Sukses

Alert, Ada Risiko Mutasi Virus Akibat Penyebaran Nyamuk Wolbachia

Penyebaran nyamuk wolbachia untuk cegah DBD berisiko mengakibatkan mutasi virus.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI sedang menggencarkan penyebaran nyamuk wolbachia di beberapa daerah untuk pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD). Namun, upaya wolbachia baru-baru ini menuai kontroversi di kalangan publik dan peneliti.

Peneliti Global Health Security Dicky Budiman menyoroti teknologi wolbachia terhadap nyamuk Aedes aegypti pembawa virus dengue terdapat risiko tertentu. Seiring dengan pemanasan global, suhu panas justru akan mengurangi intensitas wolbachia.

"Sebagai contoh dalam wolbachia. Efek pemanasan global pada riset suatu paper, bahwa suhu panas ini untuk wolbachia sebagai media blocking patogen menurun. Karena suhu panas, masa inkubasi nyamuk virus dari menggigit itu menjadi lebih pendek," jelas Dicky kepada Health Liputan6.com, ditulis Rabu, 15 November 2023.

"Ini yang akhirnya enggak kekejar sama wolbachia. Terus suhu yang semakin panas mengurangi intensitas wolbachia. Yang kita tahu, jumlah wolbachia dibutuhkan cukup banyak untuk efektif membloking replikasi virus."

Risiko Mutasi Virus Meningkat

Dicky menekankan, penerapan wolbachia di Indonesia sebaiknya tidak hanya melibatkan satu keahlian saja, melainkan berbagai cabang keilmuwan atau multibackground.

"Mekanisme memonitor, mencermati riset ini dan risiko mutasi meningkat sehingga ini tidak sepenuhnya bisa diandalkan," imbuhnya.

"Itu sebabnya, dalam konteks public health, 3M untuk DBD, yakni menguras, menutup, mendaur ulang itu tetap harus jadi strategi utama dijalankan selain hal seperti ini (wolbachia), yang masih menunggu 20-30 tahun lagi ke depan."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Nyamuk Akan Terus Berevolusi

Di sisi lain, Dicky Budiman menuturkan tidak mengecilkan riset mengenai wolbachia. Penelitian dapat terus dilakukan.

Namun, untuk menjadi sebuah program nasional dinilai masih agak jauh.

"Masih agak jauh untuk menjadi program. Jadi menurut saya ya jangan banyak-banyak juga (menyebarkan wolbachia). Sekali lagi kita harus betul-betul pastikan bagaimana mekanisme monitoringnya yang bisa dilakukan. Hati-hati ya dalam memilih suatu pendekatan yang sifatnya melakukan intervensi pada alam," ucap Dicky.

"Ingat, kita melakukan intervensi pada alam. Makhluk hidup ya virus, nyamuk sendiri akan terus berevolusi, jadi mekanisme escape."

3 dari 4 halaman

Riset dan Data Wolbachia Belum Lengkap

Wolbachia merupakan teknologi pengendalian nyamuk yang menggunakan modifikasi genetik, yang artinya ketika menggunakan strategi ini berhati-hati. Sebab, secara umum sampai saat ini diketahui riset dan data belum lengkap.

"Belum menjadi satu data sains yang kuat mengenai mekanisme patogen blocking. Ini adalah kelemahan dari strategi ini sampai saat ini," Dicky Budiman melanjutkan.

"Untuk diketahui bahwa strategi ini memiliki beberapa potensi dampak baik terhadap biodiversity lokal termasuk dampak destruksi ekologi dan termasuk risiko lain, ditambah kita tahu bicara Indonesia, kita bahkan dikatakan tidak ada bahkan minim surveilans vektor, yang mana surveilans vektor ini menjajdi alat ukur monitoring pelaksanaan riset seperti ini."

Ancaman Kesehatan Global

Sampai saat ini, kata Dicky, perdebatan global tidak terlalu mendukung riset ini karena biosafety concern dan belum lagi isu soal potensi mutasi virus, nyamuk vektor ini atau mosquito borne-disease memang menjadi ancaman kesehatan global. 

"Ini saling berkaitan dan kompleks dari virus sendiri, vektor yaitu nyamuk, manusia dan lingkungan, sehingga riset ini mesti diperhatikan," katanya.

4 dari 4 halaman

Mengusik Kedaulatan Bangsa Indonesia

Menteri Kesehatan RI periode 2004—2009 Siti Fadilah Supari turut mempertanyakan penyebaran jutaan nyamuk wolbachia untuk mencegah Demam Berdarah Dengue (DBD).

Upaya itu dinilai mengusik kedaulatan bangsa Indonesia lantaran belum tahu bagaimana dampak penyebaran wolbachia ke depannya.

"Ini adalah program World Mosquito, bukan program kita tapi program filantropi. Nah, dari luar mereka peneliti, tapi yang diteliti adalah kita sendiri. Ini yang membuat ketidaknyamanan menurut saya sebagai bangsa yang berdaulat," kata Siti Fadilah saat jumpa pers di Jakarta pada Minggu, 12 November 2023.

"Dari segi kesehatan DBD, menurut saya telah terkendali. Kemenkes cukup berhasil dalam pengendalian DBD di Indonesia."

Gunakan Cara yang Lebih Transparan

Untuk penelitian penanganan DBD di Indonesia bagi Siti Fadilah tidak masalah dilakukan oleh siapa pun. Namun, ia menekankan, hal itu haruslah menggunakan cara yang lebih transparan.

"Kita tidak menentang penelitian (DBD) dilakukan di luar oleh siapa pun, baik World Mosquito Program (WWP). Tetapi kalau mereka menggunakan masyarakat kita, seharusnya mereka menggunakan cara yang lebih transparan," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.