Sukses

Kiprah dan Perjuangan Sulianti Saroso, Dokter Perempuan yang Tampil di Google Doodle Hari Ini

Namanya diabadikan menjadi nama sebuah rumah sakit di kawasan Sunter, Jakarta Utara, RSPI Sulianti Saroso. Lalu, seperti apa perjuangan dokter wanita yang muncul di Google Doodle hari ini.

Liputan6.com, Jakarta Nama Sulianti Saroso sudah tak asing di telinga. Nama tersebut dipakai sebuah rumah sakit di kawasan Sunter, Jakarta Utara yakni Rumah Sakit Pusat Infeksi Profesor Dr Sulianti Saroso.

Lalu, siapa itu Sulianti Saroso?

Julie Sulianti Saroso begitu nama lengkap wanita yang lahir 10 Mei 1917 di Karangasem, Bali ini. Maka dari itu, tepat tanggal ini, wajahnya muncul sebagai Google Doodle.  

Di dunia kesehatan Indonesia, Sulianti Saroso punya peran penting paling tidak dalam dua hal pencegahan dan pengendalian penyakit menular serta Keluarga Berencana (KB).

Sulianti Saroso merupakan anak kedua dari keluarga priyayi bernama dokter Sulaiman. Sebagai dokter, Sulaiman kerap berpindah-pindah tugas yang juga turut membawa keluarganya termasuk Sulianti.

Semasa kecil, Sulianti menempuh pendidikan dasar berbahasa Belanda ELS (Europeesche Lagere School), lalu pendidikan menengah elite di Gymnasium Bandung.

Lalu, melanjutkan pendidikan tinggi di Geneeskundige Hoge School (GHS), sebutan baru bagi Sekolah Kedokteran STOVIA di Batavia. Ia lulus sebagai dokter 1942 seperti mengutip laman Indonesia.go.id.

Saat Jepang menduduki Indonesia, Sulianti sudah bekerja sebagai dokter di RS Umum Pusat atau saat ini RS Cipto Mangunkusumo.

Lalu, saat ibukota negara pindah ke Yogyakarta, ia juga sempat tinggal di Yogyakarta dan praktik di RS Bethesda.

Ketika tinggal di Yogyakarta, ia terjun sebagai dokter perjuangan. Sulianti kerap mengirim obat-obatan e kantung-kantung gerilyawan republik. Ia juga aktif dalam organisasi di Wanita Pembantu Perjuangan, Organisasi Putera Puteri Indonesia, selain ikut dalam organisasi resmi KOWANI.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mempelajari dan Memperjuangkan Kesehatan Ibu dan Anak

Sesudah Indonesia merdeka, Sulianti meraih beasiswa dari WHO untuk belajar tentang tata kelola kesehatan ibu dan anak di beberapa negara Eropa, terutama Inggris.

Pada 1952, ia telah mendapatkan Certificate of Public Health Administrasion dari Universitas London.

Sepulang dari London, Kementerian Kesehatan tempat Sulianti bekerja saat itu menempatkannya sebagai Kepala Jawatan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI yang ada di Yogyakarta.

Ia langsung bekerja mengupayakan program kesehatan ibu dan anak. Termasuk pengendalian angka kelahiran lewat pendidikan seks dan gerakan keluarga berencana.

Lewat media lokal seperti RRI Yogyakarta dan koran Kedaulatan Rakyat, ia menyampaikan gagasan tentang pendidikan seks, alat kontrasepsi, dan pengendalian kehamilan dan kelahiran.

Menurut Sulianti saat itu, ada korelasi antara kemiskinan, malanutrisi, kesehatan ibu dan anak yang buruk dengan kelahiran tak terkontrol. Nampaknya, gagasan Sulianti mendapat penolakan. Ia kemudian dipindahkan ke Jakarta.

Saat di Jakarta, Sulianti dipromosikan menjadi Direktur Kesehatan Ibu dan Anak di Kementerian Kesehatan.

Ide soal program KB masih ia perjuangkan tapi lewat jalur swasta. Bekerja sama dengan klinik-klinik swasta ia menginisiasi program KB.

3 dari 3 halaman

Mendalami Penyakit Menular

Pada 1960-an, Sulianti terkena imbas permasalahan yang dialami suaminya yang merupaan tokoh Partai Sosialis Indonesia. Namun, ia tak lama terpuruk dan bergegas ke luar negeri mengambil beasiswa di Tulane Medical School, New Orleans, Louisiana. Dalam lima tahun, ia meraih gelar MPH dan PhD. Desertasinya tentang epidemiologi bakteri E Coli.

Ia kemudian diminta Menteri Kesehatan saat itu GA Siwabessy bekerja di Kementerian Kesehatan. Sulianti diangkatSulianti menjabat sebagai Direktur Jenderal Pencegahan, Pemberantasan dan Pembasmian Penyakit Menular (P4M) pada 1967-1975 dan Kepala Badan Litbangkes pada tahun 1975-1978.

Usai pensiun, kepakarannya di bidan pencegahan dan penularan penyakit masih terus dimanfaatkan. WHO memintanya untuk menjadi pengawas Pusat Penelitian Diarei di Dakka Bangladesh pada 1979.

Lalu, di dalam negeri juga masih diminta menjadi staf ahli menteri. Gagasan-gagasan Sulianti pengendalian penyakit menular, KB, dan kesehatan ibu serta anak secara bertahap diadopsi menjadi kebijakan pemerintah.

Sulianti Saroso meninggal dunia pada 29 April 1991, pada usia 73 tahun.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.