Sukses

Mengenal Salam Kebajikan Umat Konghucu, Berikut Salam Lain dari Berbagai Agama

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengeluarkan imbauan kepada para pejabat agar tidak menggunakan salam pembuka dari semua agama saat memberikan sambutan resmi, termasuk salam kebajikan.

Liputan6.com, Jakarta Salam atau pernyataan hormat sempat menjadi polemik di Indonesia. Pasalnya  Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengeluarkan imbauan kepada para pejabat agar tidak menggunakan salam pembuka dari semua agama saat memberikan sambutan resmi, termasuk salam kebajikan. Imbauan ini terlampir dalam surat bernomor 110/MUI/JTM/2019 yang ditandatangani oleh Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad Buchori.

Dasar dari imbauan ini adalah pandangan bahwa salam adalah doa yang merupakan salah satu bentuk ibadah. Penggunaan salam beberapa agama dalam konteks resmi dianggap sebagai pelaksanaan ibadah yang tidak semestinya dilakukan. MUI Pusat juga mendukung imbauan yang dikeluarkan oleh MUI Jatim. Polemik muncul karena beberapa pihak berpendapat bahwa penggunaan salam agama dalam konteks resmi adalah cerminan semangat toleransi antar-agama. 

Salam agama yang biasanya digunakan oleh pejabat dalam acara resmi di Indonesia. Ini termasuk "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh" (Islam), "Salam Sejahtera bagi Kita Semua" (Kristen), "Om Swastyastu" (Hindu), "Namo Buddhaya" (Buddha), dan "Salam Kebajikan" (Konghucu). Berikut ulasan tentang salam kebajikan dan berbagai salam dari agama lain yang diakui di Indonesia. Dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Jumat (22/9/2023).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

1. Salam Kebajikan (Konghucu)

Salam Kebajikan merupakan kalimat salam penganut agama Konghucu. Dalam bahasa China, salam ini dikenal sebagai "Wei De Dong Tian" (惟德動天), yang dapat diterjemahkan sebagai 'hanya kebajikan Tuhan yang berkenan.' Dalam konteks ajaran Konghucu, salam kebajikan tidak hanya merupakan kata-kata sapaan biasa, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai dan prinsip keagamaan yang mendasar. 

Hendrik Agus Winarso, dalam bukunya yang berjudul "Keimanan dalam Agama Konghuchu: Suatu Tinjauan Teologi dan Peribadahannya," menjelaskan bahwa kebajikan adalah salah satu prinsip keimanan yang sangat penting dalam ajaran Konghucu. Dalam ajaran Konghucu, kebajikan dipandang sebagai suatu nilai yang harus dijunjung tinggi dalam kehidupan sehari-hari. 

Hal ini mencakup perilaku yang baik, etika yang benar, dan kesadaran akan tindakan kita terhadap sesama dan alam semesta. Penganut agama Konghucu dianjurkan untuk selalu berusaha menjalani kehidupan yang penuh dengan kebajikan, integritas, dan moralitas.

Salam Kebajikan juga mencerminkan keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan. Dengan mengucapkan salam ini, penganut Konghucu mengingatkan diri mereka sendiri untuk selalu berusaha menciptakan kebaikan dalam segala tindakan mereka dan untuk menjaga keseimbangan antara diri sendiri, sesama manusia, dan alam semesta.

3 dari 6 halaman

2. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh (Islam)

Salam dalam agama Islam, yang biasanya diucapkan sebagai "Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh" ( السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ) memiliki makna yang dalam dan penting dalam kehidupan sehari-hari umat Islam. Secara harfiah, kalimat ini berarti "semoga keselamatan dan rahmat Allah serta keberkahan-Nya terlimpah kepada kalian". Dalam kalimat ini, terkandung doa untuk keselamatan, rahmat, dan berkah Allah kepada individu atau kelompok yang menerima salam tersebut.

Salam dalam Islam juga mengajarkan umat Islam untuk menciptakan kedamaian dan harmoni dalam hubungan mereka dengan orang lain. Dengan memberikan salam, seseorang menyatakan niat baik dan kerelaan untuk menjaga hubungan yang baik dengan sesama manusia.

Salam dalam Islam menjadi salah satu tradisi khas yang menjadi bagian integral dari identitas umat Islam. Ketika seseorang mengucapkan salam, itu juga merupakan cara untuk mengidentifikasi diri sebagai seorang Muslim dan untuk merayakan nilai-nilai agama Islam.

Salam juga memiliki makna persaudaraan  antar sesama Mulim. Ketika seseorang menerima salam, mereka merasa diterima dan diakui oleh saudara seiman mereka. Ini menciptakan rasa persatuan dan solidaritas dalam komunitas Muslim.

4 dari 6 halaman

3. Shalom (Kristen dan Katolik)

Salah satu ucapan salam dalam tradisi Kristen dan Katolik yang sering digunakan adalah "Salam Sejahtera bagi Kita Semua" atau "Shalom". Secara harfiah, "Shalom" berasal dari bahasa Ibrani yang berarti damai, tanpa konflik atau permusuhan. Namun, makna salam Kristen tidak hanya sebatas ketiadaan konflik, tetapi juga mencakup berbagai aspek kehidupan yang diinginkan, seperti kesehatan, kemakmuran, kesuburan, umur panjang, perlindungan dari bahaya, dan hidup yang rukun dengan orang lain.

Salam dalam agama Kristen dan Katolik juga memiliki dimensi spiritual. Ketika orang Kristen memberikan atau menerima salam, ini juga dapat dianggap sebagai doa untuk keselamatan, damai batin, dan rahmat dari Allah. Salam mencerminkan kerinduan akan perdamaian dan kebaikan yang datang dari sumber ilahi.

Salam Sejahtera adalah bagian dari ekspresi iman Kristen yang mencerminkan ajaran Yesus Kristus tentang kasih, perdamaian, dan pengampunan. Yesus sering kali mengajar tentang pentingnya mencintai sesama, dan salam Kristen mencerminkan kerinduan untuk menjalani prinsip-prinsip tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Salam juga merupakan bagian dari tradisi gereja dalam Misa Katolik. Selama Misa, umat Katolik memberikan salam satu sama lain sebagai tanda persaudaraan dan persatuan dalam iman mereka. Ini adalah momen penting dalam Misa yang mencerminkan komunitas iman Kristen yang bersatu.

Dalam konteks yang lebih luas, salam Kristen juga mengandung pesan persatuan dan kedamaian. Ini adalah panggilan kepada umat Kristen untuk hidup dalam damai, menghormati dan mencintai sesama, dan menjadi agen perdamaian dalam dunia yang sering kali penuh konflik.

5 dari 6 halaman

4. Om Swastiastu (Hindu)

Om Swastiastu diterjemahkan sebagai "semoga dalam keadaan selamat atas karunia dari Sang Hyang Widhi". Sang Hyang Widhi adalah sebutan untuk Tuhan dalam tradisi Hindu. Dengan demikian, salam ini adalah doa atau harapan untuk keselamatan dan berkat dari Tuhan.

Simbol "Om" adalah komponen yang sangat penting dalam salam ini. "Om" adalah salah satu mantra suci dalam Hinduisme, yang dianggap sebagai suara dasar atau awal dari alam semesta. Ini adalah simbol spiritualitas, kehadiran Tuhan, dan penghubungan dengan dimensi yang lebih tinggi. Jadi, ketika seseorang mengucapkan "Om Swastiastu," mereka memasukkan aspek spiritual dan doa dalam sapaannya.

Kata "Swastiastu" berasal dari bahasa Sanskerta, yang memiliki pengaruh yang kuat dalam agama Hindu. Dalam bahasa Sanskerta, "Swasti" berarti keadaan baik atau kemakmuran, dan "astu" berarti semoga. Jadi, kata ini menciptakan doa untuk keberuntungan, kesejahteraan, dan kemakmuran dalam kehidupan penerima salam.

Om Swastiastu Adalah salam yang umumnya digunakan dalam berbagai konteks sosial. Ini mencerminkan penghormatan, kebaikan hati, dan keinginan yang tulus untuk kebaikan orang lain. Sapaan ini menciptakan ikatan sosial dan budaya yang positif di antara masyarakat Hindu.

Meskipun salam ini berasal dari tradisi Hindu, pesan yang terkandung di dalamnya bersifat universal. Harapan untuk keselamatan, kesejahteraan, dan berkat dari Tuhan adalah aspirasi yang dapat dimengerti dan diterima oleh orang dari berbagai latar belakang agama dan budaya.

6 dari 6 halaman

5. Namo Buddhaya

Namo Buddhaya dapat diterjemahkan sebagai "terpujilah Buddha". Dalam salam ini, "Namo" adalah ekspresi penghormatan atau pengagungan, sementara "Buddhaya" merujuk kepada Buddha, pendiri agama Buddha. Jadi, salam ini adalah bentuk penghormatan kepada ajaran Buddha dan nilai-nilai spiritual yang diajarkannya.

Namo Buddhaya awalnya hanya digunakan dalam konteks keagamaan oleh umat Buddha. Salam ini digunakan sebagai cara untuk menghormati Buddha dan mengawali berbagai kegiatan keagamaan, seperti upacara puja bakti, ceramah, diskusi Dhamma, atau rapat. Pengucapan Namo Buddhaya mencerminkan komitmen dalam menjalani ajaran Buddha dan membawa rasa hormat kepada Guru Agung.

Seiring berjalannya waktu, fungsi kalimat Namo Buddhaya bergeser dan dianggap sebagai salam untuk menyapa orang lain. Ini mencerminkan pengaruh agama Buddha dalam budaya dan bahasa sehari-hari masyarakat yang menganut agama ini. Penggunaan salam ini menjadi cara untuk menunjukkan sikap hormat, perdamaian, dan penghargaan terhadap orang lain.

Dalam konteks sosial, Namo Buddhaya mengandung pesan perdamaian, penghargaan, dan sikap hormat yang mendalam terhadap individu. Ini adalah cara untuk meresapi nilai-nilai ajaran Buddha dalam interaksi sehari-hari, seperti kesopanan, kerendahan hati, dan kasih sayang. Sedangkan dalam konteks spiritual, Namo Buddhaya mengingatkan pemeluk agama Buddha akan pentingnya merenungkan ajaran Buddha dalam setiap aspek kehidupan. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.