Sukses

Organisasi Profesi: Kenapa Sih Kebelet Banget Bahas RUU Kesehatan dan Disahkan?

Organisasi Profesi mempertanyakan, kenapa RUU Kesehatan sangat ingin cepat dibahas dan disahkan?

Liputan6.com, Jakarta - Lima Organisasi Profesi, yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) masih penasaran, kenapa RUU Kesehatan sangat ingin cepat dibahas dan disahkan?

Juru Bicara Aksi Damai IDI untuk RUU Kesehatan Beni Satria pada Senin (5/6/2023) menyampaikan, selain pertanyaan kenapa RUU dengan metode omnibus law ini ingin lekas dibahas dan disahkan, organisasi profesi juga merasa tidak dilibatkan dalam penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

Hal itulah yang membuat organisasi profesi menyuarakan 'Setop Pembahasan RUU Kesehatan.'

"Yang kami tolak hari ini adalah kenapa undang-undang ini sangat cepat ingin dibahas. Kemudian sangat cepat itu disahkan, termasuk tidak melibatkan kami," kata Beni di depan Gedung DPR/MPR RI Jakarta.

"Bahkan mencabut undang-undang eksisting yang ada sekarang. Nah, itu dia yang ingin kami bahas di situ. Bahwa keterlibatan kami dan kemudian kami dibenturkan seolah-olah kami menolak program pemerintah, tidak (seperti itu)."

Kawal Hak Pelayanan Kesehatan di Daerah

Beni menegaskan, yang dikawal dalam RUU Kesehatan adalah hak pelayanan kesehatan di daerah. Disebutkan pula besaran anggaran pada RUU Kesehatan dihapuskan.

"Yang kami ingin kawal adalah hak kami. Termasuk jawaban yang hari ini belum kami dapatkan. Kenapa anggaran itu dihapuskan? Kita bayar pajak, gitu. Kita semuanya juga punya hak pelayanan kesehatan,"

"Pelayanan kesehatan di daerah, contohnya saat ini 67 persen rumah sakit yang ada di Indonesia itu swasta, bukan pemerintah yang membangun itu.  Nah, hak pelayanan masyarakat di daerah bagaimana? Pelayanan RSUD saat ini bagaimana?"

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Narasi Sesat 'Tidak Ada Dokter Akibat Organisasi Profesi'

Beni Satria turut menyentil kurangnya pelayanan kesehatan dan dokter justru yang lebih disalahkan adalah organisasi profesi. Bahkan muncul narasi, 'tidak ada dokter akibat organisasi profesi.'

"Kemudian disalahkan siapa? Organisasi profesi. Tidak ada alat, tidak ada obat. Alatnya tidak standar. Itu yang disalahkan organisasi profesi. Padahal, itu rumah sakit milik pemerintah," pungkasnya.

"Nah ini yang kita kemudian disesatkan atas narasi-narasi, termasuk kekurangan dokter. Kami siap menugaskan dokter ke daerah. Tapi jangan sampai di daerah itu dokter tidak punya alat, tidak punya obat.  Mau ngapain? Kemudian kita juga disesatkan karena tidak ada dokter akibat organisasi profesi."

Mahalnya Biaya Pendidikan Kedokteran

Tak hanya itu saja, Beni menuturkan soal biaya pendidikan kedokteran yang mahal.

"Dengan banyaknya fakultas kedokteran, harga itu tidak murah. Ke mana Pemerintah? Dengan biaya fakultas kedokteran sampai ratusan. Ke mana Kementerian Pendidikan? Ke mana Kementerian Kesehatan? atas mahalnya biaya pendidikan," ucapnya.

"Kenapa kemudian dinarasikan seolah-olah ini, organisasi profesi yang menghambat ini? Kita ingin agar kembali lagi seperti dulu. Kita punya niat yang sama. Bagaimana anak petani, anak tukang becak bisa memiliki kesempatan yang sama untuk sekolah kedokteran."

3 dari 4 halaman

Harus Mampu Jadi Dasar Bangun Sistem Kesehatan Nasional

RUU Kesehatan Omnibus Law harus mampu menjadi dasar membangun sistem kesehatan nasional yang mewujudkan instrumen perlindungan dan kepastian pemenuhan hak kesehatan masyarakat.

Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam pengantar tertulisnya pada diskusi bertema RUU Kesehatan: Ancaman atau Angin Perubahan? yang digelar Rabu (17/5/2023).

"RUU Kesehatan harus mampu menjadi landasan bangsa ini mewujudkan sistem pelayanan kesehatan yang mampu melindungi dan melayani masyarakat dengan lebih baik," kata Rerie, sapaan akrab Lestari.

Kedepankan Keselamatan Manusia

Menurut Lestari, penataan pelayaan kesehatan bagi semua seyogianya bertolak dari ragam peristiwa yang melibatkan tenaga kesehatan dan pasien dalam mekanisme pengobatan di negeri ini. Pelayanan kesehatan harus berorientasi pada tahapan pengobatan yang mengedepankan keselamatan manusia.

Rerie yang juga Legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu berpendapat ruang partisipasi publik masih terbuka untuk memberikan catatan evaluatif yang komprehensif terkait pasal-pasal pada RUU Kesehatan yang saat ini proses legislasinya sedang berlangsung di DPR.

Rerie yang juga anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu menekankan, sejumlah pasal yang dinilai problematik dan belum memenuhi harapan publik bisa dicarikan solusinya melalui sejumlah diskusi yang konstruktif antar para pemangku kebijakan dan masyarakat.

"Sehingga dapat terwujud sistem kesehatan nasional yang mampu menjadi instrumen perlindungan dan kepastian pemenuhan hak kesehatan masyarakat yang lebih baik," tegasnya.

4 dari 4 halaman

Dukung Transformasi Kesehatan

Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Mohammad Syahril berpendapat setidaknya ada dua isu yang penting terkait RUU Kesehatan. Pertama, urgensi lahirnya RUU Kesehatan, kedua soal sejumlah isu yang berkembang di masyarakat terkait pasal-pasal yang ada dalam RUU tersebut.

Sejatinya, menurut Syahril, lahirnya RUU Kesehatan mendukung transformasi kesehatan di Indonesia.

Dalam proses pembahasannya Kemenkes sudah melakukan 79 kegiatan dengar pendapat dengan para pemangku kepentingan pada 13-26 Maret 2023.

Ciptakan Layanan Kesehatan Berkualitas

Sejumlah pasal yang tertuang pada RUU Kesehatan bertujuan menciptakan layanan yang fokus pada upaya mencegah orang sehat menjadi sakit.

"Ada juga transformasi layanan agar mempermudah masyarakat mendapat layanan berkualitas, karena saat ini layanan kesehatan belum merata," terang Syahril pada kesempatan yang sama, dikutip dari laman MPR RI.

"Lebih dari itu, RUU Kesehatan juga bertujuan meningkatkan kemandirian nasional di sektor farmasi dan alat kesehatan dan mendorong kesiapan dalam menghadapi krisis kesehatan di masa kini dan mendatang. Demikian juga dengan transformasi sistem pembangunan kesehatan terkait pendanaan dan evaluasi anggaran."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini