Sukses

Terapi Resinkronisasi Jantung, Inovasi Baru Tangani Aritmia dan Cegah Kematian Gara-gara Gagal Jantung

Kematian akibat gagal jantung bisa dilakukan dengan Terapi Resinkronisasi Jantung, inovasi baru tangani aritmia

Liputan6.com, Jakarta - Dokter spesialis penyakit dalam konsultan intervensi jantung dan aritmia Eka Hospital BSD, Simon Salim menjelaskan soal inovasi baru penanganan aritmia.

Aritmia adalah gangguan pada irama atau laju detak jantung. Menurut Simon, sebanyak 30 persen kasus gagal jantung mengalami gangguan irama pada ventrikel kanan dan ventrikel kiri.

Ventrikel adalah bagian jantung yang berfungsi memompa darah ke seluruh organ tubuh.

Gangguan irama ini membuat kontraksi kedua ventrikel tidak selaras dan kerja pompa jantung menjadi tidak efektif sehingga berujung pada gagal jantung.

Banyak yang Mati Gara-gara Gagal Jantung

Gagal jantung dapat merenggut nyawa dan dapat dialami banyak orang. Maka dari itu, industri kesehatan berinovasi untuk mencari solusi dalam mengatasi permasalahan ini.

Salah satu inovasi yang ditemukan adalah pengobatan Cardiac Resynchronization Therapy (CRT) atau terapi resinkronisasi jantung.

Metode CRT atau terapi resinkronisasi jantung merupakan metode terbaru dalam mengatasi permasalahan bilik jantung yang tidak dapat berkontraksi dengan baik.

Terapi tersebut digunakan untuk menurunkan risiko terkena gagal jantung. Penggunaan CRT dilakukan untuk membantu meningkatkan irama jantung dan gejala yang terkait dengan aritmia.

Mensinkronkan Detak Dinding Jantung

CRT dapat mensinkronkan detak dinding jantung supaya bekerja lebih baik menggunakan alat bernama alat pacu jantung biventrikular.

Alat tersebut bekerja dengan mengirimkan sinyal listrik ke kedua bilik bawah jantung (ventrikel kanan dan kiri).

Ini akan memicu ventrikel untuk berkontraksi dengan cara yang lebih terkoordinasi dan meningkatkan pemompaan darah keluar dari jantung.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penerima Terapi Resinkronisasi Jantung

Terapi resinkronisasi jantung diberikan kepada pasien yang memiliki gangguan irama jantung dan diduga berisiko untuk terkena gagal jantung.

Sebab, ketika mengalami gagal jantung, otot-otot jantung akan melemah seiring waktu dan tidak dapat memompa cukup darah untuk menopang tubuh.

"Jika semakin memburuk, ini dapat menyebabkan asupan oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tubuh Anda semakin berkurang," kata Simon dalam keterangan pers yang diterima Health Liputan6.com pada Minggu 11 Juni 2023.

Pemeriksaan Sebelum CRT

Sebelum menentukan apakah pasien membutuhkan CRT atau tidak, dokter perlu memeriksa terlebih dahulu kesehatan jantung setiap pasien.

Dokter akan memeriksa riwayat kesehatan dan diikuti dengan pemeriksaan menyeluruh dengan cardiac imaging.

Dokter mungkin akan mempertimbangkan pemasangan CRT jika pasien menunjukan beberapa gejala seperti:

  • Memiliki gejala gagal jantung sedang hingga berat
  • Ruang pompa (ventrikel) jantung tidak bekerja dengan sinkron
  • Hasil tes menunjukkan jantung semakin melemah dan membesar
  • Tidak adanya pengaruh yang terlihat dari obat-obatan dan perubahan gaya hidup dalam mengendalikan risiko gagal jantung pasien.
3 dari 4 halaman

Pelaksanaan CRT atau Terapi Resinkronisasi Jantung

Sebelum operasi pemasangan CRT, dokter akan menginstruksikan pasien terkait hal apa saja yang boleh dan tak boleh dilakukan.

Misalnya, tidak makan dan minum dan tidak mengonsumsi obat-obatan tertentu.

Oleh sebab itu, penting bagi pasien untuk memberikan detail dan riwayat kesehatan serta obat-obatan agar prosedur dapat berjalan dengan lancar.

Selama operasi, pasien akan berada dalam pengaruh obat suntik sehingga tubuh rileks dan terkantuk.

Prosedur biasanya akan berjalan selama 30 hingga 90 menit tergantung dari respons dan kondisi tubuh pasien selama masa operasi.

4 dari 4 halaman

Langkah-Langkah Operasi Pemasangan CRT

Dokter akan memulai prosedur dengan memberikan sayatan kecil di dekat tulang selangka untuk menaruh selang kateter guna pemasangan alat CRT.

Alat akan dimasukan ke dalam jantung melalui pembuluh darah dengan bantuan panduan dari mesin sinar-X.

Setelah pemasangan baterai selesai, dokter akan menguji alat dengan mengirimkan impuls listrik.

Jika alat bekerja dengan baik, dokter akan melanjutkan dengan menempatkan alat pacu jantung CRT ke dalam tubuh dan menghubungkannya dengan kateter yang sudah ditempatkan sebelumnya.

Setelah pemasangan alat CRT selesai, dokter akan menutup kembali luka dengan jahitan dan pasien akan segera dibawa ke ruangan pemulihan setelah operasi dan dipantau selama beberapa waktu.

Jika dirasa tidak ada komplikasi, maka pasien akan diperbolehkan untuk segera pulang dengan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari.

Misalnya, selama enam minggu, pasien akan diminta untuk tidak melakukan kegiatan yang berat seperti mengangkat beban dan untuk tidak melakukan gerakan-gerakan mendadak seperti berlari.

Hal ini bertujuan agar alat CRT dapat beradaptasi dengan tubuh terlebih dahulu setelah ditanamkan.

Dokter juga akan meresepkan beberapa obat yang harus dikonsumsi secara rutin. Serta menjadwal cek rutin (biasanya enam bulan sekali) untuk memastikan kondisi serta kinerja alat CRT tetap berfungsi dengan baik.

"Anda juga akan diimbau untuk menghindari tempat atau ruangan dengan medan magnet tinggi, karena dapat mengganggu kerja alat CRT," pungkas Simon.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.