Sukses

Saksi Prabowo-Hatta: MK Perlu Diskualifikasi Capres Terpilih

Marwah mengatakan, jangan sampai presiden yang dipilih berdasarkan DPT fiktif memimpin Indonesia 5 tahun ke depan.

Liputan6.com, Jakarta - Timses Prabowo-Hatta, Marwah Daud Ibrahim, menjadi saksi ahli dari pemohon pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Kehadiran Marwah untuk menjelaskan Pilpres 9 Juli lalu tidak sah dan hasilnya perlu dibatalkan. Ia mengatakan, pelanggaran utama yang menjadi dasar pembatalan itu karena adanya DPT oplosan atau fiktif.

"DPT oplosan ini demikian besar sehingga memasukkan pemilih-pemilih yang oplosan fiktif. Artinya tidak memilik NIK atau tidak memiliki kode induk wilayah administrasi dan juga pemilih bodong karena tidak memiliki NIK di TPS," jelas Marwah di Gedung MK, Jakarta, Jumat (15/8/2014).

Dengan semua data itu, dia mengusulkan agar MK mendiskualifikasi pasangan capres terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla dari Pilpres 2014.

"Kesimpulan dengan melihat betapa terstruktur, sistematis, dan masifnya akibat dari DPT tambahan dan DPT oplosan, kami mengusulkan untuk dipertimbangkan oleh Mahkamah mendiskualifikasi capres terpilih, tentu setelah melalui pembuktian," tambah Marwah.

Ia pun mengatakan, jangan sampai presiden yang dipilih berdasarkan DPT fiktif memimpin Indonesia 5 tahun ke depan. Dia mengutip pernyataan dari mantan cagub Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

"Mantan cagub Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa memiliki pengalaman sekaligus pernyataan yang patut kita kaji bersama. Bahwa pemilu itu tergantung pemilihnya. Kalau yang memilih fiktif palsu, kalau jadi pejabat karena pemilih fiktif itu jadi pejabat palsu," terang Marwah.

Marwah mengaku tak asal bicara. Ia bersama tim Prabowo-Hatta telah memeriksa adanya DPT fiktif itu yang berasal dari DPKTb.

"Fakta memperlihatkan bahwa sesungguhnya DPKTb yang kita persoalkan awalnya dari sini. DPKTb sesungguhnya 3,8 juta, tapi ketika kami melihat oplosan ini maka jumlahnya menjadi masif, mulai dari 33 provinsi dan jumlahnya 10.55 persen dari seluruh TPS. Artinya 19 juta pemilih bodong," ungkapnya.

"Ketika memeriksa 497 kabupaten, yang muncul adalah 15,53 persen bodong atau 29 juta. Artinya persolan yang muncul bermula dari yang bodong ini," tandas Marwah. (Sun)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.