Sukses

Atlet 2,46 Kali Lebih Berisiko Kena Gangguan Irama Jantung, Dokter Jabarkan Alasannya

Gangguan irama jantung dikenal pula dengan aritmia, salah satu penyakit jantung yang menyebabkan detak jantung menjadi tak beraturan.

Liputan6.com, Jakarta Atlet memiliki risiko 2,46 kali lipat lebih tinggi untuk terkena gangguan irama jantung dibandingkan dengan mereka yang bukan atlet. Temuan ini diungkap dalam studi Canterbury Christ Church University di Canterbury, Inggris.

Gangguan irama jantung dikenal pula dengan aritmia, salah satu penyakit jantung yang menyebabkan detak jantung menjadi tak beraturan.

Aritmia adalah penyakit yang menyebabkan jantung berdetak secara lebih cepat, lebih lambat, atau bahkan tak beraturan.

Meski penelitian menemukan bahwa atlet memiliki risiko yang lebih tinggi, bukan berarti sering berolahraga menyebabkan gangguan irama jantung.

“Atlet adalah profesi yang mengharuskan untuk sering berolahraga sehingga mereka akan aktif secara fisik. Seseorang yang aktif secara fisik tentu akan sering mengalami peningkatan detak jantung secara berkala, dan hal tersebut kurang baik untuk seseorang yang memiliki faktor-faktor timbulnya aritmia,” kata Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah konsultan intervensi dan aritmia jantung Eka Hospital BSD Ignatius Yansen mengutip keterangan pers, Selasa (8/8/2023).

Beberapa faktor yang bisa menyebabkan seseorang terkena aritmia di antaranya:

  • Memiliki riwayat penyakit jantung
  • Mengidap diabetes
  • Tekanan darah tinggi
  • Penggunaan obat-obatan tertentu
  • Stres
  • Konsumsi rokok dan minuman alkohol berlebihan.

Aritmia juga bisa disebabkan oleh masalah kesehatan seperti apnea tidur. Sehingga, bisa disimpulkan bahwa aritmia bisa terjadi karena beberapa faktor dan jarang terjadi hanya karena satu faktor saja.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Cabor dengan Risiko Aritmia Tinggi

Risiko aritmia semakin meningkat apabila atlet bermain di cabang olahraga (cabor) campuran seperti sepak bola. Mereka memiliki risiko aritmia yang lebih tinggi dibandingkan dengan atlet yang bermain di cabang olahraga ketahanan seperti berlari dan berenang.

Kejadian aritmia lebih tinggi terutama pada atlet karena latihan yang intensif sehingga beban jantung juga semakin tinggi dibandingkan orang awam yang melakukan olahraga. Latihan ini akan menyebabkan adanya penebalan otot jantung yang akan meningkatkan risiko aritmia jantung.

Menurut Ignatius, jika atlet sudah terkena aritmia, bukan berarti mereka tidak dapat melakukan aktivitas fisik sama sekali.

“Atlet dengan aritmia tentu masih dapat melakukan aktivitas fisik, tapi dengan catatan sudah berkonsultasi dan mengikuti saran dari dokter terlebih dahulu.”

3 dari 4 halaman

Jenis Olahraga yang Cocok untuk Pasien Aritmia

Aritmia juga memiliki jenis dan tingkat keparahannya masing-masing. Sehingga, pada beberapa kasus tertentu berolahraga seharusnya tidak menjadi masalah untuk penderita aritmia.

Dokter dapat merekomendasikan beberapa jenis olahraga yang cocok. Jenis olahraga yang biasanya direkomendasikan dokter di antaranya:

  • Peregangan tubuh
  • Aerobik ringan
  • Berenang
  • Bersepeda
  • Jogging.

Dokter bisa saja merekomendasikan jenis olahraga lain setelah memeriksa kondisi jantung, sehingga tidak menutup kesempatan bagi para atlet yang masih ingin tetap aktif berolahraga.

4 dari 4 halaman

Rekomendasi Dokter dalam Cegah dan Atasi Aritmia

Atlet yang terkena gangguan aritmia disarankan untuk konsultasi soal kondisi aritmianya. Dokter bisa memeriksa faktor-faktor melalui pemeriksaan fisik hingga pencitraan. Dengan begitu, dokter dapat mengevaluasi tindakan penanganan aritmia seperti apa yang sebaiknya dilakukan.

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan dokter untuk pasien aritmia adalah:

  • Meresepkan beberapa obat untuk menangani aritmia yang harus dikonsumsi secara rutin, sehingga pastikan untuk tidak melewati 1 obat sekalipun.
  • Jika dirasa diperlukan, dokter bisa memberikan beberapa rekomendasi penanganan, salah satunya bisa melalui pemasangan pacemaker atau alat pacu jantung.
  • Dokter juga dapat merekomendasikan perubahan gaya hidup untuk menurunkan risiko dari aritmia.

Beberapa rekomendasi perubahan gaya hidup yang bisa disarankan dokter yakni:

  • Rekomendasi latihan olahraga yang disesuaikan dengan kondisi aritmia.
  • Perubahan pola makan menjadi lebih sehat.
  • Menghindari dan mengelola stres dengan bijak.
  • Menjaga berat badan ideal.
  • Berhenti merokok.
  • Membatasi konsumsi kafein dan alkohol.

“Jika merasakan gejala-gejala aritmia, jangan ragu untuk periksakan diri Anda dengan dokter. Jangan biarkan aritmia membatasi mimpi Anda untuk mengejar mimpi menjadi atlet,” pungkas Ignatius.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.