Sukses

Memaknai Slow Living: Gaya Hidup yang Tak Melulu Kejar Dunia, Relevan dengan Pandangan Islam

Gaya hidup slow living bisa relevan dengan pandangan Islam yang tak melulu mengejar dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Pernahkah Anda merasa lelah jalani rutinitas? Bekerja untuk memenuhi kebutuhan dan gaya hidup serta mengejar mimpi dari hari ke hari?

Terkadang, kebosanan dan kelelahan melanda terutama bagi mereka yang hidup di kota besar dan harus berangkat kerja lebih pagi agar tak terlambat dan pulang lebih malam karena terjebak kemacetan.

Belakangan, istilah slow living pun menyeruak di media sosial sebagai bentuk gaya hidup lambat yang lebih mindfull dan tak tergesa-gesa di setiap hari. Bagi sebagian orang, slow living adalah menjalani hidup yang ada saat ini dengan penuh legawa, tanpa ambisi, dan menikmati momen dengan rasa bahagia.

Mengutip komunitas Slow Living dalam laman slowlivingldn.com, gerakan ini sebenarnya dimulai pada tahun 1980-an. Aksi ini semula untuk menentang hadirnya restoran cepat saji McDonald's di jantung Kota Roma, Italia. Carlo Petrini dan sekelompok aktivis membentuk Slow Food, sebuah gerakan yang membela tradisi pangan daerah.

Gerakan slow food masih terus berlanjut dan kini mempunyai pendukung di lebih dari 150 negara dan terus melindungi tradisi gastronomi, mendorong upah yang adil bagi produsen, mendorong kenikmatan makanan berkualitas baik dan terlibat dalam aktivitas seputar keberlanjutan.

Gerakan slow food ini kemudian meluas ke aksi slow living. Di mana slow living diperkenalkan oleh Carl Honoré, salah satu penulis dan pembicara paling terkenal terkait gaya hidup lambat. Bahkan, ia berhasil membawa konsep hidup lambat sebagai arus utama (mainstream) pada 2004 silam melalui penerbitan bukunya "In Praise of Slowness".

Dalam buku tersebut, Honoré mengeksplorasi bagaimana slow food memicu gerakan slow living yang lebih luas. Istilah 'slow' pun diterapkan pada bidang kehidupan lain yang mengalami percepatan besar, termasuk dalam hal pekerjaan, mengasuh anak, dan bersantai.

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Menjalani Gaya Hidup Lambat

Konsep gaya hidup lambat memang kian relevan di tengah hiruk pikuk era digital dan industri 4.0. Perkembangan teknologi dan perubahan gaya hidup akibat disrupsi digital membuat manusia seolah tergesa-gesa dengan target pencapaiannya masing-masing.

Namun, konsep slow living hadir menawarkan perjalanan hidup dengan kualitas yang besar di mana kegiatan keseharian dilakukan dalam mode yang lambat, dinikmati dengan saksama, dan tidak terlalu ambisius. Misalnya dengan olah raga yang teratur, berkebun, memasak, menjalani hobi, hingga dalam hal mengejar karier. Pada akhirnya, semakin banyak orang yang mengakui bahwa lebih cepat tidak selalu lebih baik.

Tren slow living pun kembali muncul pascapandemi Covid-19 mendera. Kala itu, social distancing yang mengharuskan orang tinggal di rumah membuat semua aktivitas rutin terhenti. Dilansir dari slowlivingldn.com, yang mengutip laporan Google yaitu adanya peningkatan sebesar 4x dalam jumlah video YouTube dengan judul 'slow living' pada tahun 2020 dibanding 2019. Klip slow living ini memang lebih banyak menggambarkan kehidupan pedesaan yang indah dan jauh dari kenyataan kebanyakan orang.

Namun, peningkatan konten video ini menunjukkan keinginan untuk terhubung kembali dengan hobi, alam, dan diri kita sendiri yang bermakna. Dengan lebih banyak waktu untuk merenung dan peralihan mendadak ke kerja jarak jauh yang belum pernah terjadi sebelumnya, banyak orang menilai kembali apa yang benar-benar penting bagi mereka.

Lantas, apa saja ciri gaya hidup lambat yang bisa dijalani? Berikut ini tips yang bisa Anda coba:

1. Mundur dari hiruk pikuk

Anda bisa mulai menata jadwal keseharian dan memilih prioritas kegiatan yang dijalani. Buatlah daftar tugas dan selesaikan satu persatu. Hindari mengerjakan lebih dari satu kegiatan dalam waktu bersamaan.

2. Tidak perlu terlalu banyak jadwal

Jalani setiap hari dengan jadwal yang seperlunya dan luangkanlah waktu untuk diri sendiri.

3. Beli dari sumber lokal

Salah satu bentuk slow living adalah membeli produk lokal dari usaha kecil. Selain menjadi bentuk gaya hidup santai, langkah ini juga bermanfaat bagi komunitas kecil alih-alih berbelanja di toko online maupun fisik yang besar.

4. Konsumsi slow food

Di tengah menjamurnya restoran fast food, gaya hidup slow living justru menawarkan makanan yang diproses lambat dengan pilihan menu yang lebih beragam dan sehat. Aktivitas memasak juga bisa menjadi cara quality time bersama keluarga.

5. Jalani hobi

Salah satu aktivitas lambat yang bisa dijalani adalah memiliki hobi yang membutuhkan waktu khusus dan memungkinkan kita memperhatikan tugas tertentu. Misalnya, menulis, journaling, melukis, berkebun, bersepeda, crafting, dan lain-lain.

5. Beribadah dengan maksimal

Bagi seorang muslim, menjalani slow living juga bisa berarti menjalani ibadah dengan maksimal dalam keseharian. Mulai dari salat wajib tepat waktu, salat sunah, qiyamul lail, zikir pagi petang, sedekah, membaca Al Quran dan artinya, dan sebagainya.

3 dari 3 halaman

Salah Satu Bentuk Rasa Syukur

Mempraktikkan hidup lambat dalam Islam sangat relevan, misalnya dalam hal menghabiskan waktu tenang untuk bermuhasabah. Hidup lambat sangat memungkinkan manusia merenung dan mengkalibrasi ulang, serta mendekatkan diri kepada sosok pencipta Allah SWT.

Hal ini memungkinkan kita untuk berkomunikasi dengan Yang Maha Pengasih dan berkeluh-kesah. Kedamaian hidup lambat bisa dicari dengan mengandalkan Allah SWT, pasrah pada rida Ilahi dan menghilangkan kekhawatiran akan masa depan yang tak pasti. Hidup pun menjadi lebih spiritual dari hari ke hari dengan ibadah maksimal di sela rutinitas keseharian.

Sebagaimana firman Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an: Surat Al Hadid ayat 4:

هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِۚ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِى الْاَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاۤءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيْهَاۗ وَهُوَ مَعَكُمْ اَيْنَ مَا كُنْتُمْۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌۗ ۝٤

huwalladzî khalaqas-samâwâti wal-ardla fî sittati ayyâmin tsummastawâ ‘alal-‘arsy, ya‘lamu mâ yaliju fil-ardli wa mâ yakhruju min-hâ wa mâ yanzilu minas-samâ'i wa mâ ya‘ruju fîhâ, wa huwa ma‘akum aina mâ kuntum, wallâhu bimâ ta‘malûna bashîr

"Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Kemudian, Dia berkuasa atas ʻArasy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar darinya serta apa yang turun dari langit dan apa yang naik ke sana. Dia bersamamu di mana saja kamu berada. Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."

Menjalani hidup lambat memungkinkan manusia untuk selalu dekat dengan-Nya sejak membuka mata di pagi hari hingga menutup hari. Aktivitas spiritual bisa menjadi seimbang di tengah rutinitas duniawi.

Hal ini menjadi perwujudan syukur atas waktu yang telah diberikan oleh Allah SWT dengan cara merayakan hidup penuh dengan pertimbangan akan kualitas daripada kuantitas. Tapi perlu diingat, slow living bukan berarti mengajarkan kita untuk bermalas-malasan.

Dalam Al Quran Surat Al-Insyirah ayat 7 disebutkan:

فَإِذَا فَرَغْتَ فَٱنصَبْ

Artinya:

“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.”

Hikmah yang terkandung dalam surah Al-Insyirah ayat 7 adalah nilai dan semangat produktivitas. Sebagaimana disebutkan Quraish Shihahb, dalam Tafsir Al-Misbah, jika ditinjau dari segi bahasa, kata faragha bermakna kosong setelah sebelumnya penuh baik secara materi maupun non-materi.

Kesimpulannya, Allah SWT memerintahkan kita untuk memanfaatkan kesempatan waktu yang diberikan kepada kita. Namun dalam hal ini, tentu Allah SWT tidak memerintahkan umatNya agar selalu berproduktivitas tanpa memperhatikan keseimbangan antara urusan ukhrawi dan duniawi.

Terlalu fokus dengan urusan-urusan duniawi di era serba praktis ini justru akan membuat kita abai untuk tetap menjalin hubungan harmonis dengan Allah SWT. Karena itu, Slow Living menjadi bukti adanya solusi untuk menghindari serta mengurangi sikap terburu-buru dalam menikmati hidup yang diciptakan olehNya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.