Sukses

Suhu Bumi Memanas, Sederet Permasalahan Kulit Termasuk Eksim Mengintai

Perubahan iklim ternyata berdampak pada kesehatan kulit. Ketika terjadi peningkatan suhu Bumi hal ini ternyata bisa memengaruhi kondisi kulit seseorang.

Liputan6.com, Jakarta - Perubahan iklim (climate change) ternyata berdampak pada kesehatan kulit. Ketika terjadi peningkatan suhu Bumi hal ini ternyata bisa memengaruhi kondisi kulit seseorang.

Seperti diketahui, kulit merupakan bagian terluar dari tubuh yang bisa memberikan perlindungan. Ketika ada perubahan pada lingkungan, kulit pun bisa memperlihatkan reaksinya. Termasuk ketika suhu Bumi memanas akibat perubahan iklim.

"Ada banyak cara kulit berinteraksi dengan lingkungan," kata Profesor Dermatologi dari University of Pennsylvania, Amerika Serikat yang juga salah satu pendiri kelompok ahli perubahan iklim dari American Academy of Dermatology, Misha Rosenbach.

Sebagai garis pertahanan pertama, kulit merupakan bagian tubuh yang pertama menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada di luar. Dokter melihat ada beberapa permasalahan kulit yang muncul ketika suhu meningkat.

"Ketika temperatur naik, kemampuan kulit kita untuk beradaptasi dengan suhu juga ada batasnya," kata dokter kulit yang mendalami kasus anak, Sarah Coates mengutip Good Morning America, Senin (26/6/2023).

Eksim, Masalah Kulit Akibat Perubahan Iklim

Salah satu masalah kulit yang muncul akibat perubahan iklim adalah eksim (eczema). Ini adalah permasalahan kulit yang bisa menyerang segala umur dengan gejala gatal dan ruam. Kondisi ini bisa mengganggu tidur serta kehidupan secara keseluruhan.

Penderita eksim biasanya memiliki sistem kekebalan tubuh (imunitas) yang bereaksi secara berlebihan terhadap iritasi ringan ataupun alergen (zat pemicu alergi).

Eksim bisa kambuh karena berbagai faktor. Termasuk paparan atau zat tertentu. Namun, faktor lingkungan juga punya peran menyebabkan seseorang dengan eksim alami kekambuhan.

Udara yang kering atau panas maupun polusi udara bisa menyebabkan kulit kering dan gatal sehingga keluhan eksim.

"Kondisi eksim bisa diperparah dengan asap api," kata Rosenbach.

Hal di atas disampaikan Rosenbach bukan tanpa dasar. Ia mengacu pada studi yang diterbitkan dalam JAMA Dermatology menunjukkan hubungan antara peningkatan eksim di California selama California Camp Fire pada 2018.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Risiko Kanker Kulit Meningkat

Para pakar dermatologi juga mengingatkan risiko kanker kulit seiring pterjadinya perubahan iklim. Jika suhu Bumi terus memanas maka besar kemungkinan makin banyak kasus kanker kulit di masa depan.

"Ketika suhu lebih panas di suatu wilayah, maka orang lebih banyak berada di luar, mengenakan lebih sedikit pakaian hampir sepanjang tahun, dan itu membuat kulit lebih banyak terkena paparan sinar matahari," jelas Rosenbach.

 

3 dari 4 halaman

Penyakit Menular yang Berdampak ke Kulit

Data menunjukkan perubahan iklim telah berkontribusi pada peningkatan infeksi yang mempengaruhi kulit. Bagaimana bisa?

Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perubahan cuaca yang mempengaruhi vektor yang menularkan penyakit ke manusia, seperti nyamuk dan kutu.

Suhu yang memanas, membuat beberapa penyakit kulit menular meningkat. Misalnya penyakit Lyme.

Penyakit Lyme adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri yang disebarkan oleh gigitan kutu yang terinfeksi. Terdapat empat jenis bakteri yang dapat menyebabkan penyakit Lyme, yaitu Borrelia burgdorferi, Borrelia mayonii, Borrelia afzelii, dan Borellia garinii.

Di Indonesia sendiri, penyakit lyme lebih banyak disebabkan karena bakteri Borrelia burgdorferi.

Bakteri ini bisa ditemukan di semua benua. Namun kan mudah terkena penyakit lyme jika sering menghabiskan waktu atau tinggal di daerah berumput dan berhutan lebat, di mana banyak terdapat kutu pembawa bakteri tersebut seperti mengutip KlikDokter.

Gejala penyakit Lyme bervariasi dan terbagi menurut fasenya. Pada fase awal penyakit Lyme memberikan gejala sebuah benjolan merah kecil pada bagian gigitan kutu dan akan hilang dalam beberapa hari.

Setelah itu, gejala awal lain akan muncul sekitar sebulan setelah terinfeksi, seperti:

  •  Ruam menjadi seperti pola mata banteng (bull’s eye pattern) yang disebut sebagai eritema migrans. Ruam ini akan membesar secara perlahan hingga dapat mencapai 30 cm. Ruam tidak gatal ataupun sakit. Eritema migrans ini merupakan tanda khas dari penyakit lyme. Pada beberapa orang dapat muncul pada beberapa bagian tubuh.
  •  Gejala lain yang muncul menyerupai flu, yaitu demam, menggigil, lemah, badan terasa nyeri, dan nyeri kepala.
4 dari 4 halaman

Saran

Melihat bisa terjadi banyak hal yang bisa terjadi akibat perubahan iklim, maka jika ada masalah pada kulit segera konsultasikan dengan dokter spesialis kulit dan kelamin. Sehingga bisa mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat. 

Untuk langkah pencegahan, Coates menyarankan untuk mengenakan baju lengan panjang dan celana panjang saat beraktivitas di kebun atau semak-semak. Terlebih bagi Anda yang senang berkebun maupun melakukan kegiatan outdoor. 

Lalu, jika cuaca sedang panas sebaiknya tetap berada di dalam rumah. Pastikan juga tubuh terhidrasi dengan bail.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini