Sukses

Akui Gagal Melobi BPJS Kesehatan Agar Menanggung Biaya Medical Check Up, Menkes Budi: Takut Tekor

Berikut alasan Menkes Budi Gunadi Sadikin belum juga berhasil melobi BPJS Kesehatan mengenai Medical Check Up

Liputan6.com, Jakarta - Medical Check Up (MCU) selama ini tidak ditanggung dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) BPJS Kesehatan. Padahal, MCU dinilai sebagian orang sebagai upaya preventif untuk mendeteksi penyakit lebih dini.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin rupanya sudah berupaya melobi BPJS Kesehatan agar memasukkan MCU ke dalam jaminan JKN-KIS. Namun, dia belum berhasil meluluhkan hati BPJS Kesehatan.

Dalam hal ini, BPJS Kesehatan masih enggan untuk menjamin MCU. Masih ada pertimbangan terkait biaya yang dikhawatirkan membuat BPJS Kesehatan kembali defisit seperti tahun-tahun sebelumnya.

"Saya lagi lobi BPJS nih, sudahlah masukin (medical) check up sebagai ini (ditanggung BPJS).  BPJS masih belum (belum mau), ini kan takut tekor," kata Budi Gunadi saat acara 'Public Hearing RUU Kesehatan Bersama dengan Organisasi Profesi' yang diikuti Health Liputan6.com di Gedung Kementerian Kesehatan RI Jakarta belum lama ini.

"Nanti saya bilang, kalau kita check up setahun lebih dini mungkin in the long run (dalam jangka panjang), lebih murah kita bayarnya dan lebih bagus kualitas hidup orang. Nah itu, reformasi-reformasi kami lakukan di keuangan ya," Menkes menambahkan.

Biaya Pengeluaran Kesehatan di Korea Selatan dan Jepang

Dari sisi medical check up, Budi Gunadi Sadikin sempat menyoroti betapa bagusnya angka rata-rata biaya pengeluaran kesehatan di beberapa negara terbilang rendah. Angka tersebut sejalan dengan kualitas hidup lansia yang bisa mencapai usia lebih dari 80 tahun.

"Jepang US$4.800 per kapita per tahun rata-rata orang outcome-nya (pengeluaran), usia hidupnya 84 tahun. Korea Selatan lebih hebat lagi US$3.683,9 per kapita per tahun. Kenapa Korea bagus dari Jepang? Dia (Korea) ada mandatory check up, dibayarin BPJS – National Health Insurance Service (NHIS)," katanya.

"Jadi pas usia 40 tahun itu periksa darah lengkap. Begitu usia 50 tahun, periksa darah tambah cancer marker (pendeteksi kanker), semua cancer gitu. Jadi, early identification (identifikasi lebih dini) ketahuan," dia menambahkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pengeluaran Biaya Kesehatan Jepang Unggul dibanding AS

Selain Korea Selatan, Budi Gunadi Sadikin menyebut Amerika Serikat (AS) turut berupaya membiayai kesehatan nasional rakyatnya. Biaya pengeluaran kesehatan di AS bisa mencapai US$10.000 per kapita per tahun dengan rata-rata angka harapan hidup di usia 80 tahun.

Dari sisi biaya kesehatan, AS masih jauh dengan Jepang. Sebab, Jepang lebih mengupayakan promotif dan preventif.

“Saya bilang ya Amerika tuh US$10.000 per kapita per tahun, dia spend (keluarkan) per tahun, rata-rata orang outcome-nya usia hidupnya 80 tahun. Jepang tadi usia hidupnya 84 tahun,” jelas Menkes Budi.

“Lebih hebat orang Jepang dong daripada Amerika spend uangnya. Kenapa? karena dia lebih promotif preventif. Intervention (intervensi) lebih menjaga orang sehat, bukan ngobatin orang sakit.” 

Jaga Orang Sehat Lebih Murah

Budi Gunadi memahami pendidikan kedokteran memang ditujukan banyak untuk mengobati orang sakit. Meski begitu, dari sisi ekonomi makro justru biaya pengeluaran akan lebih murah untuk menjaga orang sehat.

“Tapi from macro economy (dari ekonomi makro) manajemen perspektif, kalau kita menjaga orang sehat itu jauh lebih murah dan kualitas hidup kan lebih baik,” katanya.

“Emangnya kita pengen masuk rumah sakit bagus, apapun rumah sakitnya, sehebat apapun dokternya di rumah sakit, pasti enggak mau dibelek-belek (dibedah), mendingan hidup sehat.”

3 dari 4 halaman

BPJS Kesehatan Alokasikan Rp9 Triliun untuk Skrining

Walaupun BPJS Kesehatan RI belum menanggung medical check up, alokasi skrining untuk penyakit-penyakit tidak menular sudah mulai ditambah. BPJS Kesehatan telah mengalokasikan Rp9 triliun untuk skrining.

"Sekarang BPJS sudah bagus, dia mau Rp9 triliun dia pakai untuk skrining," kata Menkes Budi Gunadi Sadikin melanjutkan. 

Kalau Tak Hati-hati, BPJS Kesehatan Bisa Negatif

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) juga sudah menaikkan tarif layanan JKN di fasilitas kesehatan (faskes) pada Januari 2023. Tarif layanan JKN untuk faskes ini pertama kali naik di era Menkes Budi Gunadi Sadikin.

"Tarif BPJS (untuk faskes) itu enggak pernah dinaikin sejak 2016. Saya yang pertama kali naikin tuh. Itu aja udah naik diprotes rumah sakit, kenapa baru naik? Seharusnya kan dua tahun sekali (naiknya)," ujar Budi Gunadi Sadikin.

"Ya itu coba ditanya sama pendahulu-pendahulu saya (Menkes sebelumnya). Tapi saya bilangnya apa, ini kalau enggak hati-hati nih, enggak bakal kuat BPJS, bisa negatif. Karena intervensinya jangan terlalu yang kuratif (perawatan dan pengobatan)," dia menambahkan.

4 dari 4 halaman

BPJS Kesehatan Jamin 14 Skrining Penyakit

BPJS Kesehatan menjamin biaya layanan 14 skrining Penyakit Tidak Menular (PTM). Skrining PTM yang turut menyumbang kematian di Indonesia ini utamanya dilakukan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti Puskesmas.

Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia Dante Saksono Harbuwono menyebut bahwa salah satu skrining penyakit kanker mesti dilakukan lebih awal. Menurutnya, deteksi kanker melalui skrining lebih awal diharapkan dapat menurunkan angka kematian akibat penyakit kronis ini.

Implementasi klaim biaya skrining diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan. 

"Misalnya, pemanfaatan untuk deteksi kanker. Kalau deteksi kanker ini bisa ditambah dengan melakukan skrining dari awal, maka kanker tersebut bisa dideteksi pada stadium yang lebih dini," ujar Dante saat Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, ditulis Senin (13/2/2023).

"Sehingga pengobatan menjadi lebih baik dan ini tentu akan bermanfaat juga dengan aspek klinis kuratif yang lebih baik dan outcome yang lebih baik untuk menurunkan angka mortalitas pada penderita kanker.”

Adapun ke-14 skrining penyakit tidak menular yang dimaksud, yaitu:

  1. Hipertiroid kongenital
  2. Thalasemia
  3. Anemia
  4. Kanker anak
  5. Stroke
  6. Serangan jantung
  7. Hipertensi
  8. Penyakit paru non infeksi
  9. Tuberkulosis
  10. Kanker paru
  11. Hepatitis
  12. Diabetes
  13. Kanker payudara
  14. Kanker serviks
  15. Kanker usus.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.