَقَ وَالْبَغَوِيُّ وَآخَرُونَ. وَلَوْ قِيلَ يَحْرُمُ لِلنَّهْيِ الصَّرِيحِ الصَّحِيحِ لَمْ يَبْعُدْ. وَلَا فَرْقَ بَيْنَ نَتْفِهِ مِنَ الْلِحْيَةِ وَالرَّأْسِ

“Makruh mencabut uban karena didasarkan kepaa hadits riwayat ‘Amr bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya dari Nabi saw beliau bersabda: ‘Jangan kalian mencabut uban karena uban itu adalah cahaya orang muslim kelak di hari kiamat’. Ini adalalah hadist hasan yang telah diriwayatkan oleh Abu Dawud at-Tirmidzi, Nasai, dan lainnya dengan sanad hasan. At-Tirmidzi berkata: ‘Bahwa hadits ini adalah hadits hasan. Para ulama dari madzhab kami (madzhab syafi’i) berpendapat bahwa makruh mencabut uban. Pandangan ini ditegaskan oleh al-Ghazali sebagaimana keterangan yang terdahulu, al-Baghawi dan ulama lainnya. Seandainya dikatakan haram mencabut uban karena adanya larangan yang jelas maka mungkin saja. Dan tidak ada perbedaan hukum kemakruhanya antara mencabut uban jenggot dan kepala” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Bairut-Dar al-Fikr, juz, I, hlm. 293)

4 dari 4 halaman

Pendapat Lain

Namun ada pandangan lain yang dikemukakan oleh imam Abu Hanifah yang terdapat dalam kitab al-Khulashah yang dinukil dari kitab al-Muntaqa. Menurutnya, hukum mencabut uban tidaklah makruh kecuali jika bertujuan untuk berhias diri (tazayyun).

Pandangan ini menurut ath-Thahawi sebaiknya tidak dipahami secara literalis. Beliau memberi catatan, bahwa pandangan Imam Abu Hanifah tersebut seyogyanya dipahami ketika uban yang dicabut adalah sedikit, tetapi jika banyak maka hukumnya tetap makruh karena adanya hadits yang melarang untuk mencabut uban yang diriwayatkan Abu Dawud sebagaimana disebutkan di atas.

وَفِي الْخُلَاصَةِ عَنِ الْمُنْتَقَى كَانَ أَبُو حَنِيفَةَ لَا يُكْرِهُ نَتْفَ الشَّيْبِ إِلَّا عَلَى وَجْهِ التَّزَيُّنِ اه وَيَنْبَغِي حَمْلُهُ عَلَى الْقَلِيلِ أَمَّا الْكَثِيرُ فَيُكْرَهُ لِخَبَرِ أَبِي دَاوُدَ لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ فَإِنَّهُ نُورُ الْمُسْلِمِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Di dalam kitab al-Khulashah yang dinukil dari kitab al-Muntaqa terdapat keterangan yang menyatakan bahwa imam Abu Hanifah tidak memakruhkan mencabut uban kecuali dengan tujuan berhias diri. Dan seyogynya pandangan ini dipahami ketika uban yang dicabut adalah sedikit, namun jika banyak maka hukumnya tetap makruh berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud: ‘Jangan kalian mencabut uban karena uban itu adalah cahaya orang muslim kelak di hari kiamat’” (Lihat, ath-Thahawi, Hasyiyah ‘ala Maraqi al-Falah Syarh Nur al-Idlah, Bulaq-Mathba’ah al-Amiriyah al-Kubra, 1318 H, h. 342).

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.