Sukses

Butuh Dekade untuk Lihat Dampak Rokok Elektrik tapi Ahli Khawatirkan Hal Ini

Peneliti: Butuh Hitungan Dekade untuk Lihat Dampak Sebenarnya dari Rokok Elektrik

dr Dinda Meraih Gelar Medical Bachelor, Bachelor of Surgery (M.B.B.S) dan Merampungkan Program Post Graduate Obstetric and Gynecology di Suzhou University, Suzhou, China pada 2014. Lalu Menjadi Dokter Adaptasi di RSUP Sanglah, Denpasar, Bali.

Liputan6.com, Jakarta - Rokok elektrik di awal kemunculannya disebut-sebut sebagai alat alternatif untuk berhenti merokok. Namun, rokok tersebut kini menjadi tren di kalangan remaja dan dewasa muda.

Bahkan, beberapa perokok elektrik adalah orang-orang yang tidak pernah merokok sebelumnya. Dengan kata lain, alih-alih menurunkan jumlah perokok, vape atau rokok elektrik malah membuat yang bukan perokok ikut merokok.

Penelitian mengenai dampak vaping terhadap kesehatan dalam jangka panjang masih sangat terbatas karena perangkat tersebut relatif baru dan belum diatur. Meski begitu, para ahli mengkhawatirkan potensi munculnya kanker dan penyakit akibat penggunaan vape di tahun-tahun mendatang.

"Vaping telah diiklankan secara luas sebagai alternatif yang lebih aman daripada merokok dan telah dipopulerkan di kalangan anak muda," kata seorang ahli bedah toraks di Rumah Sakit Umum Massachusetts, Chi-Fu Jeffrey Yang, MD, mengutip Verywell Health pada Selasa, 21 November 2023.

"Konsekuensi dari hal ini adalah banyak anak muda tanpa sadar menempatkan diri mereka pada risiko lebih tinggi terkena penyakit paru-paru di masa depan," Jeffrey menambahkan. "Yang menjadi kekhawatiran saya adalah bahwa semua risiko kesehatan dari vape belum diketahui dengan jelas."

Meski Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) telah mengesahkan 23 produk rokok elektrik, tapi terdapat lebih dari 2.000 produk vape di pasaran hingga Juni 2022.

Dengan kata lain, menurut kelompok pengawas tembakau Truth Initiative, jumlah vape yang belum disahkan jelas lebih banyak.

Dalam beberapa kasus ketika produk vaping dilarang, perusahaan hanya mengubah nama mereknya dan terus menjualnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Belum Ada Hasil Penelitian Soal Dampak Vape dalam Jangka Panjang

Mengingat vape tergolong barang baru, maka belum didapatkan hasil penelitian soal dampak penggunaan vape dalam jangka panjang.

"Saat ini, tidak ada data yang menunjukkan bahwa vaping meningkatkan risiko kanker paru-paru," ujarnya.

Sementara, diagnosis kanker paru-paru sebenarnya telah menurun dalam beberapa tahun terakhir karena semakin sedikit orang yang merokok.

"Hal ini tidak berarti bahwa vaping tidak meningkatkan risiko kanker paru-paru, tapi belum ada cukup waktu dan penelitian untuk sepenuhnya memahami apakah ada hubungan antara vaping dan risiko kanker paru-paru,” kata Jeffrey.

"Kami tahu bahwa vaping memicu perubahan inflamasi di paru-paru, yang dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru," dia menambahkan.

 

3 dari 4 halaman

Rokok Elektrik Dikaitkan dengan Penyakit Paru-Paru Kronis

Bukti yang muncul menunjukkan bahwa vaping dikaitkan dengan penyakit paru-paru kronis, asma, dan penyakit jantung.

Vape dengan berbagai varian rasa sering kali mengandung bahan tambahan yang disebut diacetyl, yang dapat menyebabkan kerusakan paru-paru jika dihirup.

"Vaping juga telah terbukti memicu peradangan pada gusi dan mulut," katanya.

Para peneliti di Universitas Johns Hopkins menguji cairan rasa tembakau dari empat merek populer dan menemukan beberapa bahan tambahan beracun dan ribuan bahan kimia yang tidak diketahui.

Beberapa bahan kimia yang dilepaskan ketika e-liquid dipanaskan, seperti formaldehida dan benzena, diklasifikasikan sebagai karsinogen atau zat pemicu kanker.

 

4 dari 4 halaman

Nikotin dalam Rokok Elektrik

Sementara, nikotin dalam rokok elektrik tidak menyebabkan kanker, tapi sangat membuat ketagihan dan diketahui memiliki efek negatif pada otot polos dan organ lain di tubuh.

Menurut terapis pernapasan di American Asosiasi Perawatan Pernafasan (AARC) Mary P Martinasek PhD CPH, dua pelarut umum untuk e-liquid—propilen glikol dan gliserin—dianggap sebagai penyebab iritasi saluran pernapasan.

Meskipun FDA mengklasifikasikannya sebagai bahan aman untuk digunakan dalam makanan dan produk kecantikan, bahan-bahan tersebut dapat menimbulkan efek berbahaya jika terhirup.

Martinasek, mengatakan, dia memperkirakan akan melihat adanya kanker yang disebabkan oleh vaping di masa depan meskipun saat ini datanya terbatas.

"Karena kebaruan produk ini, kami tidak memiliki bukti kuat adanya kanker, namun model hewan mulai menunjukkan kemungkinan pembentukan pra-kanker," ujarnya.

Umumnya, dibutuhkan waktu lebih dari 20 tahun bagi seorang perokok seumur hidup untuk terkena kanker, menurut para peneliti di New York University School of Medicine.

Jika rokok elektrik benar-benar bersifat karsinogenik, munculnya kanker pada manusia akibat vaping mungkin tidak akan terjadi dalam satu dekade ke depan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini