Sukses

Syubhat Adalah Perkara yang Meragukan, Bagaimana Menyikapinya?

Syubhat adalah istilah dalam Islam yang merujuk pada perkara-perkara yang samar dan kurang jelas hukumnya, sehingga meragukan.

Liputan6.com, Jakarta Syubhat adalah istilah dalam Islam yang merujuk pada perkara-perkara yang samar dan kurang jelas hukumnya, sehingga meragukan. Selain mengacu pada suatu perkara yang tidak begitu jelas hukumnya, syubhat adalah sesuatu yang juga bisa dipahami sebagai kerancuan berpikir, sehingga sesuatu yang salah dapat terlihat benar, atau sebaliknya.

Dalam kaitannya dengan permasalahan kontemporer, syubhat adalah perkara atau permasalahan yang belum jelas dan meragukan sehingga dibutuhkan keterangan atau penelitian lebih lanjut.

Dilansir dari laman Universitas Darussalam Gontor, Imam Ahmad menafsirkan bahwa syubhat ialah perkara yang berada antara halal dan haram yakni yang betul-betul halal dan betul-betul haram. Dia berkata, “Barangsiapa yang menjauhinya, berarti dia telah menyelamatkan agamanya. Yaitu sesuatu yang bercampur antara yang halal dan haram.”

Dari penjelasan Imam Ahmad tersebut dapat diambil pelajaran, bahwa ketika menjumpai perkara yang syubhat, sikap yang terbaik adalah menjauhinya. Untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang syubhat, berikut penjelasan selengkapnya seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (8/2/2023).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Pengertian Syubhat

Secara bahasa, syubhat artinya serupa atau mirip. Selain itu, arti syubhat adalah (samar, kabur, tidak jelas, gelap, dan sangsi. Dari penjelasan tersebut, syubhat adalah hal yang merujuk pada perkara atau masalah yang belum memiliki hukum yang sama dengan haram atau sama dengan halal. Sebab mirip halal bukanlah halal, dan mirip haram bukanlah haram. Maka, tidak ada kepastian hukum halal atau haramnya, masih samar dan gelap.

Bisa dipahami pula bahwa syubhat adalah perkara yang berada di antara halal dan haram. Lalu bagaimana sebaiknya bersikap ketika menghadapi perkara yang syubhat?

Para ulama berbeda pendapat mengenai pengertian syubhat yang diisyaratkan Rasulullah. Sebagian ulama berpendapat bahwa perkara syubhat itu haram hukumnya berdasarkan sabda Rasulullah, “Siapa menjaga dirinya dari yang samar-samar itu, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya”. Siapa yang tidak menyelamatkan agama dan kehormatannya, berarti dia telah terjerumus kedalam perbuatan haram.

Nabi bersabda, dari Al-Husain bin Ali RA ia berkata, 'Saya selalu ingat pada sabda Rasulullah Saw', yaitu:

دع ما يريبك إَل ماال يريبك

“Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu dan kerjakanlah sesuatu yang tidak meragukanmu. (HR. Tirmidzi)

Dengan kata lain, berdasarkan hadits tersebut dianjurkan untuk menjauhi perkara syubhat sampai perkara tersebut diketahui secara jelas apakah itu halal atau haram.

3 dari 5 halaman

Bagaimana Suatu Perkara Dihukumi Syubhat

Ada beberapa sebab yang membuat sesuatu, perkara, atau permasalahan sehingga disebut sebagai syubhat. Sesuatu yang dihukumi syubhat, memiliki empat bentuk antara lain:

1) Keraguan pada kehalalan dan keharamannya, jika keduanya berimbang maka digunakan kaedah istishab untuk menentukan hukum dasarnya. Namun, jika hukum salah satu dari keduanya lebih kuat dari yang lain, maka hukum berdasarkan yang terkuat.

2) Keraguan apakah ada penyebab keharaman yang muncul pada sesuatu yang hukumnya itu halal. Pada dasarnya, hukumnya halal selama keharaman itu belum terbukti.

3) Pada dasarnya sesuatu itu hukumnya haram, akan tetapi muncul kemudian sesuatu yang menurut dugaan yang kuat menjadikannya halal. Jika sebab yang melahirkan dugaan itu sifatnya syar’i, maka hukumnya pun menjadi halal, danstatusnya yang haram sebelumnya menjadi batal. Namun, jika dugaan itu tidak demikian, maka hal tersebut tetap pada hukum dasar keharamannya.

4) Diketahui kehalalannya, namun muncul kemudian dugaan kuat terkait sebab yang menjadikannya haram.

4 dari 5 halaman

Menyikapi Perkara Syubhat

Syubhat adalah suatu perkaran yang belul jelas halal dan haramnya. Syubhat adalah sesuatu yang hukumnya masih samar. Hal itu biasanya muncul akibat ketidaktahuan. Kondisi seperti ini umumnya dialami oleh kebanyakan kelompok orang-orang awam.

Lalu bagaimana kita harus bersikap ketika menghadapi perkara syubhat? Menjaga diri atau meninggalkan syubhat adalah bentuk kehati-hatian atau merupakan sikap wara’.

Sebab perkara syubhat memiliki kecenderungan pada hal yang haram. Banyak melakukan syubhat akan mengantarkan seseorang kepada perbuatan haram.

Meninggalkan perkara-perkara yang diperbolehkan karena khawatir akan terjerumus kepada hal-hal yang diharamkan, adalah pertanda ketakwaan seseorang. Menutup pintu terhadap peluang-peluang perbuatan haram serta haramnya sarana dan cara ke arah sana adalah salah satu sikap yang sangat mulia. Hati-hati dalam masalah agama dan kehormatan serta tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mendatangkan persangkaan buruk.

5 dari 5 halaman

Jenis-Jenis Hukum dalam Islam

Dilansir dari laman Fakultas Hukum UII, Hukum Islam secara umum dapat dibagi menjadi dua, pertama, hukum taklifi yang terdiri dari al-wujub (wajib), an-nadbu (sunnat), al-ibahah (mubah), al-karoheh (makruh), dan al-haromah (haram).

Wajib merupakan suatu perkara yang harus dikerjakan dan tidak boleh ditinggalkan, dan jika umat muslim meninggalkannya maka berdosa. Sunnah adalah suatu hukum di mana suatu perbuatan akan mendapat pahala apabila dikerjakan, dan apabila ditinggalkan tidak berdosa.

Mubah adalah boleh untuk dilakukan, bahkan lebih condong kepada dianjurkan, tetapi tidak ada janji berupa konsekuensi berupa pahala terhadapnya. Makruh adalah perbuatan yang sebaiknya tidak dilakukan, atau dengan kata lain dilarang namun tidak terdapat konsekuensi bila melakukannya.

Haram adalah setiap perbuatan terlarang, dan tercela yang dituntut syar'i untuk ditinggalkan dengan dalil yang tegas dan pasti, serta diikuti dengan ancaman hukuman bagi pelakunya dan imbalan bagi orang yang meninggalkannya.

Kedua, hukum wadh’iy yang didalamnya ada sebab, syarat, mani’, sah-batal, rukhsah-‘azimah. Contohnya, waktu matahari tergelincir di tengah hari menjadi sebab wajibnya seorang mukallaf menunaikan sholat dzuhur, wudhu’ menjadi syarat sahnya sholat, haid menjadi penghalang (mani’) seorang perempuan melakukan kewajiban sholat atau puasa.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.