Sukses

Virus Nipah Miliki Potensi Picu Angka Kematian Tinggi, Capai 75 Persen

Virus Nipah berpotensi menyebabkan kematian 3 dari 4 orang yang terinfeksi.

Liputan6.com, Jakarta - Virus Nipah yang sedang melanda India merupakan virus dengan angka kematian tinggi yakni mencapai 75 persen. Hal ini disampaikan ahli epidemiologi Dicky Budiman.

Nipah virus ini kematiannya bisa 75 persen possibility-nya, artinya dari empat ya tiga bisa meninggal,” ujar Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara, Senin (18/9/2023).

Dia menambahkan, virus Nipah sangat patogenik atau sangat bisa menyebabkan penyakit. Virus ini masuk dalam kategori highly pathogenic zoonotic virus yang punya potensi menyebabkan wabah baik endemi maupun pandemi.

“Potensi (menyebabkan wabah) ini dimiliki karena belum ada obat, belum ada vaksin dan sulit untuk dikendalikan, dikontrol,” katanya.

Sementara, potensi penyebaran virus Nipah masih dinilai jauh oleh Dicky. Meski begitu, dia tidak memungkiri bahwa situasi di Kerala, India memang semakin serius.

“Saat ini (di Kerala) total dua yang meninggal, ada tiga lain yang terinfeksi dan 800-an orang ada dalam isolasi, karantina di daerah tersebut.”

Potensi Virus Nipah Masuk Indonesia

Tak perlu jauh-jauh ke India, lanjutnya, virus Nipah sebenarnya pertama kali terdeteksi di Malaysia pada 1998 atau 1999 di wilayah peternakan babi.

“Di Indonesia ya potensinya ada, tapi ini tentu dalam konteks Indonesia cukup sulit karena kemampuan deteksi kita ini masih cukup lemah dalam deteksi infeksi khususnya infeksi baru.”

Pasalnya, sistem deteksi di Indonesia belum diperbaiki dengan memadai sejak pandemi COVID-19. Dan ini menjadi titik lemah atau titik rawan Indonesia sebagai negara yang begitu luas dan kaya akan habitat liar, kata Dicky.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Potensi Penularan di Wilayah Asia Tenggara

Sementara, berbicara di lingkup Asia Tenggara, menurut Dicky potensi penularan virus Nipah cukup besar.

“Sebetulnya penularan di wilayah ASEAN (Asia Tenggara) cukup besar untuk terdeteksinya kasus virus Nipah ini. Karena kelelawar buahnya ada di wilayah kita, artinya potensinya juga terbuka.”

Mengingat potensi tersebut, Dicky mengingatkan bahwa Indonesia perlu memperkuat deteksi.

“Yang harus kita tingkatkan adalah deteksinya. Karena beda dengan Hendra virus, Nipah virus ini sudah bisa ditularkan dari manusia ke manusia dan ini yang membuat Nipah virus ini begitu tinggi potensinya menjadi epidemi atau bahkan pandemi,” jelas Dicky.

3 dari 4 halaman

Alasan Potensi Penularan Virus Nipah di Kelara Tinggi

Dicky pun berkomentar soal alasan tingginya potensi penularan virus Nipah di Kelara, India. Potensi ini berkaitan pula dengan sanitasi, kebersihan pribadi, dan kepadatan penduduk.

“Potensi penularan tinggi terutama di daerah seperti Kerala itu yang begitu padat, sanitasinya buruk, personal hygiene-nya buruk dan ini yang akhirnya mempermudah terjadinya kontak yang sangat erat,” ucap Dicky.

Senada dengan Dicky Budiman, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya menyampaikan bahwa wilayah lain selain India berisiko tertular virus Nipah.

“Karena bukti menunjukkan bahwa virus telah ditemukan pada spesies kelelawar Pteropus dan beberapa spesies kelelawar lain di sejumlah negara. Termasuk Kamboja, Ghana, Indonesia, Madagaskar, Filipina, dan Thailand,” mengutip laman resmi WHO, Senin (18/9/2023).

4 dari 4 halaman

Penularan dari Babi dan Kelelawar Buah

WHO juga menjelaskan, selama wabah pertama yang terjadi di Malaysia pada 1999, yang juga melanda Singapura, sebagian besar penularan pada manusia disebabkan oleh kontak langsung dengan babi.

Virus diduga disebarkan oleh babi yang sakit atau jaringan tubuhnya yang terkontaminasi.

“Penularan diperkirakan terjadi melalui paparan cairan babi yang tidak terlindungi, atau kontak tanpa pelindung dengan jaringan hewan yang sakit.”

Dalam wabah berikutnya di Bangladesh dan India, babi bukan hewan yang diduga menyebarkan virus. Melainkan kelelawar buah terinfeksi yang meninggalkan air liur atau urine di atas permukaan buah.

Buah-buahan yang terkontaminasi urine dan liur kelelawar kemudian dikonsumsi oleh manusia dan diperkirakan menjadi sumber infeksi terbesar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.