Sukses

Hajar Aswad Artinya Batu Hitam, Ketahui Sejarahnya dalam Islam

Kata Hajar Aswad yang berasal dari bahasa Arab yakni al-Hajaru al-Aswadu memiliki arti batu hitam.

Liputan6.com, Jakarta Hajar Aswad artinya istilah batu suci yang berada di Masjidil Haram. Hajar Aswad ini sudah tak asing lagi bagi para jemaah haji maupun umrah, sebab ada banyak orang yang ingin mencium atau sekadar memegang Hajar Aswad.

Hal itu tak lepas dari hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, yang artinya:

'Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Hajar Aswad memiliki lidah dan bibir yang dapat memberikan kesaksian terhadap orang yang mencium atau menyentuhnya pada Hari Kiamat dengan Jujur.”'

Secara bahasa, kata Hajar Aswad artinya batu hitam yang merupakan sebuah batu yang diyakini oleh umat Islam berasal dari Surga. Dalam keyakinan muslim disebutkan bahwa yang pertama kali menemukannya adalah Ismail dan yang meletakkannya adalah Ibrahim.

Berikut Liputan6.com ulas mengenai arti Hajar Aswad dan sejarahnya yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Selasa (12/9/2023).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Arti Hajar Aswad

Kata Hajar Aswad yang berasal dari bahasa Arab yakni al-Hajaru al-Aswadu memiliki arti batu hitam. Batu hitam adalah sebuah batu yang diyakini oleh umat Islam berasal dari surga. Batu ini memiliki aroma yang unik dan ini merupakan aroma wangi alami yang dimilikinya semenjak awal keberadaannya. 

Hajar Aswad adalah sebuah batu hitam yang terletak di salah satu sudut Ka'bah, bangunan suci di tengah Masjidil Haram di Mekah, Arab Saudi. Ka'bah adalah bangunan yang sangat suci dalam Islam, dan Hajar Aswad adalah salah satu batu yang membentuk bagian dari sudut Ka'bah.

Saat melaksanakan Haji atau Umrah, umat Muslim dianjurkan untuk mencium atau menyentuh Hajar Aswad sebagai tanda penghormatan dan sebagai bagian dari ritual mereka. Ini dilakukan sebagai tindakan simbolis yang mengingatkan mereka pada jejak Nabi Ibrahim (Abraham) dan Isma'il (Ishmael), yang dipercayai membangun Ka'bah berdasarkan perintah Allah.

Hajar Aswad sendiri adalah batu yang berwarna hitam, tetapi seiring berjalannya waktu dan paparan terhadap elemen-elemen alam, warnanya menjadi keruh dan tidak tampak begitu hitam. Meskipun demikian, keberadaannya tetap memiliki makna yang dalam dalam Islam dan menjadi salah satu fokus utama dalam ritual Haji dan Umrah. Menyentuh atau mencium Hajar Aswad adalah tindakan ibadah yang penting dalam rangkaian ritual di Masjidil Haram di Mekah.

3 dari 5 halaman

Sejarah Hajar Aswad

Hajar Aswad adalah batu yang turun dari langit, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis-hadis Nabi Muhammad SAW. Batu itu diserahkan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim untuk diletakkan di sudut Ka’bah sebagai pertanda dan lokasi dimulainya thawaf. Sudut itu adalah sudut bagian tenggara dari Ka’bah. Sekarang, batu tersebut dinamakan Rukun.

Al-Azraqi meriwayatkan dari Ibnu Ishaq mengenai sejarah Nabi Ibrahim yang membangun Ka’bah. Ia berkata: Ketika bangunan Ka’bah itu semakin tinggi, ismail mendekatkan sebuah Maqam (tempat berdiri) kepada Ibrahim sehingga dia dapat berdiri diatasnya untuk membangun Ka’bah.

Ismail memindah-mindahkan Maqam tersebut ke setiap penjuru Ka’bah sehingga akhirnya sampai kepada Rukun Hijir. Lalu Ibrahim berkata kepada Ismail, “Ambilkan saya sebuah batu untuk diletakkan disini, agar nanti menjadi tanda dimulainya tawaf untuk umat manusia.”

Ismail akhirnya pergi untuk mencarikan sebuah batu untuk ayahnya. Sebelum Ismail kembali, Jibril telah mendatangi Ibrahim dengan membawa Hajar Aswad. Kemudian diletakkanlah batu tersebut disudut Ka’bah.

Namun pada sekitar lima tahun sebelum Nabi Muhammad diangkat sebagai Nabi dan Rasul, yaitu usia 35 tahun, dilakukan pemugaran Ka`bah karena adanya beberapa kerusakan. Pemugaran dilakukan berdasarkan kesepakatan para pemuka kabilah suku Quraisy yang ada di kota Mekah. Terjadi perselisihan yang makin memuncak di antara tokoh masyarakat Quraisy saat menentukan siapa yang berhak untuk menempatkan kembali batu tersebut usai pemugaran.

Nabi Muhammad kemudian menjadi penengah, menghamparkan kainnya dan menempatkan Hajar Aswad di atas bentangan kain tersebut. Rasulullah SAW meminta setiap pemuka kabilah Quraisy memegang masing-masing sudut dan sisi kain tersebut dan bersama-sama mengangkatnya untuk membawa Hajar Aswad ke tempatnya semula. Kemudian Rasulullah SAW yang kemudian mengangkat batu tersebut dan meletakkannya ke tempat semula.

4 dari 5 halaman

Bentuk Hajar Aswad

Bentuk Hajar Aswad menjadi perbicangan oleh para ulama. Ada yang meyakini bahwa ukuran Hajar aswad sekitar satu dzira’ (hasta) sebagaimana yang dikabarkan dalam atsar (Perkataan sahabat yang bersandar kepada Nabi). Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash ra., ia berkata, “Hajar Aswad dahulu lebih putih dari susu dan panjangnya seukuran tulang hasta.”

Satu hasta adalah sekitar satu lengan orang dewasa, atau dari siku sampai ujung jari tengah. Sedangkan warna Hajar Aswad dahulunya berwarna putih, bahkan lebih putih dari salju dan susu. Ia berubah menjadi hitam akibat dosa orang-orang musyrik. Batu tersebut ditanam saat pembangunan Ka’bah. Yang nampak darinya sekarang hanya bagian depannya saja yang menghitam akibat dosa orang-orang musyrik. Adapun yang tertanam saat pembangunan Ka’bah warnanya putih.

Al Fakihi meriwayatkan dari Mujahid. Dia berkata, “Aku melihat Rukun saat Ibnu Zubair merobohkan Ka’bah. Tampak seluruh bagian batunya yang terdapat di bagian dalam Ka’bah berwarna putih.”

Hajar Aswad menempel di sudut timur Ka'bah, yang dikenal sebagai Rukun Hajr al-Aswad ("Pojok Batu Hitam"). Kemudian, dibingkai dengan bingkai  perak di sekitar Hajar Aswad dan kiswah hitam atau kain yang menyelimuti Ka'bah selama berabad-abad dipertahankan. Hajar Aswad ini diletakkan di sudut tenggara dari Ka’bah. Pemilihan sudut tenggara ini menjadi posisi di mana selalu dijadikan sebagai permulaan tawaf. Sedangkan semua orang tawaf selalu memulai tawafnya dari situ.

5 dari 5 halaman

Tangan Kanan Allah SWT di Bumi

Sebagaimana yang diriwayatkan Abu Ubaid, Baginda Rasulullah mengkiaskan Hajar Aswad sebagai ‘tangan Allah’ di bumi. Barangsiapa yang mengusap Hajar Aswad, seolah-olah sedang bersalaman dengan Allah subhânahu wa ta’âlâ. Selain itu, ia dianggap seperti sedang berbaiat kepada Allah dan Nabi Muhammad shallallahu ‘allaihi wa sallam. Sesuai dengan sabda Baginda Nabi Muhammad:

مَنْ فَاوَضَهُ، فَإِنَّمَا يُفَاوِضُ يَدَ الرَّحْمَنِ

Artinya: “Barangsiapa bersalaman dengannya (Hajar Aswad), seolah-olah ia sedang bersalaman dengan Allah yang Maha Pengasih.” (HR Ibnu Mâjah: 2957)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.