Sukses

Hukum Mewakafkan Harta adalah Sunnah, Pahami Penjelasannya dalam Islam

Hukum mewakafkan harta adalah sunnah yang sangat dianjurkan.

Liputan6.com, Jakarta Hukum mewakafkan harta adalah suatu hal yang perlu diperhatikan umat Islam. Wakaf sering kali digunakan di Indonesia sebagai kata yang berarti seseorang memberikan berupa tanah kosong atau bangunan jadi yang diperuntukkan bagi masyarakat sekitarnya. 

Contoh wakaf di antaranya yaitu tanah perkebunan, masjid, atau tanah kosong yang di atasnya didirikan gedung untuk kepentingan masyarakat luas dalam hal baik. Pemberian ini termasuk sedekah jariah, tidak putus pahalanya selama terus bermanfaat bagi orang banyak. 

Hukum mewakafkan harta adalah sunnah yang sangat dianjurkan. Meski tidak wajib, anjuran wakaf tercantum pada Al-Quran surat Ali Imran ayat 92:

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” [QS. Ali Imran: 92].

Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (20/7/2023) tentang hukum mewakafkan harta.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Hukum Mewakafkan Harta

Hukum mewakafkan harta adalah suatu hal yang sangat penting dipahami muslim. Seperti yang disebutkan sebelumnya, hukum mewakafkan harta adalah sunnah yang sangat dianjurkan. Secara umum tidak terdapat ayat Al-Qur’an yang menerangkan konsep wakaf secara jelas. Wakaf adalah infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah.

Para faqih berpendapat hukum mewakafkan harta adalah mandub (mustahab), yaitu suatu perbuatan yang diberi pahala bagi pelakunya, tetapi tidak dijatuhi sanksi bagi yang meninggalkannya.  Sumber masyru’ (legitimasi) wakaf dan sejarahnya dalam Islam adalah Al-Qur’an, Sunnah dan respons sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW.

Dalil-dalil yang dijadikan sandaran atau dasar hukum mewakafkan harta adalah:

1. Surat Ali-Imran ayat 92, yang artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apasaja yang kamunafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”. (QS. Ali-Imran: 92)

2. Surat Al-Baqarah ayat 267, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dariapa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu”. (QS. Al-Baqarah: 267).

3. Surat Al-Maidah ayat 2 yang artinya: “………Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (QS. Al-Maidah: 2).

3 dari 5 halaman

Pengertian Wakaf

Setelah mengetahui bahwa hukum mewakafkan harta adalah sunnah yang sangat dianjurkan, kamu perlu memahami apa itu wakaf. Mengutip Badan Wakaf Indonesia, kata Wakaf berasal dari bahasa Arab “Waqafa”. Asal kata “Wakafa” berarti “menahan” atau “berhenti” atau “diam” di tempat” atau tetap berdiri”. Kata al-Waqf dalam bahasa Arab mengandung beberapa pengertian yaitu Menahan, menahan harta untuk diwakafkan, tidak dipindahmilikkan. 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), wakaf adalah benda bergerak atau tidak bergerak yang disediakan untuk kepentingan umum (Islam) sebagai pemberian yang ikhlas. Wakaf juga dapat dimaknai sebagai tanah negara yang tidak dapat diserahkan kepada siapa pun dan digunakan untuk tujuan amal.

Wakaf  adalah perbuatan hukum wakif (pihak yang melakukan wakaf) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum sesuai syariah.

Menurut mazhaf Maliki wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakat tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain. Wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya.

Sementara itu, menurut mazhab Syafi’I dan Ahmad bin Hambal wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan, seperti perlakuan pemilik dengan cara pemilikannya kepada yang lain, baik dengan tukaran atau tidak.

4 dari 5 halaman

Syarat Wakaf

Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, unsur wakaf ada enam, antara lain wakif (pihak yang mewakafkan hartanya), nazhir (pengelola harta wakaf), harta wakaf, peruntukan, akad wakaf, dan jangka waktu wakaf.

Wakif atau pihak yang mewakafkan hartanya bisa perseorangan, badan hukum, maupun organisasi. Jika perseorangan, ia boleh saja bukan muslim karena tujuan disyariatkannya wakaf adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan orang nonmuslim tidak dilarang berbuat kebajikan. Syarat bagi wakif adalah balig dan berakal.

Hukum mewakafkan harta adalah sunnah, dan pelaksanaan wakaf dianggap sah apabila terpenuhi syarat-syarat, yaitu:

  1. Wakif harus orang yang sepenuhnya menguasai sebagai pemilik benda yang akan diwakafkan. Si Wakif tersebut harus mukallaf (akil baligh) dan berwakaf atas kehendak sendiri.
  2. Benda yang akan diwakafkan harus kekal dzatnya, berarti ketika timbul manfaatnya dzat barang tidak rusak. Harta wakaf hendaknya disebutkan dengan terang dan jelas kepada siapa dan untuk apa diwakafkan.
  3. Penerima wakaf haruslah orang yang berhak memiliki sesuatu, maka tidak sah wakaf kepada hamba sahaya.
  4. Ikrar wakaf dinyatakan dengan jelas baik dengan lisan maupun tulisan.
  5. Dilakukan secara tunai dan tidak ada khiyar (pilihan) karena wakaf berarti memindahkan wakaf pada waktu itu. Jadi, peralihan hak terjadi pada saat ijab qobul ikrar wakaf oleh Wakif kepada Nadzir sebagai penerima benda wakaf.
5 dari 5 halaman

Jenis Wakaf

Hukum mewakafkan harta adalah sunnah. Menurut Ahmad Azhar Basyir, wakaf dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

1. Wakaf Ahli (keluarga atau khusus)

Wakaf ahli ialah wakaf yang ditujukan kepada orang orang tertentu, seorang atau lebih. Baik keluarga wakif atau bukan. Misal: “mewakafkan buku-buku untuk anak-anak yang mampu mempergunakan, kemudian cucu-cucunya.”

Wakaf semacam ini dipandang sah dan yang berhak menikmati harta wakaf adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf.

2. Wakaf Khairi atau wakaf umum

Wakaf khairi ialah wakaf yang sejak semula ditujukan untuk kepentingan umum, tidak dikhususkan untuk orang-orang tertentu. Wakaf khairi ini sejalan dengan jiwa amalan wakaf yang amat digembirakan dalan ajaran Islam, yang dinyatakan bahwa pahalanya akan terus mengalir, sampai bila waqif telah meninggal, selagi harta wakaf masih tetap dapat diambil manfaatnya.

Wakaf ini dapat dinikmati oleh masyarakat secara luas dan dapat merupakan salah satu sarana untuk menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat, baik dalam bidang sosial ekonomi, pendidikan, kebudayaan maupun keagamaan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.