Sukses

Kepala Madrasah di Toraja Perkosa Murid, KemenPPPA: Patut Dihukum Seberat-beratnya

Seorang kepala madrasah di Toraja dilaporkan melakukan pemerkosaan kepada muridnya yang masih berusia 15. Tindakan pria usia 42 itu terungkap setelah ayah korban mencari anaknya yang tak kunjung pulang dari sekolah.

Liputan6.com, Jakarta Seorang kepala madrasah di Toraja, MS, dilaporkan melakukan pemerkosaan kepada muridnya yang masih berusia 15. Tindakan pria usia 42 itu terungkap setelah ayah korban mencari anaknya yang tak kunjung pulang dari sekolah.

Menurut saksi, korban sempat dibawa ke ruang kantor sekolah. Keesokan harinya, korban baru berani bercerita bahwa ia diperkosa oleh kepala madrasah tersebut. Ayah korban pun langsung melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Nahar menyesalkan kejadian ini. Menurutnya, pendidik seharusnya memberikan bimbingan dan perlindungan kepada anak murid.

“Dan jika peran tersebut disalahgunakan, maka sudah sepatutnya pendidik diberikan hukuman yang seberat-beratnya,” kata Nahar dalam keterangan pers, Selasa (14/2/2023).

Ia menambahkan, KemenPPPA melalui Tim Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) akan terus berkoordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan aparat penegak hukum (APH) setempat. Koordinasi dilakukan guna memastikan proses hukum berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga korban dan keluarganya mendapatkan keadilan.

Berdasarkan hasil koordinasi dengan P2TP2A Kabupaten Tana Toraja, korban pemerkosaan telah mendapatkan pendampingan. Selain itu, P2TP2A Kabupaten Tana Toraja juga melakukan pendampingan ke Unit PPA Polres Tana Toraja dalam pemrosesan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan pelaksanaan visum. Serta pendampingan untuk memastikan kondisi kejiwaan korban.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pemberatan Hukuman

Lebih lanjut, Nahar menyampaikan bahwa saat ini tersangka telah diamankan dan berada pada tahap penyidikan.

Jika terbukti melakukan pemerkosaan, Nahar mendorong pemberatan hukuman pidana penjara 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana pokok karena pelakunya adalah seorang pendidik.

Ini sesuai dengan Pasal 81 Ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pelakunya dapat dikenai sanksi pidana 20 tahun penjara.

Nahar pun mengapresiasi gerak cepat dari orangtua dan pihak kepolisian dalam melaksanakan proses hukum tersangka. 

“Kami mengapresiasi gerak cepat dari pihak kepolisian dalam melaksanakan proses hukum bagi tersangka. Kami juga mengapresiasi peran orangtua korban yang sudah berani melaporkan kasus sehingga pelaku dapat diproses secara hukum dan kejadian tersebut tidak akan terulang,” ungkap Nahar.

3 dari 4 halaman

Pesan untuk Orangtua

Nahar pun mendorong para orangtua untuk dapat melakukan pengawasan terhadap situasi lingkungan pendidikan tempat anak bersekolah.

“Selain itu, diharapkan orangtua dapat menjalin komunikasi yang baik dengan anak, agar anak bisa membuka diri dan berani bercerita apabila mengalami kejadian tidak menyenangkan.” 

Masyarakat yang mengalami atau mengetahui segala bentuk kasus kekerasan diimbau untuk segera melapor ke pihak berwajib atau melalui SAPA 129 KemenPPPA pada hotline 129 atau WhatsApp 08111-129-129.

“Dengan berani melapor, maka akan dapat mencegah berulangnya kasus sejenis terjadi kembali.”

4 dari 4 halaman

Tindak Kekerasan Seksual

Dalam kesempatan lain, maraknya kasus kekerasan seksual membuat Satgas Perlindungan Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Eva Devita Harmoniati mengingatkan pentingnya setiap masyarakat untuk mengenal apa yang dimaksud kekerasan seksual.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 68 Tahun 2013, kekerasan seksual terhadap anak yakni:

- Pelibatan anak dalam kegiatan seksual, di mana anak tidak sepenuhnya memahami atau tidak mampu memberi persetujuan.

- Ditandai dengan adanya aktivitas seksual antara anak dengan orang dewasa atau anak lain dengan tujuan untuk memberi kepuasan bagi orang tersebut.

- Bentuk kekerasan termasuk kontak fisik atau non kontak, fisik atau visual. Misalnya dengan menyentuh bagian tubuh anak yang sensitif, memaksa anak untuk menyentuh bagian tubuh orang dewasa, memperlihatkan video seks (kekerasan visual), dan lain-lain.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.