Sukses

Keluhan Long COVID-19 Masih Ada, IDI Minta Risetnya Tetap Didukung Pemerintah

Masuknya Indonesia ke masa endemi tak menutup fakta bahwasanya dampak yang ditimbulkan dari pandemi masih terasa. Salah satu yang patut disorot berkaitan dengan efek long COVID-19 yang masih ditemukan.

Liputan6.com, Jakarta - Masuknya Indonesia ke masa endemi tak menutup fakta bahwasanya dampak yang ditimbulkan dari pandemi masih terasa. Salah satu yang patut disorot berkaitan dengan efek long covid yang masih ditemukan.

Ketua Satuan Tugas COVID-19 Pengurus Besar (PB) IDI, Dr dr Erlina Burhan, MSc, SpP(K) mengungkapkan bahwa dalam praktik sehari-harinya sebagai dokter spesialis paru, keluhan long covid masih ditemukan.

"Karena saya memang dokter paru, ini masih saya temukan pasien-pasien yang datang dengan keluhan yang mengganggu kualitas hidupnya walaupun sudah lama sembuh dari COVID-19," ujar Erlina saat media briefing bersama IDI ditulis Minggu, (25/6/2023).

"Jadi memang kita tiba-tiba belajar tentang COVID-19 karena penyakitnya baru. Lalu, COVID-19-nya teratasi ternyata kita juga menghadapi masalah long covid," sambungnya.

Keluhan Long Covid yang Muncul

Erlina menjelaskan, dirinya menemukan banyak pasien dengan beberapa keluhan long covid. Seperti sesak, menurunnya daya ingat, dan badan yang tidak terasa sehat sehari-harinya.

"Banyak sekali pasien yang masih sesak, kadang-kadang masih lupa, kadang-kadang badannya enggak enak. Nah ini sangat mengganggu sekali kualitas hidupnya," kata Erlina.

Berkaitan dengan hal tersebut, Erlina pun menyarankan agar riset long covid masih terus dilakukan. Mengingat perihal long covid masih perlu dipelajari lebih lanjut.

"Kita tidak mau masyarakat kita jadi produktivitasnya berkurang. Oleh sebab itu, saya kira masih perlu kita mempelajari tentang long covid ini. Melakukan riset, supaya kita tahu dimana masalahnya dan bagaimana cara tata kelolanya supaya bisa sembuh dengan sempurna," ujar Erlina.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

IDI Minta Pemerintah Anggarkan Dana Riset Long Covid

Lebih lanjut Erlina mengungkapkan bahwa pihak PB IDI masih tetap meminta pemerintah untuk menyediakan anggaran riset untuk long covid.

"Makanya dari PB IDI masih meminta kepada pemerintah tetap menganggarkan untuk riset tentang penyakit ini," kata Erlina.

Erlina menjelaskan apa-apa saja imbauan dari PB IDI terkait COVID-19 untuk pemerintah. Imbauan ini masih berkaitan dengan fondasi kesehatan dan harapannya bisa tetap dilakukan.

"Secara umum, PB IDI mengimbau kepada pemerintah tetap menjaga dasar atau fondasi kesehatan masyarakat yang telah dibentuk selama masa COVID-19. Jadi kebijakan yang pro pada masyarakat hendaknya diteruskan," kata Erlina.

3 dari 4 halaman

Imbauan PB IDI terkait COVID-19 untuk Pemerintah

Erlina menuturkan bahwa imbauan dari PB IDI untuk pemerintah tersebut terbagi menjadi empat pilar yang disingkat sebagai SIAP, berikut penjelasan singkatan di baliknya.

  • S = Surveilans yang adekuat dan kolaboratif
  • I = Informasi kesehatan yang tepat dan akurat
  • A = Akses terhadap vaksin, alat pelindung, obat-obatan, dan oksigen
  • P = Pelayanan kesehatan yang prima dan siap siaga

"Penerapan empat pilar ini (SIAP) tidak hanya bermanfaat untuk COVID-19 jangka panjang sesungguhnya, tetapi juga salah satu upaya gotong royong dalam rangka menerapkan semangat kolaborasi semua stakeholders untuk menghadapi segala macam ancaman penyakit di masa yang akan datang," ujar Erlina.

4 dari 4 halaman

Perihal Vaksin COVID-19 di Masa Endemi

Dalam kesempatan yang sama, Erlina mengungkapkan bahwa di masa endemi, vaksin COVID-19 sebaiknya masih gratis. Terutama bagi beberapa kelompok.

"Seperti orang berisiko, orangtua, orang sakit yang mudah tertular, dan tidak mampu, kami PB IDI meminta pemerintah untuk memberikan akses vaksin gratis," ujar Erlina.

Erlina melanjutkan bahwa jika vaksin COVID-19 nantinya memang harus bayar, dirinya berharap harga vaksin bisa ditekan sedemikian rupa sehingga tidak memberatkan kelompok manapun.

"Kalau suatu ketika nanti vaksin ini berbayar, mohon kiranya harganya bisa ditekan sedemikian rupa. Sehingga masyarakat umum dengan ekonomi pas-pasan atau menengah masih bisa membelinya," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.