Sukses

Dokter Anak: Bayi Prematur Jauh Lebih Butuh Imunisasi Ketimbang Bayi Biasa

Bayi prematur adalah bayi yang rentan terkena penyakit karena lahir sebelum waktunya. Seorang bayi disebut prematur jika lahir di bawah usia kandungan 37 minggu.

Liputan6.com, Jakarta - Bayi prematur adalah bayi yang rentan terkena penyakit karena lahir sebelum waktunya. Seorang bayi disebut prematur jika lahir di bawah usia kandungan 37 minggu.

“Bayi yang lahir di bawah 37 minggu itu kita sebut sebagai bayi prematur,” ujar dokter spesialis anak RSIA Grand Family Andy Setiawan dalam Halal Bihalal Eka Hospital di Jakarta, Rabu (10/5/2023).

Di usia kandungan tersebut, pembentukan sistem imun bayi di dalam kandungan belum sempurna. Hal inilah yang menyebabkan ia lebih rentan sakit ketimbang bayi yang lahir cukup bulan.

Maka dari itu, Andy menyebut bahwa bayi prematur jauh lebih butuh imunisasi jika dibandingkan bayi pada umumnya.

“Bayi prematur tidak terlalu bagus imunitasnya, jadi jauh lebih butuh (imunisasi) dari bayi biasa,” kata Andy.

Andy menambahkan, imunisasi pada bayi prematur dapat dilakukan dengan mengikuti usia kronologis bayi. Usia kronologis ini dihitung sejak bayi dilahirkan. Meski begitu, ada syarat yang perlu diperhatikan sebelum melakukan imunisasi pada bayi prematur.

“Syaratnya bayinya sudah stabil, kalau masih di NICU (Neonatal Intensive Care Unit) enggak kasih (imunisasi) dulu,” kata Andy.

Khusus untuk vaksin hepatitis B, jika ibu bayi tidak mengidapnya, maka pemberian suntikannya bisa dilakukan ketika bayi menginjak usia dua bulan.

“Kalau ibunya enggak menderita hepatitis B, kita tunggu (imunisasinya) usia dua bulan.”

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Akibat Usia Kehamilan Terlalu Muda atau Tua

Bayi prematur bukan hanya soal lahir terlalu cepat. Hal ini dapat berpengaruh besar pada kehidupan bayi. Pasalnya, bayi prematur lahir ketika belum siap dilahirkan. Normalnya, bayi lahir di usia 40 minggu atau 9 bulan.

Lahirnya bayi prematur salah satunya diakibatkan usia ibu yang terlalu muda atau terlalu tua.

“Risiko lahirnya bayi prematur itu jika hamil di bawah usia 18 atau di atas 35,” kata dokter spesialis obstetri dan ginekologi Christian Wijaya dalam kesempatan yang sama.

Maka dari itu, salah satu cara mencegah lahirnya bayi prematur adalah dengan tidak hamil di bawah umur atau menghindari kehamilan di usia terlalu tua.

Di sisi lain, setiap kehamilan perlu disiapkan dengan baik dengan rajin konsultasi dengan dokter, bahkan sebelum kehamilan. Dengan kata lain, perencanaan kehamilan menjadi hal penting untuk dilakukan.

3 dari 4 halaman

Soal Jarak Kehamilan Terlalu Dekat

Di acara yang sama, Andy juga menjelaskan soal jarak kehamilan yang terlalu dekat. Menurutnya, hal ini berpotensi membuat anak pertama kurang mendapatkan perhatian yang ideal.

“Supaya anak mendapat perhatian orangtua yang ideal, itu kita maunya anak jangan terlalu dekat jaraknya. Karena kita tahu, untuk perkembangan dan pertumbuhan anak yang diperlukan itu selain nutrisi adalah kasih sayang dan perhatian dari orangtuanya. Baik dari sisi waktu, pendidikan, dan segala macam,” kata Andy.

Andy menambahkan, anak terlalu dekat dan terlalu banyak nantinya akan kurang ideal. Jadi, ia mengimbau agar jarak anak setidaknya dua hingga tiga tahun.

4 dari 4 halaman

Berkaitan dengan Pemberian ASI

Di sisi lain, jarak kelahiran anak yang terlalu dekat juga berkaitan dengan pemberian air susu ibu (ASI).

“Kita pengen ASI tuh sampai dua tahun, tapi kalau ibu hamil lagi memang ada teori yang mengatakan bahwa selama kita hamil dan kita memberikan ASI bisa kontraksi. Tapi, sebenarnya angka kejadian ini tidak besar.”

Sebetulnya, lanjut Andy, ibu yang hamil 7 hingga 8 bulan pun sebetulnya masih bisa memberikan ASI. Namun, jika jarak antar anak terlalu dekat, ibu berpotensi tidak bisa merawat anak pertamanya dengan maksimal.

Sementara, Christian Wijaya mengatakan bahwa secara teori, kehamilan yang baik adalah yang berjarak 18 bulan.

“Tetapi, kalau lebih cepat dari itu sebenarnya enggak ada masalah juga sih, asalkan kehamilannya baik. Sebenarnya kalau jaraknya dekat itu lebih oke asal kesiapannya lebih baik aja,” kata Christian.

Ia menambahkan, ketika anak kedua lahir dan anak pertama masih memerlukan ASI, maka pemberian ASI harus terus dilakukan selama masih keluar.

“Tetap menyusui, selama ASI keluar jalani kehamilan dengan pemberian ASI,” pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.