Sukses

Ironi Berpuasa dari Balik Tempat Karantina Corona COVID-19 di India

Para jemaah tabligh akbar yang tinggal dalam pusat karantina Corona COVID-19 di India ini masih harus menghabiskan sisa Ramadan mereka di sana, walau sejatinya sudah dinyatakan negatif.

Liputan6.com, New Delhi - Izhar Ahmad telah menyelesaikan waktu hingga hampir sebulan di bawah masa karantina akibat pandemi Virus Corona COVID-19.

Durasi tersebut dua kali lipat dari periode yang seharusnya di bangsal isolasi pemerintah di ibu kota India, New Delhi, tetapi dia bertanya-tanya mengapa dia masih tidak diizinkan untuk pulang.

"Sudah hampir sebulan dan tiga tes Virus Corona baru dilakukan pada saya yang hasilnya negatif, tetapi saya masih di sini di pusat ini, tidak diizinkan untuk bertemu keluarga atau teman-teman saya," ujar Ahmad dari pusat karantina di Wilayah Wazirabad di Delhi. Demikian seperti dikutip dari laman Al Jazeera, Kamis (30/4/2020).

Ahmad termasuk di antara ribuan anggota organisasi misionaris Muslim, Tablighi Jamaat, yang dikarantina di seluruh negeri, setelah acara Jamaat di Delhi yang mereka hadiri awal Maret lalu terkait dengan infeksi Virus Corona COVID-19.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sasaran Kampanye Media

Sejak itu anggota Tablighi Jamaat menjadi sasaran kampanye media yang bermusuhan dengan kelompok sayap kanan Hindu. Mereka menuduh komunitas Muslim menyebarkan virus, yang telah menewaskan lebih dari 200.000 orang di seluruh dunia.

#CoronaJihad menjadi tren di Twitter, dengan banyak pemimpin Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa menyebut pertemuan keagamaan itu "terorisme corona" - sebuah istilah yang banyak diisyaratkan mengisyaratkan Islamofobia dari partai yang memerintah.

Ahmad (40) yang dijemput polisi pada 1 April dari Shastri Park di timur Delhi, mengatakan empat hingga enam orang ditempatkan bersama di kamar darurat dengan keadaan kekurangan kipas, membuat kondisi "pengap dan lembab".

Dia juga menyatakan frustrasi atas kurangnya makanan untuk sahur dan berbuka puasa sehingga sulit untuk menjalankan puasa selama bulan suci.

"Mereka tidak menyediakan makanan pada saat sahur dan ketika saatnya berbuka puasa, kami diberi kurma dan dua pisang," katanya.

"Kami ingin pulang, tidak ada alasan bagi mereka untuk menahan kami di sini, terutama ketika saya telah diuji negatif tiga kali."

Ibrahim Sultan, yang berada di kamp yang sama, mengatakan ia telah dua kali dinyatakan negatif. 

"Mereka telah mengambil tes lain dan saya sedang menunggu hasil," katanya.

"Saya ingin kembali ke keluarga saya jika saya tidak memiliki Virus Corona baru, kami hanya menunggu di sini dalam kondisi yang buruk ini dan semakin sulit bagi kami di masa Ramadan."

Menyoroti kondisi buruk di pusat-pusat karantina, ketua Komisi Minoritas Delhi Zafarul Islam Khan pada hari Selasa menuntut pembebasan Muslim yang ditahan di pusat-pusat karantina lebih dari 14 hari.

Dalam sepucuk surat kepada Menteri Kesehatan Delhi Satyendar Jain, Khan juga mengklaim bahwa fasilitas untuk makanan dan obat-obatan di kamp-kamp itu buruk dan membutuhkan perhatian.

Awal bulan ini, dua orang yang terkait dengan jemaah tabligh meninggal di pusat karantina Wazirabad, menurut laporan media setempat. Mereka menderita diabetes dan diduga tidak diberi makanan tepat waktu.

"Sudah 28 hari orang-orang ini masih berada di pusat karantina, mereka tidak memberikan alasan mengapa mereka tidak dibebaskan," kata Khan seraya menambahkan bahwa Jain tidak menjawab satu pun dari surat-suratnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.